Jadian, Yuk, Sama Frasa Endosentris! Canda Jadian, Haha

frasa endosentris
Designed by: Canva

Frasa endosentris. Eh, penulisan yang benar frasa atau frase, sih? Kita lihat KBBI dahulu, yuk! Ah, ternyata penulisan yang benar ialah frasa. Okelah, sebelum masuk pada inti pembahasan mengenai frasa endosentris, apa, sih, yang dimaksud dengan frasa? Frasa adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih, yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa (Cook, 1971:91; Elson and Pickett, 1969:73) atau yang tidak melampaui batas subjek atau predikat (Ramlan, 1976:50).

Tahu, nggak, frasa bersifat nonpredikatif, lo, artinya frasa hanya terdiri dari salah satu fungsi, bisa subjek, verba, maupun diawali preposisi. Lalu, berdasarkan tipe strukturnya, frasa dibedakan menjadi dua, yaitu frasa eksosentris dan frasa endosentris. Sekarang, mari berkenalan dengan frasa endosentris karena tak kenal maka tak jadian, hahaha.

Frasa endosentris—atau yang juga dinamai endosentrik—adalah frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua unsurnya maupun salah satu dari unsurnya. Misalnya pada kalimat “Kita duduk berdua mengenang cerita lama.”, aduh contohnya bikin baper, ya. Frasa duduk berdua mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya, yakni dengan unsur duduk. Frasa cerita lama juga mempunyai persamaan distribusi dengan unsurnya, yakni dengan unsur cerita. Oh iya, frasa endosentris ini dibedakan menjadi empat golongan, yaitu (1) frasa endosentris zero, (2) frasa endosentris koordinatif, (3) frasa endosentris atributif, dan (4) frasa endosentris apositif.

Yang pertama ada frasa endosentris zero. Frasa ini terdiri atas satu unsur saja yang berupa kata dan satu unsur itu menjadi inti. Contohnya dalam kalimat “Aku suka hujan.”. Kalimat itu terdiri atas tiga frasa, yakni frasa aku, suka, dan hujan yang pada masing-masing frasanya terdiri atas satu kata, yaitu aku, suka, dan hujan. Itulah yang disebut frasa endosentris zero.

Selanjutnya ada frasa endosentris koordinatif. Tunggu, deh, koordinatif itu setara atau bertingkat, sih? Kira-kira masih ingat, tidak? Tidak, ya? Hahaha. Baik, koordinatif itu setara. Frasa ini terdiri atas unsur-unsur yang memiliki kedudukan setara. Kesetaraannya dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan konjungsi dan atau atau. Misalnya, nih, “bulan bintang”. Dalam kata tersebut, dapat diberikan sisipan dan atau atau sehingga menjadi “bulan dan bintang” dan “bulan atau bintang”. Memangnya hanya “aku kamu” saja yang bisa menjadi “aku dan kamu” ? Frasa juga bisa, dong.

Ketiga, frasa endosentris atributif. Frasa golongan ini terdiri atas unsur-unsur yang tidak setara. Karenanya, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan dengan konjungsi dan atau atau. Contohnya, “sedang rindu”. Kata rindu merupakan unsur pusat (UP). UP adalah unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frasa dan secara semantik merupakan unsur yang terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atribut. Contoh lain ialah “kenangan manis”, di mana unsur kenangan merupakan unsur pusat dari frasa tersebut dan manis menjadi atribut atau pelengkapnya. Begitulah kira-kira kenangan kita akan menjadi manis apabila terus mengukir cerita bahagia, haha.

Oke, terakhir, nih. Frasa endosentris apositif. Coba simak kalimat berikut, “Yogyakarta, kota gudeg selalu menyimpan cerita di atas bentalanya.”. Nah, kira-kira apa frasa endosentris apositif dalam kalimat itu? Seperti ini, deh, sederhananya, pada frasa ini unsur-unsurnya tidak dapat dihubungkan dengan konjungsi dan atau atau serta secara semantik unsur yang satu sama dengan unsur lainnya dan dapat menggantikan unsur tersebut. Jadi, pada kalimat itu, frasa endosentris apositifnya ialah Yogyakarta, kota gudeg, di mana unsur kota gudeg dapat menggantikan unsur Yogyakarta. Unsur Yogyakarta merupakan UP, sedangkan unsur kota gudeg merupakan aposisi.

Bagaimana? Sudah cukup kah berkenalan dengan frasa endosentris? Kalau sudah, jadian, jangan? Atau hanya ingin berteman? Haha. Baiklah, kita sudah sampai di penghujung bersemuka. Kalau ada hal-hal yang ingin disampaikan, tulis di kolom komentar, okay? See, ya!

__

REFERENSI

Henry, G. T. (2009). Prinsip-Prinsip Dasar Sintaksis. Bandung: Angkasa.

Supriyadi. (2014). Sintaksis Bahasa Indonesia. Gorontalo: UNG Press.

1 Like