Gagal SNMPTN Bukan Akhir Dari Segalanya

Pada 11 Januari 2021, aku mendapat kabar bahagia yang tak pernah terpikirkan olehku. Grup Whatsapp sekolah yang mulanya sepi, tiba-tiba menjadi ramai karena guru mengirim daftar nama siswa yang boleh mendaftar SNMPTN. Dengan hati berdebar tak karuan, aku membuka file-nya, lalu menemukan namaku terselip di situ sebagai siswa eligible SNMPTN. Teman-temanku pun langsung ramai memberiku selamat.

Senang? Tentu saja. Namun, yang membuatku sedih adalah, di antara aku dan ke empat temanku lainnya, hanya aku yang berkesempatan mendapat kuota SNMPTN. Aku merasa ini adalah tiket emasku untuk masuk ke univ yang kuimpikan, tanpa harus belajar SBMPTN lagi. Jujur, aku sudah pasrah dalam menghadapi SBMPTN, apalagi nilai Try Out-ku selalu anjlok. Walaupun begitu, aku ngotot ingin memilih Ilmu Komunikasi UNS sebagai pilihan pertama, namun orangtuaku tidak mengizinkannya. Mereka menginginkan aku mendaftar Ilmu Administrasi Negara UNS.

Tentu saja awalnya sangat berat, tapi aku percaya, dengan mengikuti perintah orangtuaku, aku bisa lolos SNMPTN. Aku percaya diri bahwa rata-rataku termasuk aman, bahkan setelah konsultasi dengan guru BK, mereka bilang bahwa nilaiku bisa membuatku lolos. Selain itu, banyak kakak kelasku yang lolos SNMPTN dengan jurusan Ilmu Administrasi Negara UNS. Aku semakin membuncah, membayangkan mendapatkan kata “selamat” pada 22 Maret 2021.

Namun ternyata takdir berkata lain. Sore itu, ketika aku masih mengikuti bimbingan belajar, pengumuman SNMPTN sudah keluar. Di luar kelasku, anak-anak yang mendapatkan biru sudah bersorak ria. Sementara aku masih belum berani membuka hasilku. Karena aku takut, akhirnya aku meminta saudaraku untuk membuka hasilnya.

Ya, hasilnya merah.

Kecewa? Sangat. Aku merasa kecewa dan sedih, karena harapanku sangat tinggi agar bisa lolos di jalur ini. Apalagi, persiapan SBMPTN-ku masih sangat kurang yang membuatku semakin sedih. Setelah mengetahui bahwa aku mendapat hasil merah, aku langsung menangis di depan teman-temanku, padahal kelas masih berlangsung. Malu? Entahlah, yang kurasakan saat itu hanya perasaan kecewa yang teramat dalam. Untunglah, ada banyak orang baik di sekitarku yang tetap memberiku semangat.

Akhirnya, seminggu kemudian, aku mulai melupakan patah hatiku terhadap jalur undangan itu dan lebih giat lagi untuk belajar SBMPTN. Awalnya masih terasa berat dan aku masih sering menangis. Tapi, ada kata-kata yang membuatku bangkit yaitu: bukan hanya aku yang menatap hasil merah di layar laptop. Bahwa aku tak sendirian. Hal itu membuat semangatku perlahan-lahan berkobar lagi.

Walaupun persiapakanku dalam SBMPTN masih kurang, aku memilih gelombang pertama sedangkan teman-temanku kebanyakan gelombang kedua. Dan benar, saat mengerjakan pun aku kesusahan dengan soal-soalnya. Aku hanya berdoa serta mengandalkan keahlianku dalam ‘nembak’ jawaban.

Hari H pengumuman, aku sudah pesimis, bahkan aku menangis di depan ibuku karena aku takut gagal lagi, untunglah beliau sangat suportif. Setelah mengumpulkan keberanian dan setelah sholat ashar, aku memberanikan diri membuka
pengumuman SBMPTN dan yang pertama kali kulihat adalah kata “SELAMAT” dan bukan “SEMANGAT” lagi, dengan tulisan lolos di pilihan pertama SBMPTN-ku yaitu Ilmu Administrasi Negara UNS. Alhamdulillah.

Sekian pengalaman tentang bagaimana saya bisa berakhir di prodi Ilmu Administrasi Negara UNS, terimakasih sudah membaca.