Dibalik Dinding Kos Murah dan Lika-liku Mahasiswa Rantau

Menjadi mahasiswa adalah sebuah privilege yang tak semua pemuda dapatkan. Saya, Rizal Rosadi, adalah seorang anak muda yang sedang merantau, bukan untuk mencari uang, tetapi untuk menuntut ilmu. Sebagai seorang pemuda dari desa terpencil dengan minimnya akses pendidikan tinggi, menjadi mahasiswa adalah kesempatan luar biasa yang tidak semua pemuda di lingkungan saya maupun di luar sana dapatkan. Namun, saya sadar bahwa menjadi mahasiswa bukanlah perjalanan yang mudah, terutama bagi saya yang berasal dari pelosok. Kurangnya pemahaman terhadap teknologi, tertinggalnya ilmu pengetahuan, berbagai problematika yang muncul, hingga biaya perkuliahan yang cukup besar menjadi tantangan yang harus saya hadapi. Dengan semua ketertinggalan itu, saya menemukan alasan kuat untuk menjalani perkuliahan dengan penuh semangat.

Dalam menjalani perkuliahan, saya dihadapkan pada banyak pengeluaran, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun biaya administrasi lainnya. Untuk itu, saya mencoba berbagai cara untuk berhemat agar dapat mengelola keuangan dengan baik. Salah satu cara yang saya tempuh adalah dengan berpindah-pindah kos demi menemukan tempat tinggal yang nyaman dan sesuai anggaran. Sejak awal semester 1 hingga saat ini, ketika saya sudah menginjak semester 3, saya telah berpindah kos sebanyak tiga kali. Hal ini mungkin terdengar melelahkan, tetapi bagi saya, ini adalah bagian dari perjuangan.

Pada awal masa perkuliahan, saat Program Kenal Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB), saya menempati kos yang saya bagi bersama seorang teman sekamar. Tujuannya sederhana, yaitu untuk meminimalisir biaya sewa kos. Namun, seiring waktu, saya merasa kurang nyaman tinggal satu kamar berdua. Privasi menjadi hal yang sulit didapat, dan hal itu cukup mengganggu konsentrasi saya. Akhirnya, saya dan teman saya sepakat untuk pindah kos dan menempati kamar masing-masing. Saya kemudian menemukan kos baru yang berlokasi di Teguran, dekat dengan kampus. Letaknya strategis sehingga saya bisa berjalan kaki ke kampus setiap hari. Awalnya, saya merasa kos tersebut cukup ideal. Namun, lambat laun saya menyadari bahwa harga kos tersebut tidak sesuai dengan kenyamanan yang ditawarkan. Akhirnya, saya memutuskan untuk mencari kos lain yang lebih cocok.

Pada libur semester 2, saya memutuskan untuk membawa semua perlengkapan kos ke rumah. Selama liburan, saya mencari informasi tentang kos yang masih kosong melalui berbagai media sosial. Hingga suatu hari, saya menemukan sebuah kos dengan harga yang sangat murah, bahkan jauh di bawah harga rata-rata di sekitar kampus. Harga normal kos di daerah tersebut biasanya mencapai Rp500.000 per bulan, tetapi kos ini hanya mematok harga Rp115.000 per bulan. Awalnya, saya ragu apakah kos tersebut benar adanya atau hanya penipuan. Namun, setelah saya memastikan langsung, ternyata kos itu memang ada, meskipun memiliki peraturan yang cukup unik dan tidak biasa.

Salah satu peraturan yang cukup menarik perhatian saya adalah keharusan penghuni kos bisa membaca Al-Qur’an. Saya sempat bertanya-tanya mengapa peraturan seperti itu diberlakukan. Setelah saya konfirmasi kepada pemilik kos, saya mendapatkan penjelasan bahwa bapak pemilik kos sering mengadakan pengajian di kos tersebut, dan para penghuni diharapkan ikut serta. Karena saya memang bisa membaca Al-Qur’an, saya merasa tidak ada masalah dengan peraturan ini. Bahkan, saya melihatnya sebagai kesempatan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu, lingkungan kos ini sangat dekat dengan masjid, sehingga saya semakin merasa nyaman tinggal di sana. Dengan harga yang sangat terjangkau dan lingkungan yang mendukung, saya memutuskan untuk menetap di kos ini hingga sekarang.

Namun, meskipun saya sudah menemukan kos yang cocok, perjalanan ini mengajarkan saya banyak hal. Salah satu kekurangan kos ini adalah jaraknya yang cukup jauh dari kampus. Hal ini membuat saya harus berangkat lebih awal agar tidak terlambat mengikuti perkuliahan. Meskipun begitu, saya merasa bersyukur karena akhirnya menemukan tempat tinggal yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan saya.

Dari pengalaman berpindah-pindah kos ini, saya belajar bahwa hidup adalah perjalanan yang penuh dengan pembelajaran. Saya memahami pentingnya ketekunan, kesabaran, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai situasi. Saya juga belajar untuk tidak cepat puas dengan apa yang telah saya dapatkan. Ada banyak hal besar yang bisa diraih jika kita terus berusaha dan tidak menyerah.

Menjadi mahasiswa dari pelosok dengan segala keterbatasan bukanlah hal yang mudah. Namun, saya percaya bahwa setiap tantangan yang saya hadapi adalah bagian dari proses yang akan membentuk saya menjadi pribadi yang lebih kuat dan tangguh. Perjalanan ini tidak hanya tentang menuntut ilmu di bangku kuliah, tetapi juga tentang belajar bagaimana menjalani hidup dengan bijak, mengelola keuangan, dan menghadapi berbagai tantangan dengan kepala tegak. Saya berharap kisah ini bisa menjadi inspirasi bagi teman-teman mahasiswa lainnya yang mungkin sedang menghadapi situasi serupa. Jangan pernah menyerah, karena setiap perjuangan yang kita lakukan hari ini akan menjadi cerita indah di masa depan.

1 Like