Bunyi sama, Makna berbeda?


sumber: https://www.michigandaily.com/

Bila membahas mengenai bahasa, tentu kita tahu bahwa terdapat berbagai bahasa di dunia. Di antara banyak bahasa tersebut, beberapa kali kita jumpai adanya kata-kata yang dari penulisan maupun bunyinya sama dengan bahasa Indonesia.

Bila dirasa terlalu jauh, pernahkan kalian memperhatikan bahasa daerah di Indonesia? Bila disimak secara baik-baik, kita juga dapat menemukan kata-kata yang penulisan ataupun bunyinya hampir sama dalam bahasa-bahasa daerah di Indonesia, namun maknanya bisa jadi berbeda. Bila kalian dari Jawa, cobalah untuk berkata,

“Aku wes mari” di Jawa Tengah, artinya “Saya sudah sembuh
dan “Aku wes mari” di Jawa Timur, artinya “Saya sudah selesai

Kata mari tersebut memiliki bentuk yang sama, namun maknanya jauh berbeda.
Lalu, apa tanggapan kalian mengenai fenomena tersebut?

5 Likes

Aku we mari, artinya apa?

Aku ikut aja?

Sudah saya edit supaya lebih mudah dipahami, Pak :+1:

2 Likes

Menurut saya itu hal yang wajar. Di dalam bahasa Bima, fenomena seperti itu pun ada.
Contohnya pada kata “rawi”. Bisa berarti lagi, kerja, dan membajak sawah. Kata “mada”, berarti saya, belum matang, dan mata serta masih ada kata lainnya. Menurut informasi dari teman-teman saya, di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, hampir setiap desa, bahkan setiap “gang” memiliki perbedaan bahasa. Meskipun sama-sama berasal dari Lombok, tapi tak jarang teman-teman saya sulit memahami bahasa masing-masing. Itu menunjukkan kekayaan dari bahasa daerah. Namun, tentunya peluang hadirnya fenomena di atas lebih besar. Bagi pendatang (bukan warga asli) tentu akan kesulitan. Jadi, ada sisi positif dan negatifnya.

Sumber: berdasarkan pengalaman sendiri.

2 Likes

Menurut saya, bahasa berkembang sesuai dengan perkembangan pikiran manusia. Fenomena tersebut adanya kemungkinan sebuah kata tidak akan hilang namun memiliki sebuah perubahan makna dari waktu ke waktu sehingga mengalami perbedaan sedikit maupun banyak. Hal ini didukung pendapat Djajasudarma (2009:78) yang mengungkapkan bahwa gejala perubahan makna sebagai akibat dari perkembangan makna oleh para pemakai bahasa.

Menurut Pateda (2010:159-160) menjelaskan mengenai perubahan makna yang menyangkut banyak hal, seperti pelemahan, pembatasan, penggantian, penggeseran, dan juga kekaburan makna. Perubahan makna yang tampak dalam kata-kata adalah akibat perkembangan kebutuhan manusia sebagai pemakai bahasa. Ada banyak sekali faktor yang menjadi penyebab terjadinya perubahan makna, salah satunya yakni perubahan makna dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia.

Misalnya, dalam KBBI kata ‘seni’ bermakna: karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa, seperti; tari, ukiran. Sedangkan bagi masyarakat Melayu, kata ‘seni’ lebih banyak dihubungkan dengan air seni atau air kencing.

Referensi

  • Djajasudarma, T., dan Fatimah. 2009. Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: PT Refika Aditama.
  • Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
2 Likes

Iya di daerah Pulau Jawa bagian barat pun ada hal serupa seperti yg Saudara contohkan. Memang unik ya. Tiap daerah memiliki ciri khas tersendiri.