Filosofi, Sejarah, Asal Mula, Ritual, dan Perkembangan Kesenian Dongkrek Asli Madiun

Indonesia adalah negara yang memiliki beragam kebudayaan, mulai dari tari, lagu, bahasa, dan adat-istiadat. Masing-masing daerah di Indonesia memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda-beda.

Filosofi Kesenian Dongrek

Kesenian Dongrek tersebut memiliki makna filosofi yang dipercaya dan diagungkan oleh masyarakat sekitar. Di kota tempat tinggal saya sendiri, yaitu Madiun juga memiliki beragam kesenian, salah satunya adalah Tari Dongkrek.

Sejarah Kesenian Dongkrek

Dongkrek merupakan kesenian asli yang berasal dari Madiun. Masyarakat Madiun percaya bahwa kesenian Dongkrek yang merupakan warisan dari tahun 1867 bisa mengusir pagebluk yang melanda.

Bahkan, beberapa waktu lalu masyarakat Madiun mengadakan kirab Dongkrek dengan harapan bisa membersihkan wabah COVID-19 yang menyerang bangsa ini. Hal itu dikarenakan kesenian Dongkrek lahir untuk mengusir pagebluk yang terjadi saat itu.

Meskipun begitu, dalam pelaksanannya, masyarakat Madiun tetap berdoa kepada Tuhan untuk meminta pertolongan karena mereka percaya bahwa semua keberkahan dan keselamatan datangnya dari Tuhan.

Asal Mula Kata Dongkrek

Kesenian ini diberi nama “Dongkrek” karena diambil dari bunyi musik yang mengiringi, yaitu suara dari kendang yang berbunyi “dung” dan suara dari korek yang berbunyi “krek” jika digesek. Kemudian, dua kata tersebut disatukan menjadi nama “Dongkrek”. Akan tetapi, dalam perkembangannya, untuk menciptakan iringan musik yang merdu dibutuhkan alat musik lain, seperti kentongan, kenung, gong, dan lain-lain.

Asal Mula Kesenian Dongkrek

Kesenian Dongkrek bermula dari Desa Mejayan yang saat itu dipimpin oleh Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro sedang mengalami musibah berupa pagebluk yang mematikan.

Pagebuk itu dikenal dengan nama Pageblug Mayangkoro . Banyak warga yang meninggal secara mendadak. Kemudian, Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro bertapa untuk meminta pertolongan. Dalam pertapaannya, beliau mendapat sebuah petunjuk agar membuat suatu tarian yang mengiringi keluarnya makhluk jahat dari Desa Mejayan.

Dari petunjuk itulah kemudian Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro menciptakan sebuah kesenian Tari Dongkrek. Kemudian, Tari Dongkrek berkembang di seluruh wilayah Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Topeng Dalam Kesenian Dongkrek

Kesenian Dongkrek dibawakan oleh penari yang mengenakan berbagai topeng yang memiliki watak dan filosofi masing-masing. Ada topeng raksasa atau dalam bahasa daerah disebut buto, topeng perempuan, dan topeng orang tua yang sakti.

Arti Topeng Dalam Kesenian Dongkrek

Topeng raksasa menggambarkan makhluk jahat yang menyebabkan pagebluk di Desa Mejayan. Topeng raksasa sendiri terdiri dari: topeng raksasa merah, topeng raksasa hitam, dan topeng raksasa kuning. Masing-masing topeng raksasa tersebut menggambarkan watak kejahatan dan keburukan yang berbeda-beda.

Topeng perempuan diberi nama Roro Perot dan Roro Ayu. Mereka menggambarkan penduduk desa yang diincar oleh makhluk jahat. Topeng orang tua menggambarkan manusia baik hati yang menolong perempuan yang ingin diculik oleh makhluk jahat.

Kisah dan Cerita Dalam Kesenian Dongkrek

Dikisahkan dua orang perempuan sedang dikelilingi oleh para raksasa yang ingin menculik dan memangsa perempuan tersebut. Kemudian, muncul lelaki tua yang mengusir raksasa tersebut dengan tongkat saktinya. Orang tua dengan didampingi kedua perempuan itu mengusir pasukan raksasa agar keluar dari Desa Mejayan. Pada akhirnya, musnahlah pagebluk yang selama itu menimpa Desa Mejayan.

Ritual Sakral Dalam Kesenian Dongkrek

Kesenian Dongkrek adalah ritual sakral yang persembahannya harus mempertimbangkan hari dan Ubarampe. Para penari dalam kesenian ini adalah laki-laki yang sebelumnya sudah melakukan tirakat. Ubarampenya terdiri dari sesaji, dupa, obor, dan pusaka.

Tidak lupa juga sebelum persembahan diadakan, masyarakat berkumpul untuk berdoa kepada Tuhan. Ritual Dongkrek dilakukan setiap satu tahun sekali yang diadakan di bulan Suro. Tradisi ini dilakukan dengan arak-arakan keliling desa yang bertujuan untuk tolak bala.

Perkembangan Kesenian Dongkrek Masa Kini

Saat ini, Dongkrek berkembang menjadi tiga kesenian. Pertama, sebagai kesenian asli yang menjadi ritual sakral tolak bala di desa asalnya, yaitu Desa Mejayan.

Kedua, sebagai sarana hiburan rakyat yang dipentaskan. Pementasan ini bertujuan untuk mengembangkan warisan leluhur yang dimiliki Kabupaten Madiun. Beberapa sanggar kesenian di Madiun mendupliksai kesenian Dongkrek dengan tambahan jumlah penari dan alat musik pengiring.

Ketiga, sebagai kebudayaan yang diajarkan di sekolah agar generasi selanjutnya mengenal kebudayaan lokal di daerahnya. Kesakralan ritual kesenian Dongkrek dengan pakem-pakemnya masih dilestarikan dan dijaga keasliannya hingga sekarang.

Tarian Dalam Kesenian Dongkrek

Tari Dongkrek menggambarkan bahwa keburukan dan kejahatan akan kalah dengan kebaikan. Kejahatan itu digambarkan dengan topeng raksasa dan kebaikan digambarkan dengan topeng orang tua.

Filosofi Tari Dongkrek

Filosofi semacam itu mengajarkan kepada masyarakat bagaimana bertindak agar selamat menempuh kehidupan. Ritual dalam Tari Dongkrek dilakukan untuk menghormati dan menghargai jasa para nenek moyang yang telah melahirkan kebudayaan berharga.

Sebagai generasi penerus bangsa, sudah seharusnya turut melestarikan kebudayaan asli Indonesia, apalagi di daerah asal kelahiran. Warisan budaya dari nenek moyang harus dijaga, jangan sampai hilang digerus zaman. Penerus bangsa haruslah memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi dan cinta kebudayaan. Kebudayaan adalah identitas suatu daerah yang harus dijaga kemurniannya.

Referensi
Husna. (2021, July 6). Tari Dongkrek. Tribunnewswiki.com. https://www.tribunnewswiki.com/2021/07/06/tari-dongkrek

Taufiq, M. (2021, Juny 29). Melongok Sejarah Kesenian Dongkrek, Ritual Tarian Usir Pagebluk dari Madiun. Suara.com. https://jatim.suara.com/read/2021/06/29/130224/melongok-sejarah-kesenian-dongkrek-ritual-tarian-usir-pagebluk-dari-madiun?page=all Diakses pada 10 Desember 2021.