Pegunungan dan sawah yang membentang luas membuat suasana dusunku terasa begitu asri dan menenangkan. Di sinilah aku tumbuh, menikmati udara segar sambil bermain bebas di alam terbuka. Kehidupan di desa selalu memiliki cerita menarik, dan bagiku, setiap sudut dusun menyimpan kenangan manis. Sejak kecil, aku selalu tertarik untuk ikut serta dalam organisasi dusun. Banyaknya acara meriah seperti lomba memperingati Kemerdekaan Republik Indonesia, takbir keliling, hingga kegiatan bulan Ramadhan selalu menjadi daya tarik tersendiri bagiku. Saat itu, aku hanya menjadi “penonton setia” yang tak mau melewatkan setiap momen seru. Namun, semua berubah ketika aku menginjak usia 16 tahun.
Suatu hari, kakakku datang kepadaku dengan ajakan yang cukup mengejutkan. “Ayo ikut organisasi dusun. Biar nggak cuma jadi penonton!” katanya dengan penuh semangat. Aku, yang selama ini memang sudah tertarik dengan berbagai kegiatan di dusun, langsung mengangguk mantap. Bayangan akan keseruan acara yang selama ini hanya bisa kulihat dari kejauhan membuatku tak sabar untuk berkontribusi lebih.
Hari pertamaku di organisasi dusun terasa begitu spesial. Rasa gugup bercampur dengan semangat baru memenuhi diriku. Aku diperkenalkan pada anggota lainnya, yang sebagian besar adalah pemuda-pemudi seusia denganku. Mereka menyambutku dengan senyuman hangat, membuat rasa canggungku perlahan menghilang. Salah satu dari mereka bahkan sempat bercanda, “Hati-hati, masuk organisasi bisa bikin ketagihan, lho!” Kami tertawa bersama, dan sejak saat itu, aku mulai merasa bahwa ini adalah keluarga baruku.
Pada pertemuan pertama, kami diajak untuk memilih divisi sesuai minat dan kemampuan masing-masing. Ada divisi kesenian, olahraga, hingga sosial. Ketika tiba giliranku, seorang senior menasihati, “Pilih divisi yang kamu sukai. Jangan asal, nanti nyesel!” Setelah berpikir serius, aku memutuskan untuk bergabung di divisi keuangan. Alasanku sederhana: aku menyukai hitung-hitungan dan matematika, jadi peran sebagai bendahara terasa cocok untukku.
Hari pertama menjabat sebagai bendahara tidaklah mudah. Perasaan gugup, antusias, dan sedikit takut bercampur menjadi satu. Aku harus bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan organisasi—mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran, menyusun anggaran, hingga membuat laporan yang transparan. Tugas ini tentu bukan perkara mudah, apalagi bagi seorang pemula sepertiku. Pernah suatu kali, seorang senior bercanda, “Hati-hati ya, tugas bendahara itu berat. Jangan sampai uangnya lenyap!” Walau hanya candaan, ucapan itu membuatku semakin berhati-hati dan serius dalam menjalankan tugas.
Salah satu pengalaman paling berkesan adalah saat kami mengadakan acara gotong royong membersihkan dusun. Sebagai bendahara, aku bertugas memastikan anggaran cukup untuk membeli perlengkapan kebersihan dan konsumsi bagi para peserta. Pagi itu, aku bersama teman-teman berkeliling dusun untuk membeli kebutuhan acara. Lelah? Pasti. Namun, melihat antusiasme warga yang datang berpartisipasi membuat rasa lelah itu langsung hilang. Momen tersebut mengajarkanku bahwa peran sekecil apapun yang kita lakukan, jika dijalani dengan tulus, bisa memberikan dampak besar bagi orang lain.
Selain itu, aku juga pernah ikut terlibat dalam kegiatan bakti sosial. Tugas utamaku adalah mengumpulkan donasi dari anggota dan menyalurkan bantuan kepada warga yang membutuhkan. Bagian ini cukup menantang karena aku harus memastikan semua dana terkumpul dengan rapi dan transparan. Ada teman yang bercanda, “Kalau donasi kurang, pakai uang pribadimu aja, ya!” Meskipun hanya candaan, ucapan itu membuatku menyadari bahwa amanah sebagai bendahara memerlukan kejujuran dan tanggung jawab yang besar.
Seiring berjalannya waktu, aku semakin percaya diri. Tak hanya menjalankan tugas sebagai bendahara, aku juga mulai aktif di kegiatan lain, seperti memimpin acara kecil hingga membantu divisi lain. Aku pun belajar banyak hal baru, mulai dari kerja sama tim, pentingnya komunikasi, hingga cara menyelesaikan masalah yang muncul dalam organisasi. Pengalaman ini memberiku pelajaran berharga tentang kepemimpinan dan kepercayaan diri.
Puncaknya, pada suatu saat, aku dipercaya untuk menjadi ketua divisi sosial. Awalnya, aku merasa ragu dan khawatir tidak mampu memikul tanggung jawab yang besar. Namun, dorongan dari teman-teman dan semangat untuk memberikan yang terbaik membuatku yakin untuk menerima peran tersebut. Sebagai ketua, aku berusaha memimpin dengan adil dan bekerja sama dengan seluruh anggota untuk menjalankan berbagai program yang bermanfaat bagi dusun.
Pengalamanku di organisasi dusun telah mengubah hidupku secara signifikan. Tidak hanya keterampilan dalam mengelola keuangan yang kutingkatkan, tetapi aku juga belajar tentang arti penting gotong royong, kepedulian, dan kejujuran. Organisasi ini telah membantuku menemukan sisi terbaik dari diriku yang mungkin selama ini tersembunyi.
Bagi teman-teman yang masih ragu untuk bergabung dalam organisasi atau kegiatan sosial, percayalah bahwa langkah kecil ini bisa memberikan banyak manfaat. Jangan takut untuk keluar dari zona nyaman dan mencoba hal-hal baru. Melalui organisasi, kalian akan belajar banyak hal—mulai dari tanggung jawab, kerja sama, hingga kemampuan memimpin. Selain itu, kalian juga akan merasakan kebahagiaan saat melihat kontribusi kecil yang kalian berikan membawa dampak positif bagi masyarakat.
Dusunku yang asri, dengan pegunungan dan sawah hijau yang membentang, telah menjadi saksi perjalanan hidupku. Di tempat ini, aku tumbuh, belajar, dan berkembang menjadi pribadi yang lebih baik. Bergabung dalam organisasi dusun adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah kuambil. Bukan hanya tentang acara dan kegiatan seru, tapi juga tentang kebersamaan, kepedulian, dan rasa memiliki yang kuat terhadap lingkungan sekitar. Bagi siapa saja yang masih menjadi “penonton,” aku hanya ingin berkata: jangan ragu untuk mulai berkontribusi. Karena dengan berkontribusi, kalian tidak hanya memberi, tetapi juga menerima pengalaman hidup yang tak ternilai harganya.