Dijebak Menjadi Ketua OSIS Sama Wali Kelas

Pada masa SMA kelas XI, di sekolah saya ada pembukaan pendaftaran untuk menjadi ketua OSIS. Saat pengumuman pembukaan pendaftaran muncul, wali kelas saya mengirimkan pengumuman tersebut di grup kelas. Ketika teman-teman mengetahui tentang pendaftaran ini, mereka tidak mau menjawab atau menghiraukan pengumuman tersebut, karena mereka tidak ingin menjadi anggota OSIS, apalagi ketua OSIS. Wali kelas pun menyampaikan di grup bahwa dalam peraturan yang tertera di pengumuman tersebut, setiap kelas wajib mengajukan dua personil untuk mendaftar menjadi ketua OSIS. Seketika itu, semua teman-teman saya heboh dan saling tunjuk. Karena saya tidak suka berkomentar di grup dan lebih senang diam, ada salah satu provokator yang menunjukkan saya agar mau maju menjadi ketua OSIS.

Dengan kesadaran penuh, saya menolak demi ketenangan hidup saya, karena saya tahu bahwa menjadi ketua OSIS itu berat; saya harus menanggung banyak beban dan cacian dari berbagai pihak. Namun, di posisi tersebut, saya ditunjuk dan banyak yang mendukung dari kelas saya. Wali kelas pun menyetujui dan memaksa saya untuk menjadi ketua OSIS bersama seorang teman saya yang tidak tahu apa-apa. Dengan seribu paksaan dan dukungan, kami pun mengiyakan demi menghindari hukuman untuk kelas. Wali kelas kami meyakinkan bahwa kami tidak akan lolos saat pendaftaran, dan kami pun percaya, karena wali kelas kami adalah pembina OSIS.

Saat seleksi dimulai, saya dan teman saya langsung menghadiri tempat seleksi dengan percaya diri karena yakin tidak lolos. Ketika giliran kami maju, kami menjawab semua pertanyaan yang diberikan oleh pembina dan OSIS. Ketika ditanya seberapa yakin saya, dengan bangganya saya menjawab, “Saya yakin 100% menjadi ketua OSIS,” karena saya disuruh wali kelas saat di kelas. Tanpa saya pikirkan, hal tersebut ternyata adalah jebakan yang disiapkan oleh OSIS dan wali kelas agar saya lolos menjadi ketua OSIS. Setelah selesai seleksi, saya kembali ke kelas.

Di hari pengumuman, saya tidak terlalu peduli karena saya tahu saya tidak akan lolos. Namun, saat saya di kantin, tiba-tiba teman kelas sebelah memberi tahu bahwa saya lolos menjadi calon ketua OSIS, sementara teman saya tidak. Saya pun terkejut dan langsung merasa tidak mood. Saya mendatangi wali kelas untuk melaporkan pengumuman tersebut. Saya tidak terima jika saya lolos, tetapi karena sudah tidak bisa ditolak lagi, saya harus mengikuti seleksi berikutnya dengan pasangan yang sudah diatur oleh OSIS. Dengan rasa kecewa, saya tidak berniat untuk seleksi berikutnya.

Pada akhirnya, saat debat dan pembacaan program kerja serta visi-misi, saya pun mengikuti dengan rasa tidak niat. Saya pikir semua orang tidak akan suka dengan jawaban saya yang semena-mena serta program kerja dan visi-misi saya. Namun, setelah selesai pembacaan visi-misi dan program kerja, saya diberi beberapa pertanyaan dan menjawab dengan seadanya. Tanpa saya ketahui, ternyata orang-orang malah suka dengan cara jawab saya. Saya pun kebingungan dan takut, ditambah teman-teman menjadi provokator yang membuat gaduh dan saling bersuara untuk memilih saya dan pasangan saya. Setelah semua selesai, saya kepikiran setiap hari bagaimana jika saya jadi ketua OSIS.

Saat pencoblosan, banyak orang yang bilang ingin saya menjadi ketua OSIS, tetapi saya menyuruh mereka untuk memilih yang lain. Saya bahkan “nyogok” dengan menjanjikan soto jika saya tidak terpilih menjadi ketua OSIS. Namun, saat perhitungan suara, saya kaget karena suara saya menang telak, jauh di atas dua calon ketua OSIS lainnya. Saya pun merasa sedih dan lemas, tidak terima dengan hasil tersebut, dan harus menerima kenyataan bahwa saya dijebak menjadi ketua OSIS