Dari Manakah Negeri Asal Bahasa Austronesia?

Topik mengenai asal usul bahasa Austronesia masing sering dibicarakan hingga saat ini. Walaupun sekarang telah diterima secara umum bahwa bahasa-bahasa Polinesia dan bahasa-bahasa Austronesia Barat membentuk satu rumpun yang disebut bahasa-bahasa Austronesia, namun sejak awal perkembangan studi bahasa-bahasa Austronesia telah timbul pendapat-pendapat yang bertentangan mengenai perincian kekerabatannya. Pendapat dari para ahli tersebut juga didukung dengan teori dan hipotesisnya masing-masing.

Namun, pada umumnya sarjana-sarjana yang mengadakan penelitian mengenai bahasa-bahasa Austronesia berpendapat bahwa bahasa Austronesia Barat (Bahasa-bahasa Melayu, bahasa-bahasa Indonesia, atau disebut juga bahasa-bahasa Nusantara) mempunyai hubungan kekerabatan dengan bahasa-bahasa Austronesia Timur atau yang disebut juga dengan istilah bahasa-bahasa Polinesia atau bahasa-bahasa Ocenia. Dalam hal ini, A. Reland dalam bukunya De Linguis Insularum Orientalium (mengenai bahasa-bahasa Kepulauan Timur) dan John Reinhold Foster dengan bukunya Voyage Round the World tahun 1776, mengemukakan bahwa bahasa-bahasa Melayu dan Polinesia merupakan bahasa-bahasa berkerabat. Demikian juga William Marsden dalam bukunya On the Polynesian or East Insular Languages yang diterbitkan tahun 1843, berpendapat bahwa bahasa-bahasa Melayu dan Polinesia merupakan suatu bahasa yang serumpun.

Seorang sarjana lainnya yang bernama J.R logan juga mengemukakan pendapatnya mengenai asal-usul bahasa Austronesia. Dalam karangannya “Customs Common to the Hill Tribes Bordering on Assam and those of the Indian Archipelago” (Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia, 1848) mengemukakan pendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari Assam di Asia Tenggara. Pendapatnya itu didasarkan pada kesamaan kebudayaan beberapa suku di Sumatra, Kalimantan, dan suku Naga di Assam. Ia juga yang mula-mula menggunakan nama Indonesia (A. Bastian baru menggunakannya dalam tahun 1884).

Teori lainnya mengenai negeri asal bahasa Austronesia dikemukakan oleh Dr. H. Kern pada tahun 1889. Ia mengungkapkan hasil penyelidikannya mengenai bahasa-bahasa Austronesia dalam karangannya yang berjudul “Taalkundinge Gegevens ter Bepaling van het Stamland der Maleisch-Polynesische Volken”. Dalam keterangannya, ia mengungkapkan bahwa untuk menetapkan negeri asal bahasa Austronesia ia mempergunakan 30 kata yang diterjemahkan ke dalam lebih dari 100 bahasa, tersebar dari Malagasi sampai tepi barat Amerika Selatan, dari Formosa di sebelah utara sampai Selandia Baru di sebelah selatan. Kata-kata yang dibandingkan adalah kata-kata yang menyangkut dunia tumbuh-tumbuhan dan dunia binatang. Namun, ia juga mengakui juga masih ada kekurangan data, terutama menyangkut bahasa-bahasa: Formosa, Ladrona, Sulawesi Tengah, Flores, Irian bagian Timur, Irlandia Baru, Britania Baru, dan Kaledonia Baru.

Slamet Mulyana, seorang sarjana Indonesia, mencoba meneliti negeri asal bangsa Austronesia dengan pertama-tama membandingkan hubungan kekerabatan antara bahasa-bahasa di daratan Asia. Hasil penelitiannya itu dikemukakan dalam bukunya yang berjudul Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara (Jakarta, 1964). Hasil penelitian di bidang bahasa kemudian dikaitkan dengan beberapa informasi sejarah dari sumber-sumber Cina. Berdasarkan hasil penelitiannya, ia menyimpulkan bahwa bahasa Austronesia, yang sudah berada di Kepulauan, mendapat pengaruh dari bahasa-bahasa di daratan Asia.
Teori lainnya berasal dari Isidore Dyen dalam karangannya yang berjudul “A Lexicostatistical Classification of the Austronesian Languages”, (International Journal of American Linguistics, Vol. 31 No. 1, 1965, Memoir 19 of the International Journal of American Linguistics). Ia mengajukan sebuah teori mengenai tempat asal bahasa-bahasa Austronesia dengan mempergunakan Leksikostatistik sebagai landasan. Di samping itu, ia juga mempertimbangkan kemungkinan lain dengan mempergunakan evidensi-evidensi tambahan sebagai landasan. Namun, akhirnya ia menegaskan bahwa klasifikasi dengan mempergunakan Leksikostatistik sudah berhasil membentuk sebuah hipotesa tunggal bila dibandingkan dengan evidensi-evidensi tambahan itu.

Teori Dyen sendiri dibedakan menjadi 2 yakni Migrasi berdasarkan Leksikostatistik dan Migrasi berdasarkan Evidensi Tambahan. Berdasarkan perhitungan leksikostatistik, Dyen membagi seluruh wilayah bahasa Austronesia atas empat wilayah, yaitu: 1) wilayah barat, yang meliputi Indonesia, Serawak, daratan Asia Tenggara, dan Madagaskar; 2) wilayah barat laut, yang meliputi Taiwan, Filipina, Kalimantan Utara, dan Brunei; 3) Utara dan Timur, yang meliputi Mikronesia dan Polinesia; dan 4) Wilayah Tengah meliputi daerah Irian Timur dan Melanesia. Mengenai bahasa-bahasa yang terletak dalam keempat wilayah tersebut, diusulkannya suatu pembagian yang agak lain dari pembagian yang diusulkan berdasarkan Leksikostatistik itu yakni Austronesia.
Berdasarkan data Leksikostatistik, Dyen menyimpulkan bahwa negeri asal bahasa-bahasa Melayu-Polinesia berada di Melanesia yaitu di daerah Melanesia dan Irian Timur. Dua daerah melanesia yang dianggap memiliki peluang yang besar untuk menjadi negeri asal adaah New Hebrida dan New Britain. New Hebrida ini agaknya menjadi negeri asal Heonesia. Dari daerah asal itu, migrasi bergerak pertama-tama ke pulau Fiji. Barulah dari Fiji terjadi lagi gerak ke barat berturut-turut dari daerah Ponape. Migrasi ke Selandia Baru berasal dari satu tempat yang memiliki ciri-ciri bahasa Polinesia yang terkenal.
Di samping teori mengenai negeri asal berdasarkan Leksikostatistik, Dyen juga mengajukan kemungkinan lainnya dengan memperhitungkan unsur-unsur yang non-leksikostatistik. Dari unsur-unsur non-leksikostatistik ia mengajukan dua hipotesa lain mengenai kemungkinan negeri asal bahasa-bahasa Austronesia, yakni 1) Hipotesa New Gini Barat sebagai negeri asal, dan 2) Hipotesa Formasi sebagai negeri asal. Hipotesis pertama didasarkan pada mergerr fonologis konsonan, sedangkan hipotesis kedua didasarkan pada kenyataan adanya kelompok-kelompok bahasa di formosa yang memiliki kekerabatan yang sangat rendah. Pada akhirnya, dengan mempertimbangkan macam-macam hal yang lain, Dyen akhirnya menyimpulkan bahwa hipotesa Melanesia-New Gini Timur lebih kuat untuk diterima sebagai negeri asal karena kedudukannya yang sentral sebagai pusat penyebaran. Kedua hipotesis yaang lain harus dianggap sebgai faktor pelengkap yang memberi peluang untuk menyempurnakan atau mengadakan modifikasi mengenai hipotesa yang didasarkan pada leksikostatistik.

Berdasarkan pada teori serta pendapat dari masing-masing ahli yang telah dijabarkan, maka tampak bahwa Kern, Slamet Mulyana, dan Dyen mendasarkan teori mereka pada data-data kebahasaan, sedangkan Keane mempergunakan dasar ras. Dari sudut kesimpulan yang diturunkan, maka Kern dan Keane menetapkan bahwa daratan Asia sebagai negeri asal bangsa-bangsa Austronesia, sedangkan Slamet Mulyana dan Dyen mengatakan bahwa bangsa-bangsa Austronesia sudah berada di Kepulauan Austronesia. Bila dikaji dari segi migrasi, maka teori Kern dan Keane sukar diterima karena tidak dapat memberi alasan yang kuat dan meyakinkan mengenai mengapa begitu banyak orang yang harus meninggalkan daratan Asia, dan bagaimana mungkin mereka harus mengarungi lautan yang begitu luas untuk mencapai kepulauan yang sekarang mereka diami. Sama halnya apabila teori Kern dan Keane tersebut dikaji dari segi teori migrasi. Teori Kern dan Keane mengandung banyak kelemahan. Bila teori mereka diterima, maka terlalu banyak gerak migratoris yang berasal dari daratan Asia untuk mencapai daerah-daerah yang tersebar begitu luas. Tidak ada faktor yang cukup kuat yang mendesak bangsa-bangsa Austronesia untuk keluar dari daratan Asia.

Hal ini berkebalikan dengan teori yang dikemukakan oleh Slamet Mulyana, ia hanya mengakui gerak migratoris dalam jumlah yang kecil, itu pun hanya terbatas pada beberapa kelompok kecil yang mempengaruhi bahasa Batak. Begitu pula dengan teori Dyen yang juga sudah lebih maju, namun masih mengandung kelemahan seperti tidak memperhitungkan adanya pengaruh (difusi) dari bahasa-bahasa Irian terhadap bahasa Austronesia. Sebab itu, dalam usaha menetapkan negeri asal bahasa-bahasa Austronesia, harus diperhitungkan beberapa landasan berikut, yakni: 1) situasi geografis masa lampau; 2) pertumbuhan dan penyebaran umat manusia; dan 3) teori migrasi dan leksikostatistik. Jadi dengan memadukan pertimbangan-pertimbangan mengenai situasi geografis pada masa lampau, sejarah pertumbuhan dan perkembangan umat manusia, serta prinsip-prinsip teori migrasi dan teknik leksikostatistik, maka negeri asal bangsa dan bahasa-bahasa Austronesia adalah wilayah Republik Indonesia dan Filipina.

Disarikan dari buku Linguistik Bandingan Historis karya Gorys Keraf, halaman184 s.d 199

Daftar Pustaka
Keraf, Gorys. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama