Media sosial diramaikan dengan munculnya beberapa kasus kekerasan remaja di Yogyakarta yang dikenal sebagai klitih. Klitih/ Ngelitih pada dasarnya memiliki pengertian jalan- jalan atau berkeliaran ke suatu tempat dengan tujuan positif. Contohnya Nglitih kerjo (kerja), Nglitih sekolah, Nglitih ke pantai, Nglitih ke Pasar atau kemanapun. Konotasi klitih mulai bergeser ke hal negatif pada tahun 2017. Klitih seakan – akan menjadi tindakan berbuat onar, kriminalitas atau melukai orang lain mengunakan sajam di jalanan. Klitih ini merujuk pada kekerasan di kalangan remaja atau kelompok kriminal pelajar. Jika kita melihat lagi makna klitih, aksi ini sebenarnya tidak jauh beda dari tawuran. Klitih adalah fenomena yang banyak terjadi di Yogyakarta. Motif para pelaku klitih bukan semata- mata balas dendam, karena faktanya pelaku melakukan aksi kekerasan kepada sembarang orang/random. Para pelaku klitih hanya mencari kepuasan dengan melukai orang lain.
Ada banyak korban dari aksi klitih ini, bahkan tidak sedikit korban jiwa yang melayang. Baru- baru ini warga Yogyakarta kembali dibuat resah dengan aksi klitih yang kembali memakan korban, korban adalah seorang pelajar SMA yang dibuntuti ketika mencari makan sahur, korban terkena sabetan sajam dari arah belakang. Korban sempat dibawa ke Rumah Sakit namun nyawa korban tidak tertolong. Fenomena klitih adalah dampak dari krisis identitas yang terjadi pada remaja yang masih mencari jati diri. Para remaja ini membutuhkan eksistensi atau pengakuan dari teman sebayanya, mereka ingin dianggap sebagai jagoan. Para pelaku klitih ingin mencari kekuasaan dan haus pengakuan dari geng lain. Para pelaku menganggap Prestasi klitih adalah dengan menjadi buronan. Selain itu lingkungan, latar belakang keluarga dan ketimpangan sosial menaikan kasus kriminalitas, hal inilah yang bisa menjadi faktor pendukung seorang remaja terjerumus kedalam aksi klitih. Setelah melihat faktor penyebab seorang remaja bisa menjadi klitih disini peran orang tua sangat penting dalam membangun hubungan dan komunikasi dengan anak. Orang tua diharapkan bisa memberikan bimbingan, perhatian dan kasih sayang lebih kepada remaja dalam mengelola perilakunya, dan memberi penjelasan mengenai aturan yang baik, dalam hal ini tentunya sisi agama diperlukan dalam memberikan bimbingan kepada anaknya. Keluarga diharapkan dapat membangun kondisi lingkungan yang baik bagi remaja.
Pelaku klitih seperti diregenerasi maka selalu ada sejak dahulu, dengan begini yang harus diputus adalah regenerasi pelaku. Klitih tidak boleh dianggap sepele, pemerintah diharapkan memperkuat aturan dan regulasi untuk para anggota dan penerus klitih, sehingga dengan ancaman seperti dikeluarkan dari sekolah dan dikucilkan di masyarakat para remaja tersebut menjadi takut dan tidak tertarik untuk bergabung dengan anggota klitih. Penanganan klitih tidak bisa hanya di berantas oleh salah satu pihak, diperlukan kerjasama antara orang tua, masyarakat, pemerintah dan pihak berwajib. Pemerintah perlu bertindak tegas dalam menghadapi masalah ini, solusi yang bisa dilakukan adalah dengan membentuk pasukan khusus dalam rangka memberantas klitih. Aparat harus melakukan patroli setiap malam, Pihak berwajib diharapkan dapat memberikan hukuman yang adil dan nyata, pelaku diupayakan mendapat hukuman pidana dan sanksi sosial hal ini agar masyarakat lebih merasa aman. Dalam memberantas aksi klitih tidak bisa hanya dari sisi hukum tapi para pelaku juga membutuhkan pendampingan dan rehabilitasi agar mereka memiliki kesibukan sehingga tidak ada waktu untuk melakukan tindakan kekerasan. Bagi masyarakat jika mendapat gerak- gerik yang mencurigakan segeralah menepi dan mencari tempat yang ramai kemudian melaporkan kepada pihak berwajib.
Ditulis oleh Eva arjianti sari