Cerita Pendek "LIKA-LIKU UJIAN AKHIR SEMESTER"

Lika-Liku Ujian Akhir Semester
Oleh: Adhitya Alfriansyah

Ujian akhir semester akan segera tiba. Setiap ujian pasti ada aja tradisi mencontek yang selalu melekat pada siswa. disini, kejujuran dipertaruhkan. Banyak teman-temanku yang mencontek dengan dengan berbagai cara, mualai dari membawa catatan kecil hingga bekerjasama dalam menjawab soal.

“Bhim, lu bakal nyontek ga? Ini gue bawa catatan, tapi lu jangan sampai ketauan nanti.” Ujar Lutfi sebelum ujian berlangsung.

Disitu, keimananku benar-benar diuji. Melihat banyak temanku yang membawa contekan membuat keyakinanku sedikit goyah.

“Aduh kalau ujung-ujungnya yang dapat nilai sempurna orang yang mencontek sia-sia aku belajar semalem” ujarku dalam batin

Dengan cepat aku menepis pikiran negatif itu. Aku sudah diajarkan ayah dan ibuku untuk tidak berbuat curang dalam menempuh ujian. Mereka mengajariku untuk selalu berperilaku jujur, di segala kondisi.

Ujian pun sudah dimulai. Teman-teman mulai menjalankan aksinya untuk mencontek. Segala cara mereka lakukan untuk dapat mencontek. Ada yang menggunakan rautan sebagai alat untuk mengedarkan jawaban satu ke yang lain, janjian ke kamar mandi untuk diskusi bahkan ada yang berani membawa membawa hp. Saat pengawas lengah mereka membuka hp dan catatan yang dibawa. Aku hanya fokus mengerjakan soal tanpa peduli pada mereka.

Waktu berlangsung dengan cepat. 95 menit bukanlah waktu yang lama, namum sangat cukup untuk menjawab soal-saol ujian akhir semester. Saat itu waktu sisa 10 menit. Aku sudah selesai menjawab seluruh soal walaupun tidak tahu pasti apakah aku sudah menjawab pertanyaan dengan benar. Suasana di dalam kelas semakin gaduh karena masih ada beberapa yang belum mendapat jawaban. Apalagi ketika banyak yang mengumpul lembar jawab pengawas akan semakin lemah dan situasi tidak kondusif yang membuat aksi contek mencotek semakin panas. Selesai ujian banyak teman-teman yang masih resah dengan jawabannya.

“Gila… Soalnya susah banget ga sih tadi? Mana catetan gue banyak yang nggak keluar lagi. Pusing Gue.” Ujar Madi.

Suasana seperti ini akan berlanjut hingga seminggu kedepan. Banyak yang makin lihai dalam mencontek karena sudah terbiasa melakukan itu.

Tidak terasa seminggu telah berlalu. Ujian akhir semester telah usai dilaksanakan. Aku semakin resah menunggu hasil ujianku. Timbul rasa pesimis bahwa aku tidak akan mendapat peringkat atas karena banyak teman-teman yang mencotek. Namum aku selalu meyakinkan diriku sendiri kalau usaha tidak akan mengkhianati hasil.

Pengumuman hasil ujian tiba. Orang-orang mengerumi papan pengumuman. Dengan berdesakdesak aku sampai di depan papan. Aku melihat satu persatu nama dari bawah karena aku yakin tidak mendapat peringkat namun tidak juga kutemukan namaku.

“Bhima Saputra”. Namaku berada dinomor tiga. Artinya aku masuk di peringkat 3 besar. Senang bukan main. Walaupun tidak berada di peringkat satu, namum ini sudah membuatku senang. Karena apa yang dibilang ibu saat itu benar-benar terjadi. Sedangkan temanku yang mencontek, mereka tidak ada yang masuk dalam peringkat 3 besar.

“Tahu gitu kita kemarin gak usah bikin contekan ya. Nyesel gue. Padahal contekan yang kita buat belum tentu masuk materi ujian. Terus kita tu habis waktu mencari jawaban yang engga pasti.” Ungkap temanku yang menyesali perbuatannya.

Kini aku menyadari arti sebuah kejujuran. Semanis apapun kebohongan akan terasa pahit pada akhirnya. Selain itu apabila kita berusaha dengan sungguh-sungguh maka hasil yang akan kita peroleh tidak main-main. Semenjak hari itu aku semakin yakin dengan kejujuran karena kejujuran dapat membuat kita percaya diri.