Gen Z Yang Selembek Buah Stroberi, Katanya.

Kita sering mendengar orang-orang dari generasi di atas kita berkata bahwa generasi zaman sekarang tidak lebih baik atau bahkan lebih buruk dari mereka. Entah dari mental, pola pikir, kultur hidup maupun cara berinteraksi satu sama lain, pasti ada saja yang dikomentari dan dikritik. Sayangnya, kritik disini lebih banyak yang menjatuhkan dan mengolok-olok dibanding kritik membangun yang berguna bagi perkembangan pola pikir generasi muda.

Di media sosial yang sudah banyak diakses orang-orang dari berbagai kalangan sering ditemui orang-orang yang bertukar pikiran, berpendapat secara bebas, bahkan adu ketikan. Tentu saja orang-orang yang berada di balik ribuan akun media sosial tersebut merupakan orang-orang dari berbagai generasi yang sangat variatif, dan jika diamati lebih dalam, kita terkadang bisa melihat dari generasi tahun berapakah ia dari opini yang disampaikannya. Jika ada orang dari generasi yang berbeda tidak setuju dengan opini tersebut lantaran menurutnya sudah tidak relevan lagi dan tidak memiliki nilai guna di masa sekarang, ia akan menimpalinya. Lalu ditimpali lagi oleh orang lain yang berbeda sama sekali dari dua generasi yang sedang berargumen tadi dan terkadang membuat ruang bicara menjadi tidak kondusif dan lebih bernuansa debat kusir.

Cara hidup orang zaman dahulu dan sekarang sudah jauh berbeda. Tantangan yang dihadapi juga sangat berbeda dan memiliki kompleksitas tersendiri yang tidak bisa disamakan ataupun dibanding-bandingkan satu dengan yang lainnya. Namun tentu saja kita sebagai individu tidak bisa mengontrol apa saja yang dilontarkan seseorang terhadap diri kita, yang bisa kita lakukan adalah memilah yang bagus dari ucapannya dan menerapkan hal tersebut agar meningkatkan kualitas diri kita. Cara setiap orang mengelola kritikan di dalam hati dan pikirannya tentu beragam pula, ada beberapa yang terbuka dan cenderung berpola pikir Growth Mindset namun tak sedikit juga yang berpola pikir Fixed Mindset.

Lalu bagaimana cara kita sebagai generasi muda menggunakan segala macam kritik tersebut secara bijak dan membuatnya menjadi berdampak baik untuk kemajuan pembangunan bangsa dan masyarakat?

Pada akhir bulan Februari lalu, topik tentang Strawberry Generation cukup hangat diperbincangkan di media sosial TikTok dan Twitter. Strawberry Generation adalah sebutan yang disematkan untuk generasi yang lahir sekitar tahun 1997-2012 yaitu Generasi Z dari generasi yang lebih tua dua sampai empat dekade sebelumnya. Namanya yang diambil dari nama buah yang mudah hancur dan mudah ringkih ini, bisa kita telaah bahwa Generasi Z disebut-sebut generasi yang sangat sensitif, memiliki ketahanan mental yang lemah, dan tidak bisa menangani tekanan hidup dengan baik secara mental maupun fisik. Tentu saja topik ini menuai berbagai macam tanggapan dari berbagai sudut pandang, ada yang pro namun tak sedikit pula yang kontra.

Menanggapi fenomena seperti ini, tentu ada baiknya kita memahami terlebih dahulu bahwa latar belakang setiap generasi sangat berbeda, mulai dari tantangan ekonomi, teknologi, globalisasi, bahkan pergaulan. Di zaman sekarang informasi sangat cepat dikonsumsi oleh siapa saja tanpa disaring sedikitpun, kelebihan informasi ini membuat generasi zaman sekarang juga ditantang untuk berpikir dengan cepat pula, berbeda dengan zaman bapak ibu atau kakek nenek kita dahulu yang mana hanya mendapatkan informasi dari dua platform, yaitu radio dan televisi, dua platform utama tersebut juga sudah disaring isi dan kontennya oleh pemerintah. Jika ingin dibandingkan pun, sudah sangat jelas bahwa tidak ada yang bisa dibandingkan karena memang tidak sepadan, tidak setara, dan tidak sama.

Pada dasarnya generasi muda zaman sekarang malah dituntut lebih kuat, lebih cerdas, dan lebih selektif dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari selektif terhadap budaya barat yang masuk ke Indonesia, cerdas dalam mengambil keputusan dan cerdas mencari kesempatan di tengah perekonomian yang semakin sengit pertarungannya, kuat menghadapi perkembangan dan globalisasi di segala macam sendi kehidupan. Generasi Z juga sangat peka terhadap isu sosial seperti isu kesehatan mental, kesetaraan gender, rasisme, dan lain lain yang menjadi keunggulan dan gebrakan inovasi dari generasi yang disebut lemah mental ini. Apakah sikap sadar dan peka terhadap isu-isu yang selama ini dikesampingkan oleh generasi terdahulu merupakan tanda kelemahan mental suatu generasi? Tentu saja tidak.

Kalimat-kalimat menjatuhkan dari para generasi terdahulu jelas tidak perlu diambil pusing, malah mencerminkan bahwa dahulu saat mereka menghadapi masalah, mereka tidak berusaha untuk menyadari, mencari sumber dan meneliti letak permasalah dan malah memilih kekerasan sebagai jalan pintas agar masalah cepat selesai walaupun tindakan seperti itu akan meninggalkan sisaan trauma yang bisa saja membuat orang lain trauma pula di kemudian hari, tentu hal itu bukanlah cara yang tepat dalam menghadapi masalah. Kita sebagai generasi masa kini tidak perlu mengikuti metode pemecah masalah yang kurang tepat seperti itu.

Namun ada banyak hal yang bisa kita ambil pelajarannya dari generasi terdahulu untuk kita aplikasikan di kehidupan, karena segala sesuatu tentu memiliki sisi positif dan negatif. Seperti contohnya, tentang kesopanan dan moral yang sangat dijunjung tinggi. Bagaimana cara bersikap dan berperilaku dengan orang yang lebih tua, lebih muda, dan dengan yang sebaya. Pantang menyerah pada keadaan dan tidak takut akan cibiran orang lain merupakan salah satu sifat generasi terdahulu yang patut diacungi jempol dan dicontoh. Memegang teguh adab dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa juga salah satu hal yang wajib kita aplikasikan di kehidupan yang kini sangat beragam tantangannya.

Mengkombinasikan nilai-nilai keluhuran budi khas ketimuran dengan gaya hidup produktif, berpikiran terbuka, dan tidak takut menghadapi tantangan zaman khas negri barat bukan hanya akan meningkatkan taraf hidup kita sebagai seorang individu, tapi juga akan berdampak baik bagi masyarakat sekitar bahkan bagi bangsa Indonesia. Kita akan memiliki generasi penerus yang tentunya perlu bimbingan dan arahan yang baik agar bisa membawa bangsa kita ke pintu kejayaan, maka dari itu kita harus bisa memberi inspirasi dari hal sekecil apapun untuk generasi mendatang atau bahkan untuk generasi terdahulu. Kontribusi kawula muda bisa dilihat dari banyaknya profesi yang dulunya tidak dianggap menjanjikan atau bahkan tidak ada bermunculan dan menjamur di berbagai platform sosial media, seperti contohnya konten kreator, influencer, programmer, social media specialist.

Dengan berbagai macam cara dan kreatifitas yang kita miliki, tentu kita mampu mengubah kritikan menjadi motivasi agar bisa berdampak baik bagi bangsa dan tanah air, menginspirasi serta memberi contoh yang baik kepada generasi selanjutnya dan mampu bersaing secara global dan membanggakan nama Indonesia di kancah dunia. Sudah seharusnya bagi kita menjadi pribadi yang terbuka pemikirannya, memiliki kecerdasan akademis maupun emosional, dan mampu menerima kritik lalu menjadikannya sebuah motivasi dan masukan untuk mengembangkan diri. Karena sesungguhnya bagaimanapun perkataan orang lain mengenai diri kita, hanya diri kitalah yang berwenang untuk menerimanya bulat -bulat atau menerimanya dengan cara membuang yang buruk dan mengolah yang baik dengan tepat.

Di setiap generasi pasti memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing, namun hal tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk saling menghujat dan membandingkan satu sama lain tanpa dasar ilmu yang jelas dan logis. Meninggikan ego dengan cara menjatuhkan orang lain bukanlah suatu sikap yang benar jika ingin bangsa ini semakin maju. Sudah saatnya kita, generasi tua, muda, ataupun generasi mendatang bersatu, bersama-sama memajukan bangsa ini dengan terus menginspirasi satu sama lain dari hal terkecil yang mampu kita lakukan, berbuat baik dan terus memberi dampak positif bagi bangsa, negara, dan dunia.