Diksi Gagah dalam Penulisan Berita Pemerkosaan, Tepatkah?

Kalian pasti pernah membaca dan mendengarkan berita yang membahas tentang kekerasan seksual atau pemerkosaan dengan kalimat menggagahi, digagahi, dan gagahi.

Seperti pada salah satu media masa elektronik Pojoksatu.id berjudul ABG digagahi tukang sayur… yang diunggah pada 15 November 2021. Pada judul berita tertulis “digagahi”.

Namun, pernahkah kalian berpikir apakah penggunaan kalimat itu tepat untuk pelaku pemerkosaan?

Nah… dari sinilah permasalahan yang terjadi, sebenarnya tepat ngak sih kalimat itu digunakan dalam penulisan tentang kekerasan seksual atau pengganti pelaku pemerkosaan? Mari kita bahas!

Sebelumnya kita akan bahas mengenai eufenisme yang masih melekat pada media masa Indonesia. Apa sih eufeminisme itu?

Menurut (Sabarua, 2019) eufeminisme adalah penggunaan kata yang digunakan sebagai acuan dalam mengungkapkan perasaan agar tidak menyinggung lawan berbicaranya, dengan menggantikan acuan-acuan yang dirasakan menghina atau menyinggung perasaan dengan unkapan yang lebih halus.

Kemungkinan pengaruh eufeminisme yang masih melekat pada media masa Indonesia menjadi pengaruh dalam penulisan kata tersebut dan selalu menjadi pro kontra di kalangan masyarakat, karena diksi-diksi yang digunakan rata-rata memperhalus perbuatan bejat tersebut dan malah merugikan korban yang sebagian besar merupakan kaum perempuan.

Dengan distorsi pensubstitusian kata “perkosa” dengan “gagah” itu, muncul pertanyaan lanjutan: apakah untuk memerkosa dibutuhkan kegagahan? Atau, apakah kalau gagah boleh/bisa melakukan pemerkosaan? Atau lagi, perlukah memerkosa biar dianggap gagah?

Sebentar…, Mari kita lihat arti kata “gagah” dan “menggagahi” apakah ada kesamaan arti gagah dan menggahi dengan pelaku pemerkosaan di KBBI daring.

Kata gagah mempunyai makna kuat, besar, dan tampak mulia. Sehingga tidak ada hubungannya dengan hal pemerkosaan.

Selanjutnya kata menggagahi mempunyai makna “berbuat sesuatu dengan gagah (paksa dan sebagainya)”

Kesimpulannya media masa yang tayang harus memberitakan apa yang sebenarnya terjadi tanpa adanya pembiasan. Selain menimbulkan efek terhadap pelaku dan korban, berita tersebut juga berperan terhadap edukasi masyarakat penikmat berita.

Sebaik-baiknya eufemisme, saya kira, ialah eufemisme yang benar-benar murni demi kehalusan tutur dan tindakan. Berita yang dikemas dengan ‘apik’ justru berkesan menyudutkan korban dan mengunggulkan pelaku kejahatan seksual. Sedini mungkin penggunaan diksi-diksi bias tersebut harus diminimalisasi agar tidak menimbulkan persepsi negatif bagi korban kekerasan seksual.

Jika eufemisme dilakukan supaya kejadian kriminal itu dapat disamarkan atas nama kesopanan, sekalian saja jangan diberitakan. Kalau tetap bersikeras memberitakan pemerkosaan, sebaiknya pergunakan diksi yang tepat untuk realisasi makna perbuatan pemerkosaan. Demi pertimbangan psikologis perempuan sebagai pihak yang menjadi korban, gunakan diksi yang tepat dan sesuai.

Menurut saya kata gagahi dan menggagahi bisa digantikan dengan kata rudapaksa atau merudapaksa. Karena eufeminisme dalam hal tersebut perlu dihindari apalagi

Karena pastinya tentu kita tak mau, kata “gagah”, yang tercipta dan terdaftar dalam khazanah bahasa Indonesia dengan artinya yang begitu bajiknya, dipersamakan artinya dengan kata “perkosa” yang begitu “menjijikkan”, apalagi dalam kasus pelecehan seksual.

DAFTAR PUSTAKA
Sabarua, J. O. (2019). EUFEMISME SEBAGAI ALTERNATIF KESANTUNAN BERBAHASA DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN DI KELAS. Jurnal Ilmiah Pendidikan Citra Bakti, 6, 75–86. EUFEMISME SEBAGAI ALTERNATIF KESANTUNAN BERBAHASA DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN DI KELAS | Jurnal Ilmiah Pendidikan Citra Bakti

1 Like

agak beda pendapat niii :thinking:

menggagahi/gagahi >> bukan dari bentukan dari ‘gagah’ bahasa Indonesia.

‘menggagahi/gagahi’ diadaptasi dari bahasa Jawa ‘mbegagah’ yang identik dengan kata ‘kangkang’ dalam bahasa Indonesia.

1 Like

Wah… terima kasih Pak infonya. Namun, setelah saya telusuri juga menggagahi dalam KBBI daring juga dimaknai sebagai perbuatan kekerasan yang mengarah pada seksual. :pray:t2:

Mungkin saya baru mengerti Pak jika “gagahi/menggagahi” diadaptasi dari bahasa Jawa “kangkang:slightly_smiling_face:

Apakah mungkin diksi gagah yang sering digunakan dalam pemberitaan pantas untuk pelaku seksual? Jika menurut saya tidak. Mungkin Pak Arief apakah punya pendapat lain mengenai hal tersebut? :grin: