Halo semuanya!
Perkenalkan nama saya Dwita Ayuningtyas Ardianti. Di sini, saya ingin bercerita tentang perjuangan saya untuk mendapatkan pendidikan tinggi dan bagaimana pada akhirnya saya bisa berada di Universitas Tidar ini. Cerita ini dimulai saat saya di kelas 10 SMA. Saya bersekolah di SMA Negeri, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Saat itu saya hanyalah anak SMA yang hanya sekolah, les, pulang saja. Saya mengikuti les dari SD hingga SMA. Ya, kurang lebih selama 12 tahun. Semua orang bertanya kepada saya, “Apa tidak capek ketika jadwal istirahatmu dipakai untuk belajar les lagi?” Di situ saya bilang ‘Tidak kok,’ karena saya tahu bahwa saya mengikuti les demi kebaikan masa depan saya sendiri, lagipula saya bersyukur punya orang tua seperti orang tua saya yang melek terhadap pendidikan anaknya. Saya berpikir bahwa apa yang saya lakukan hari ini adalah untuk kebaikan masa depan saya. Ini adalah langkah kecil yang akan membuahkan hasil di masa depan. Saya adalah tipe anak yang selalu mematuhi kepada kedua orang tua saya. Jadi, menurut saya hal tersebut adalah hal baik untuk saya.
Lalu, puncaknya terjadi saat kenaikan kelas 11, tepatnya wali kelas saya mengatakan, ‘Dwita, setelah SMA ini mau ke mana? Gunakan potensi yang kamu miliki sebaik mungkin ya, nak’. Di sinilah awal kebimbangan saya terhadap diri sendiri. Banyak pikiran negatif yang terlintas dalam pikiran saya, seperti “apakah saya sanggup melanjutkan ke dunia perkuliahan ?” Atau pikiran seperti ‘Bisa tidak ya saya masuk PTN yang saya inginkan? Banyak sekali kata-kata negatif’ yang hadir di pikiran saya. Saya berperang batin dengan diri sendiri. Lalu, saya menyemangati diri sendiri bahwa saya mampu, didukung oleh teman-teman dan orang tua saya. Setelah itu, saya berdiskusi dengan orang tua saya tentang apa yang saya inginkan, saat itu terjadi konflik antara saya dengan ayah saya. Ayah saya ingin saya melanjutkan kuliah di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar sedangkan saya ingin melanjutkan kuliah di Program Studi Pendidikan Matematika saja, namun pada akhirnya Ayah saya menyetujui pilihan saya untuk mengambil Program Studi Pendidikan Matematika. Karena menurut ayah saya, yang akan menjalankan dunia perkuliahannya itu saya, takutnya jika diteruskan saya tidak nyaman dengan program studi tersebut.
Saat saya di kelas 12, saya memiliki banyak teman seperjuangan yang berusaha meraih PTN impian mereka. Pada saat itu, kami bersama-sama saling membantu dan belajar bersama agar kita dapat lolos bersama-sama. Saat saya kelas 12, alhamdulillah sekali saya mendapatkan eligible, saat itu saya sangat bingung memilih universitas mana yang harus saya masuki, lalu pada akhirnya ayah saya menyarankan saya untuk mengambil PTN di daerah Jawa Tengah saja, beliau membebaskan saya dalam memilih universitas. Saat itu, saya memilih Universitas Negeri Yogyakarta untuk Program Studi Pendidikan Matematika, tetapi saya ditolak. Tentu saja, saya merasa sedih. Namun dengan dukungan teman-teman dan juga orang tua saya, akhirnya saya bangkit. “Karena orang tua saya pernah berkata, ‘jika rencanamu gagal, bangkitlah dan cari jalan lain, karena mungkin Tuhan telah menyiapkan jalan yang lain yang lebih baik dari rencanamu, karena Tuhan pasti bersama hamba-Nya yang sedang berjuang’ ”. Dari situlah saya mulai berjuang lagi dengan cara saya belajar dengan sangat serius karena saya punya tekad bahwa saya tidak akan ditolak lagi. Saya berangkat pagi sekitar pukul 07.00 untuk sekolah, pulang pukul 16.00, dan lanjut les hingga pukul 21.00.
Saya melakukan hal tersebut setiap hari Senin hingga Jumat. Sampai saya pernah di titik di mana saya capek dan bosan dengan kegiatan yang saya lakukan setiap harinya. Di titik ini, saya mulai berperang batin dengan diri saya sendiri. Saya mulai mempertanyakan diri sendiri dan merasakan keraguan, dengan pikiran pikiran yang terus muncul “kalau kali ini gagal lagi bagaimana?”. Lalu, pada akhirnya saya berhenti belajar dan menghabiskan waktu dengan bermain bersama teman selama satu hari tersebut. Pada hari itu, saya melepaskan beban pikiran saya dan menikmati waktu tanpa memikirkan hal tersebut. Setelah mengistirahatkan pikiran saya, akhirnya saya melanjutkan perjuangan saya untuk mendapatkan PTN yang saya inginkan. Puncaknya, saat pendaftaran UTBK dimulai, saya memilih pilihan pertama, yaitu Pendidikan Matematika di Universitas Sebelas Maret, yang kebetulan universitas tersebut adalah universitas impian saya, lalu yang kedua saya memilih Pendidikan Matematika Universitas Tidar karena Universitas tersebut adalah pilihan ayah saya. Setelah tes, saya yakin bahwa kali ini saya tidak akan gagal lagi, karena saya percaya ini adalah jalan yang diinginkan oleh Tuhan. Dengan doa dan harapan dari keluarga dan teman-teman.
Saat pengumuman, saya diterima di Universitas Tidar. Perasaan senang dan sedih bercampur dalam diri saya, saya senang karena kali ini tidak gagal lagi namun saya sedih karena ini bukan Universitas impian saya. Namun saat itu saya ingat kata-kata orang tua saya, dan saya yakin bahwa mungkin jalan inilah yang direncanakan Tuhan untuk saya. Dan pada akhirnya, saya kini menjadi bagian dari mahasiswa semester 1 di Universitas Tidar. Saya senang berada di sini karena bisa mengenal banyak hal baru dan semenjak di sini, saya merasa lebih berani.