Keragaman budaya di Indonesia yang melimpah menjadi keunikan dan ciri khas tersendiri, dari mulai bahasa, makanan, kesenian, hingga pakaian adat yang menonjolkan identitas lokal setiap daerah.
Dilihat dari berbagai aspek keragamannya, pakaian adat menjadi satu hal yang menarik dan unik untuk kita telusuri. Salah satunya yaitu pakaian adat dari Suku Batak, Sumatera Utara yang merupakan salah satu suku terbesar di Indonesia.
Faktanya, suku yang ada di Sumatera Utara tak hanya Batak saja. Suku Batak sendiri pun memiliki jenis berdasarkan lokasi tinggal warga. Dengan begitu pakaian adat dari Sumatera Barat melimpah dan patut untuk dilestarikan.
Awalnya, ulos berfungsi sebagai penghangat badan bagi nenek moyang suku Batak yang hidup di kawasan pegunungan. Ulos pun menjadi simbol kehangatan bagi suku Batak kala itu. Berdasarkan pandangan suku Batak, terdapat tiga unsur yang menjadi dasar dalam kehidupan manusia, yakni darah, napas, dan panas. Darah dan napas merupakan pemberian Tuhan, tapi tidak dengan unsur panas.
Menurut suku Batak, panas matahari belum cukup untuk mengikis udara dingin. Alhasil, ulos menjadi salah satu sumber panas bagi suku Batak, selain matahari dan api. Seiring waktu berjalan, ulos bukan lagi sekedar kain penghangat tubuh.
Ulos menjadi kain yang melambangkan ikatan kasih sayang antara orangtua dan anak-anaknya atau antara satu orang dengan orang lain. Makna tersebut sesuai dengan filsafat Batak, yakni “Ijuk pengihot ni hodong. Ulos penghit ni halong” yang berarti ijuk pengikat pelepah pada batangnya dan ulos pengikat kasih sayang di antara sesama.
Selain wujud kasih sayang, ulos juga memiliki fungsi sebagai simbol untuk berbagai hal dalam seluruh aspek hidup suku Batak. Setiap ulos memiliki jenis, makna, dan fungsi masing-masing. Misalnya, ulos Mangiring dengan corak yang saling beriringan. Ulos ini melambangkan kesuburan dan kekompakan yang biasanya diberikan kepada anak yang baru lahir, terutama anak pertama. Kepada pengantin baru, biasanya diberikan ulos Ragi Hotang. Ulos ini merupakan simbol harapan dari pemberinya agar pasangan pengantin baru memiliki ikatan batin. Selain itu, ada ulos Suri-suri Ganjang yang juga dipakai pada waktu pesta pernikahan. Ulos jenis ini digunakan sebagai selendang (hande-hande) pada waktu menari dengan alunan musik Batak. Ulos Suri-suri Ganjang disebut pula sebagai ulos Gabe-gabe atau berkat karena digunakan oleh orangtua dari pihak istri untuk manggabei atau memberikan berkat kepada boru-nya (anak perempuannya).
Biasanya ulos dipakai dengan cara dihadanghon; dikenakan di bahu seperti selendang kebaya, atau diabithon; dikenakan seperti kain sarung, atau juga dengan cara dililithon; dililitkan dikepala atau di pinggang.
Berbicara soal harga, ulos dengan motif dan proses pembuatan sederhana relatif murah. Ulos kelas ini bisa dibeli dengan harga berkisar antara Rp. 600.000 sampai Rp.2.500.000 bahkan lebih. Sementara untuk ulos kelas atas dengan kualitas bahan yang baik dan proses pembuatan yang lebih rumit, bisa diperoleh dengan harga berkisar antara ratusan ribu rupiah hingga jutaan. Misalnya songket khas Batak yang digunakan pengantin pria pada upacara pernikahan adat Batak, dibandrol Rp. 7,5 juta.
Kini ulos memiliki fungsi simbolik untuk berbagai hal dalam segala aspek kehidupan orang Batak. ulos menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan adat suku Batak.
Mangulosi, adalah salah satu hal yang teramat penting dalam adat Batak. Mangulosi secara harfiah berarti memberikan ulos. Mangulosi bukan sekadar pemberian hadiah biasa, karena ritual ini mengandung arti yang cukup dalam. Mangulosi melambangkan pemberian restu, curahan kasih sayang, harapan dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Kain tenun ini merupakan pakaian khas suku Batak di Sumatera Utara, bentuknya menyerupai selendang dengan panjang sekitar 1,8 meter dan lebar 1 meter, kedua ujungnya berjuntai-juntai dengan panjang sekitar 15 cm dan pembuatan Ulos dilakukan oleh kaum perempuan mereka menenun dari benang kapas atau rami.
Alat tenunnya antara lain :
Tundalan (Pengikat Pinggang)
Turak Baliga (Pemisah Benang)
Langgiyang (Alat Penjaga Benang agar tidak kusut)
Patubobohon (Alat untuk mengukur panjangnya kain tenunan)
Selain sebagai penghangat badan dikala dingin menerjang,ulos sering kali dianggap sebagai jimat, yang mana kain ini diyakini mempunyai kekuatan yang mampu melindungi raga, yang didalam adat Batak disebut dengan Tondi terhadap roh jahat.
Warna kain juga mempunyai arti tersendiri seperti:
Putih (Melambangkan Kesucian dan kejujuran)
Merah (Melambangkan Kepahlawanan dan keberanian)
Kuning (Melambangkan Kaya/kesuburan)
Hitam (Melambangkan Duka)
Untuk pemakaiannya kain ulos tidak dapat dikenakan dengan sembarangan, dimana pemakaiannya harus sesuai dengan acaranya diantaranya seperti pada acara:
** Perkawinan
Menggunakan Ulos Ragi Idup yang bercorak Cerah
** Pemakaman
Menggunakan Ulos Ragi Hotang yang bercorak Gelap
Orang Batak juga mengenal upacara Mangulosi ini merupakan ritual Pemberian Kehangatan dan Kasih Sayang penerimanya, dan umumnya pemberi ulos itu adalah:
** Orang tua kepada anak-anaknya
** Adik kepada kakaknya
** Hula-hula (keluarga laki-laki dari pihak perempuan) kepada Boru.