Kalau Besar Mau Jadi Apa?

Saat masih kecil, aku dan anak-anak lainnya pasti sering ditanyain “cita-cita kamu mau jadi apa?”. Jawaban yang keluar biasanya akan beragam, seperti: “mau jadi dokter!” “polisi dong!” “mau jadi superman, biar keren”. Entah mereka sungguhan ingin jadi itu atau sekedar ikut-ikut teman. Terus kalau aku sendiri jawab apa kalau ditanya tentang cita-cita saat kecil? Wah, macam-macam deh, tergantung mood, dan terkadang ikut-ikut teman juga. Saat TK pernah menjawab mau jadi dokter karena sepertinya itu yang paling terkenal. Setelah masuk SD, lebih beragam lagi jawabannya, mau jadi arsitek padahal enggak ada bakat menggambar, mau jadi atlet basket padahal enggak bisa olahraga, hadeh. Tapi makin besar, makin paham kalau semua yang sudah disebutkan di atas enggak pernah benar-benar mau aku tekunin. Masuk SMP aku enggak tahu harus jawab apa kalau ditanya tentang cita-cita, yang ada dipikiran aku cuma mau jadi orang kaya raya yang sukses, tapi masih belum tahu sukses dalam bidang apa. “Cita-citanya dari yang deket-deket dulu deh, tentang kuliah” itu yang akhirnya aku ucapkan ke diri aku sendiri saat masuk kelas 3 SMP.

Dari dulu selalu mau kuliah di universitas top 10 Indonesia, eh ternyata masih harus dihadapkan dengan memilih jurusan/prodi, lagi-lagi hadeh. Berkaca kepada kakak-kakakku yang semuanya masuk IPA saat SMA, aku berpikiran untuk ikut masuk IPA juga di SMA saat itu. Tapi setelah dipikirkan lagi, aku payah dengan biologi, kimia, fisika, dan lainnya yang menyangkut jurusan IPA. Kakak-kakakku yang saat itu nampaknya lebih memahami aku daripada diriku sendiri menyarankan untuk masuk IPS saja. “Tapi… IPS kan katanya anak-anaknya bandel,” kataku dulu. Biasa deh, masih kecil mudah termakan stereotip dari orang-orang. Kakakku yang lebih waras dan dewasa bilang kalau anak bandel ada dimana-mana dan enggak hanya di IPS, otak dan mataku mulai terbuka. Setelah aku pikirkan lagi, aku bukan sekedar enggak bisa sama materi IPA, tapi enggak suka juga, jadilah di SMA aku masuk IPS.

Perasaannya bagaimana setelah masuk IPS? Seru! Aku lumayan pemalu, tapi teman-teman di sana baik-baik dan banyak yang mengajak kenalan terlebih dahulu. Betah enggak? Betah dong! Terus bagaimana dengan pilihan prodi kuliah? Di SMA sudah ada sedikit pencerahan tentang kuliah dan prodi. Pertama kali kepikiran untuk masuk HI (Hubungan Internasional) atas saran dari ayah. Terus berlanjut ingin HI sampai masuk kelas 11, tapi nyatanya mulai goyah, “kok HI udah enggak semenarik dulu ya”. Terus cari-cari lagi dan menemukan Kesejahteraan Sosial. Tapi setelah aku periksa, hanya sedikit universitas yang punya Kesejahteraan Sosial di dalamnya. Di kelas 12, alhamdulillah aku termasuk siswa eligible dan bisa berlanjut untuk daftar SNMPTN. Aku pilih Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan di pilihan pertama yang ada di salah satu universitas di Yogyakarta. Hasilnya gagal. Aku sedih sekali kala itu, karena menurutku nilai rapor yang sudah aku siapkan selama 5 semester sudah sangat maksimal. Tapi dari situ aku bisa melihat pattern ku kalau aku berminat di prodi-prodi yang ada di ranah FISIP.

Berlanjut SBMPTN, aku taruh UNS di pilihan pertama. Karena selain universitas yang ada Yogyakarta, ada UNS juga yang aku mau sedari dulu. Tapi pilihan prodiku saat itu atas saran ayahku lagi dan sebenarnya aku kurang berminat, dan sepertinya Allah tahu aku enggak berminat di jurusan itu, jadi aku enggak lolos (padahal sedih juga karena enggak lolos SBMPTN). Sempat hopeless karena belum dapat universitas, aku daftar tes ujian mandiri di beberapa tempat, UNS salah satunya, dengan prodi yang berbeda, yaitu Ilmu Administrasi Negara. Aku memang cukup interest dengan politik, walaupun enggak sangat-sangat juga. Karena menurutku, hidup di Indonesia itu banyak serba-serbi yang diandili oleh politik. Jadi, aku pilih prodi Ilmu Administrasi Negara serta FISIP yang secara umum dekat dengan politik karena aku ingin mempelajari sesuatu yang “dekat” denganku dan society juga. Akhirnya Ilmu Administrasi Negara UNS datang ke pelukanku!!! Rasanya bahagia banget, dan anggota keluargaku juga turut senang akan kebahagiaanku.

Sekarang sudah tahu cita-citanya mau jadi apa? Sedikit sudah terlihat apa yang mau aku lakukan. Aku enggak ingin terburu-buru untuk akhirnya menemukan passion dan minatku, aku lebih memilih untuk santai dan menikmati prosesnya sambil diselingi dengan lebih mengenal diriku sendiri, dunia, dan sekitarnya.

1 Like