Jejak Wiyata dari Sang Kuasa

Iseulifta

Tidak ada yang tahu bagaimana sebuah rangkaian kejadian dapat mengubah takdir. Terutama dalam kehidupanku.

Baiklah, tidak adil apabila tidak memberikan pengenalan. Inilah aku, si perempuan berkacamata dengan segala kekurangannya. Jadi, selamat datang di jejak perjalananku menuju gerbang “maha”-nya siswa.

Mari kita tarik kembali sang waktu pada masa di mana aku sedang mengalami “badai” kecil di hidupku. “Badai” yang sering membayangi pikiranku pada tahun 2020. “Badai” yang kumaksud adalah pertanyaan dari orang-orang sekitar.

“Mau milih kuliah di mana dan masuk prodi apa?”

Pertanyaan yang begitu mudah memporak-porandakan isi pikiranku. Lucunya, aku sendiri bahkan belum bisa menjawab pertanyaan sederhana itu. Bahkan, pada masa itu, harapanku untuk bisa mendapatkan kuota SNMPTN juga sudah mulai surut. Semakin lama, semakin tidak mengenali diriku lagi. Sebab, saat itu, aku benar-benar belum ada tujuan apa pun untuk diriku di masa depan. Itu bukan aku.

Pagi itu, tidak ingat pastinya sang jarum jam menunjuk ke angka berapa, jantungku berdesir kala melihat pesan WhatsApp yang di dalamnya terdapat pengumuman bahwa pihak SMA-ku telah mengeluarkan daftar siswa-siswa penerima kuota SNMPTN. Mataku terbelalak seiring dengan badan yang terasa panas dingin ketika membaca daftar di dalam dokumen tersebut bahwa di dalamnya terdapat namaku. Bersyukur dan bahagia.

Lalu, tibalah pada pendaftaran SNMPTN. Itu artinya, aku harus siap untuk memilih prodi, jurusan, dan universitas. Pada akhirnya, aku berdiskusi dengan kedua orang tuaku tentang keinginanku dalam memilih pilihan di SNMPTN. Diskusi alot itu berjalan hingga berjam-jam dan pastinya padat akan perbedaan pendapat antara aku dan beliau. Pilihan yang kuajukan kepada beliau ternyata jauh dari harapan beliau kepadaku. Keduanya menginginkan aku memilih prodi dan jurusan yang jelas pekerjaannya di kehidupan aku mendatang, sedangkan aku lebih memilih pada pilihan yang menjadi hasil pemikiran idealisku. Belum lagi tentang pilihan universitas. Beliau tidak menyarankan aku dengan pilihan universitasku. “Terlalu jauh”, itulah alasan beliau. Situasi yang membingungkan ditambah dengan semakin dekat pula dengan penutupan pendaftaran SNMPTN.

Pilihan orang tua yang menginginkanku masuk ke fakultas dan prodiku yang sekarang memang menjadi pilihan sulit buatku. Sebab, jujur, pilihan itu tidak pernah sama sekali bersarang di dalam pikiranku. Lalu, ibuku berbicara kepadaku di kala pikiranku sulit untuk membuat keputusan akan hal ini. Beliau berkata, “Kamu kalau nanti milih prodi itu, Ibu yakin kamu akan menjadi kebermanfaatan bagi sesama dan pahalamu akan terus mengalir. Contohnya ketika kelak kamu menjadi seorang ibu, maka anakmu pasti akan sangat terbantu dengan ilmu yang pernah kamu pelajari di prodi itu. Coba pilihlah pilihanmu itu dari sisi akhirat juga.”

Ya, benar bahwa kalimat dari ibuku ini yang mengubah pikiran idealisku bahkan takdirku. Aku coba refleksikan. Lalu, Bismillah! Aku putuskan memilih pilihan itu semua karena Allah SWT dan kebaikan hidupku di masa yang akan datang.

Senin, 22 Maret 2021 pada sore hari, aku sudah siap dengan semua kemungkinan terburuknya. Lalu, ternyata Allah SWT memberiku kesempatan mendapatkan tulisan biru itu. Tulisan yang menyatakan bahwa aku lolos SNMPTN di universitasku sekarang. Sungguh, bersyukur dan senangnya berkali-kali lipat.

Detik itu juga, takdirku sudah berubah. Kejadian inilah yang mengajarkanku bahwa hidup itu harus diorientasikan bukan hanya untuk kebahagiaan dunia semata, tetapi kebahagiaan akhirat pula.

Sumber gambar : Deladeln (Pinterest)