Implikasi Rekonstruksi Dalam Linguistik Bandingan Historis

Hubungan-hubungan antar bahasa kerabat maupun usaha menemukan bentuk protonya dapat dilihat dalam bidang fonologi dan morfologi, serta hubungan sintaksis, walaupun tidak memuaskan. Kedua tataran pertama membawa hasil yang jauh lebih memuaskan, walaupun tidak mencakup seluruh unsur kedua tataran tersebut. Korespondensi ini masih dapat menurunkan sejumlah kesimpulan teoretis yang dapat memberi gambaran mengenai peristiwa perkembangan bahasa-bahasa pada masa lampau. Kesimpulan tersebut menyangkut persoalan: apakah ada pola-pola perubahan fonetis yang dapat disimpulkan secara universal, perubahan-perubahan fonetis mana yang terjadi dalam perkembangan bahasa-bahasa, perubahan-perubahan morfologis yang mana yang dapat dicatat, apakah ada tendensi runtunan waktu dalam korespondensi fonemis dan bagaimana status bentuk-bentuk rekonstruksi untuk menjelaskan bermacam-macam peristiwa bahasa dewasa ini.

Pada waktu mengadakan rekonstruksi fonem-fonem proto, tampak bahwa perubahan sebuah fonem proto ke dalam fonem-fonem bahasa kerabat sekarang ini berlangsung dalam beberapa macam tipe. Pola-pola pewarisan yang terpenting diantaranya pewarisan linear, pewarisan dengan perubahan, pewarisan dengan penghilangan, dan sebagainya.

Pewarisan Linear

Pewarisan linear adalah pewarisan sebuah fonem proto dalam bahasa sekarang dengan tetap mempertahankan ciri-ciri fonetis fonem protonya. Misalnya fonem proto */p/ menurunkan fonem /p/ dalam bahasa A, fonem */d/ menurunkan fonem /d/, dan sebagainya, Fonem-fonem Austronesia Purba dalam kata */ikan/ diturunkan secara linear dalam kata /ikan/ pada bahasa Melayu sekarang, fonem-fonem proto dalam kata */rakit/ Austronesia Purba diturunkan secara linear dalam kata Melayu /rakit/, dan sebagainya.

Pewarisan dengan Perubahan

Pewarisan dengan perubahan terjadi bila suatu fonem proto mengalami perubahan dalam bahasa sekarang. Misalnya fonem proto Austronesia Purba */i/ dalam kata /ikur/ ’ekor’ berubah menjadi fonem /e/ dalam kata /ekor/ bahasa Melayu. Fonem / l/ AustronesiaPurba dalam kata */Iamuk/ menjadi /ǹ/ dalam kata /namuk/ bahasa Melayu sekarang. Fonem/ə/ Austronesia Purba menjadi /a/ dalam bahasa Melayu sekarang, seperti tampak pada kata/ənəm/ Austronesia Purba menjadi /ənam/ bahasa Melayu.

Pewarisan dengan Penghilangan

Pewarisan dengan penghilangan adalah suatu tipe perubahan fonem di mana fonem proto menghilang dalam bahasa sekarang. Misalnya fonem */a/ dalam suatu bahasa proto berubah menjadi fonem zero /ɵ/ dalam bahasa sekarang. Dalam bahasa Austronesia Purba ada kata */hubi/ ’ubi’ dalam bahasa Melayu menjadi kata /ubi/. Kata /turut/ dalam bahasa Jawa Kuno menjadi /tut/ dalam bahasa Jawa sekarang yang memperlihatkan hilangnya fonem /r/.

Pewarisan dengan Penambahan

Pewarisan dengan penambahan adalah munculnya fonem baru dalam bahasa sekarang sedangkan dalam bahasa proto tidak terdapat fonem semacam itu dalam segmen tertentu (dalam beberapa bahasa dikenal sebagai sitilah vokalisasi atau penambahan vokal pada suku kata akhir yang tertutup dan nasalisasi homorgan atau penambahan sengau homorgan sebelum sebuah konsosnan). Misalnya dalam bahasa Austronesia Purba ada kata /pat/ ‘empat’ menjadi /əmpat/ dalam bahasa Melayu.

Penggalan Parsial

Penggalan parsial atau penghilangan sebagian adalah proses pewarisan di mana sebagian dari fonem proto menghilang dalam bahasa kerabat sedangkan ciri lain bertahan dalam bahasa tersebut. Misalnya dalam bahasa Inggris, fonem /k/ dalam bahasa Inggris Kuno ada yang bertahan ada juga yang menghilang. Dalam kata acknowledgement fonem /k/ bertahan sedangkan dalam kata knowledge fonem /k/ menghilang walaupun secara ortografis dipertahankan.

Perpaduan atau Merger

Perpaduan atau merger adalah perubahan bunyi di mana dua fonem proto atau lebih berpadu menjadi satu fonem baru dalam bahasa sekarang. Penggabungan juga dapat terjadi antara satu fonem purba dengan satu ciri fonem lainnya. Misalnya dalam bahasa Austronesia Purba */hatay/ ‘hati’, */apuy/ ‘api, fonem /ay/ dan /uy/ menjadi /i/ dalam bahasa Melau menjadi /hati/ dan /api/.

Pembelahan (Split)

Pembelahan atau split adalah suatu proses perubahan fonem di mana fonem proto membelah diri menjadi dua fonem baru atau lebih atau suatu fonem memantulkan sejumlah fonem yang berlainan dalam bahasa kerabat atau dalam bahasa yang lebih muda. Misalnya fonem /ə/ dalam bahasa Austronesia Purba menurunkan fonem /ə/ dalam bahasa Karo dan Melayu, kecuali /ə/ pada suku kata akhir maka akan menjadi /a/.

Selanjutnya, terdapat macam-macam perubahan bunyi.Perubahan bunyi dibedakan dari tipe perubahan bunyi secara individual, yakni semata-mata mempersoalkan bunyi proto tanpa dikaitkan dengan fonem-fonem lain dalam lingkungan yang dimasukinya. Sebaliknya, macam-macam perubahan yang didasaekan pada hubungan bunyi tertentu dengan fonem lain dalam sebuah segmen. Perubahan-perubahan yang dimaksud antara lain, asimilasi, disimilasi, metatesis, dan sebagainya.

Asimilasi

Asimilasi merupakan proses perubahan bunyi di mana dua fonem berbeda dalam bahasa proto mengalami perubahan dalam bahasa sekarang dan menajdi fonem yang sama. Dlam bahasa proto german vokal /e/ diasimilasikan menjadi /i/ dalam suku kata berikutnya, seperti tampak dalam kata /mijis/ Gotik, Inggris Kuno /midd/ ‘tengah’, Latin Medois. Asimilasi jenis ini yang jauh jangkauannya (tak langsung) dalam bahasa Jerman terjadi dalam masa-masa awal terjadinya dialek-dialek, dan umumnya dikenal dengan istilah umlaut atau mutasi. Fonem pra-Inggris Kuno /a-o-u/ panjang entah pendek, yang terletak di depan /y/ atau di depan /i/ panjang atau pendek, dari suku kata berikutnya akan menjadi y lalu i.

Disimilasi

Disimilasi adalah suatu proses perubahan bunyi yang merupakan kebalikan dari asimilasi. Proses ini berwujud perubahan serangkaian fonem yang sama menjadi fonem-fonem yang berbeda. Bila asimilasi terjadi karena usaha penyederhanaan, maka sebaliknya disimilasi terjadi karena rasa kelegaan. Dalam bahasa Ngaju Dayak suatu urutan fonem /s…s/ akan didisimilasikan menjadi /t…s/. Hal ini disimpulkan dengan mempergunakan bahasa Melayu sebagai bahan perbandingan untuk memperoleh bentuk protonya.

Melayu : sisik - susu ‘sisik, ‘susu’

Ngaju : tisik - tuso

Tagalog : sisid - suksok ‘menyelam’, ‘menusuk’

Ngaju : teser - tusok

Atau seperti terlihat dalam kata-kata Austronesia Purba berikut yang berubah dengan proses disimilasi untuk menurunkan kata kerabat dalam bahasa Melayu.

Perubahan Berdasarkan Tempat

Perubahan bunyi yang bersifat asimilatif dan disimilatif dilihat dari sudut perubahan kualitas bunyi. Di samping kualitas bunyi ada juga perubahan lain yang semata-mata. Dilihat dari tempat terjadinya perubahan bunyi pada sebuah bentuk. Berdasarkan tempatnya dapat diperoleh beberapa macam perubahan bunyi seperti metatesis, aferesis (apheresis), sinkop (syncope), apokop (apocope), protesis, epentesis dan paragog.

Metatesis merupakan suatu proses perubahan bunyi yang berujud pertukaran tempat dua fonem. Dalam bahasa Austronesia Purba terdapat kata *t’ilak dalam bahasa Melayu menjadi kilat, Austronesia Purba *kikil dalam bahasa Lamalera menjadi kelik’ketiak’. Austronesia Purba ketip menjadi petik dalam bahasa Melayu. Malahan proses metatesis inijuga masih bekerja terus dalam bahasa yang sama sehingga dihasilkan bentuk ganda untuk suatu pengertian yang sama atau mirip seperti dalam kata-kata Indonesia atau Melayu berikut: rontal-lontar, peluk-pekul, beting-tebing, apus-usap-sapu, lulut-telut-berantas-banteras, kelikir-kerikil, resap-serap, tebal-lebat, dan sebagainya.

Aferesis adalah suatu proses perubahan bunyi antara bahasa kerabat berupa penghilangan sebuah fonem pada awal sebuah kata. Antara bahasa Austronesia Purba dan Polinesia Purba bisa terjadi peristiwa kebahasaan ini: dukut->ukut ‘menyelam’, *rabi->*afi ‘malam’, *rebah ‘rebah’->*ofa ‘binasakan’, *hatay-> *ate ‘hati’, *halul->*atu ‘teratur’, *higun-> *isu ‘hidung’, *hubi->*ufi ‘ubi’, *hudan->*ua ‘hujan’, *henay->*one ‘pasir’. Begitu juga antara Austronesia Purba dan bahasa Melayu terjadi aferesis dalam bahasa Melayu.

Jadi, implikasi rekonstruksi mengemukakan metode-metode untuk menemukan bentuk bahasa proto. Hubungan-hubungan antar bahasa kerabat maupun usaha menemukan bentuk protonya dapat dilihat dalam bidang fonologi dan morfologi, serta ada juga usaha untukmelihat hubungan sintaksis, walaupun tidak memuaskan. Kedua tatarn pertama membawahasil yang jauh lebih memuaskan. Walaupun tidak mencakup seluruh unsur kedua tatarantersebut.Pola-pola pewarisan yang terpenting adalah pewarisan linear, pewarisan denganperubahan, pewarisan dengan penghilangan, pewarisan dengan penambahan, penanggalanparsial, perpaduan, pembelahan. Sedangkan macam-macam perubahan bunyi ada empat yaitu; asimilasi, dismilasi, perubahan berdasarkan tempat, dan perubahn-perubahan lain.

Perubahan morfemis yang terjadi pada sebuah kata atau sebuah morfem sejauh hanya perubahan bunyi tidak merupakan objek perubahan morfemis. Tetapi bila perubahan-perubahan itu terjadi berdasarkan percontohan bentuk-bentuk morfem yang lain, maka perubahan itu dimasukkan dalam perubahan morfemis. Status bentuk rekonstruksi, bagi setiap keluarga bahasa, bahasa proto dapat dianggap sebagai suatu bahasa induk yang khusus sedangkan bentuk-bentuk rekonstruksi dapat diperlakukan sebagai mewakili bahan dokumentasi dari zaman sejarah. Hal ini mengingatkan bahwa keadaan sebenarnya barangkali berlainan dengan bentuk rekonstruksi.

Disarikan dari buku Linguistik Bandingan Historis karya Gorys Keraf halaman 79-105.

REFERENSI

Keraf, Gorys. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.