Bukan Sekedar Pajangan


Source : pinterest.id

23 Maret 1986

“Argh hawa panas ini seperti mengejek diriku yang menangis karena terkena lilin tidur. Hmm tapi aku heran kenapa mereka sangat lincah memutari tempat membosankan ini.”

Aku akan menulisnya sendiri disini, panggil saja aku Loey. Jangan berpikir aneh-aneh mengenai diriku, aku hanya gadis biasa berambut coklat yang berasal dari desa diatas bukit. Lalu jika kalian bertanya mengapa aku ada di kota saat ini, sebenarnya itu karena sedang berlangsung acara pameran yang diselenggarakan oleh pemerintah kota hari ini. Awalnya aku tidak terlalu tertarik untuk berpartisipasi, coba bayangkan siapa yang mau duduk diam di lapangan sepanas ini? Hei sungguh itu bukan aku. Jadi alasanku disini adalah karena mata sipitku tak sengaja melihat tulisan kecil dipojok kanan bawah poster yang tertulis akan ada hadiah bagi pembawa karya seni terbaik. Jadi disinilah aku sekarang menjadi penjaga ‘benda’ pameranku, yang tadinya susah payah aku membawanya dari rumah hingga perlu merengek pada kakak lelakiku agar dibantu olehnya. Dia terus mengomeliku selama dijalan, tapi dia juga memberi senyum tipis ketika melihatku memilih membawa benda ini ke pameran. Entahlah aku juga tidak tahu harus menyebut benda besar ini apa, mungkin pajangan? Tapi bagiku ini bukan sekedar pajangan melainkan…

“Hai nona, ada apa disini?”

Aku hampir tersedak saat meminum jus persikku. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba ada segerombolan remaja yang terlihat emm kaya, sepertinya mereka anak petinggi kota ini. Mereka tampak melihat benda besar disampingku ini. Aku sudah menebak jika mereka akan mengeluarkan raut wajah bingung seperti itu, ingin kutertawakan saja rasanya. Ah tidak, bukan maksudku berpikir jika mereka kurang pintar, hanya saja mimik muka mereka terlalu lucu bagiku. Coba bayangkan, mulut mereka terbuka, mata yang bergerak melihat bingung seluruh benda, dan tangan yang digosokkan dibelakang kepalanya, sungguh aku tidak tahan lagi!

“Ahahahaha”, tawaku terlepas.

“Hanya cermin kosong? Apa ini yang kau bawa ke pameran ini?” ucap lelaki berambut hitam.

“Hei nona kecil apa kau menertawakan kami?” Lelaki bermuka judes itu berbicara sedikit membentak padaku.

“Ah tidak. Kalian bisa membaca judulnya,” ucapku setelah menghentikan tawa.

“Ck, hanya cermin kosong, apa yang bisa dilihat?”

“Seharusnya kau tidak membawa benda seperti ini ke pameran, adik kecil.” Kali ini gadis pirang yang berbicara, dia cukup sopan menurutku dan terlihat anggun.

Setelah itu mereka pergi begitu saja, padahal aku berharap ada beberapa logam yang mereka lempar ke kantongku. Setidaknya itu dilakukan sukarela oleh penikmat pameran untuk menghargai pembawa karya. Aku kembali duduk di kursi sebelumnya. Mereka tidak salah jika menyebut ‘benda’ ini cermin, karena memang hanya ada cermin selebar 2 × 1,5 meter terpajang didinding ini.

“Seharusnya hanya dengan judul itu mereka sudah paham maksud dari benda ini.” Monologku sambil melihat papan judul diatas cermin ini.

“Loey!”

Aku menoleh kearah suara itu, aku sangat mengenalnya. Itu kakak lelaki yang kuceritakan tadi, Luke. Dia berjalan kearahku sambil melihat segerombolan remaja yang baru saja berlalu dari tempatku tadi.

“Dugh!”

Oh dia terjatuh, tapi aku tidak berminat untuk menolongnya. Itu kesalahannya karena berjalan tidak melihat jalan yang dilalui. Suara tawaku ternyata cukup tangguh untuk membuatnya terbangun sendiri dan kembali mendekat. Jitakkan di kepala pun kuterima dengan mulus.

“Ei itu sakit, Luke. Jadi apa yang membuatmu kesini?” ucapku sambil mengusap kepala.

“Jam makan siang, sebelum perutmu penuh dengan air jadi kubawakan makanan untukmu.” Aku hanya tersenyum mendengar kalimatnya, walaupun terkadang menyebalkan tapi dia saudara yang baik.

“Disini sangat panas, jelas saja kalau aku akan minum lebih banyak kalau tidak aku akan mati kehausan disini.”

“Ya. Jadi mereka tadi dari sini?”

“Yup! Itu benar dan sama seperti dirimu yang sebelumnya tidak paham dengan cermin ini.”

Luke hanya tersenyum dan mengusap kepalaku. Aku kembali melihat kearah judul itu terpasang, apakah sesulit itu untuk memahaminya? Padahal kupikir sudah sangat ringkas, tidak berbelit, dan langsung pada intinya. Aku membawa ini tentu dengan alasan, bukan hanya sekedar ikut untuk mendapat uang sukarela. Alasanku yang pertama jelas untuk menang dan mendapat hadiah. Lalu, yang kedua adalah ingin menyadarkan makhluk yang disebut manusia.

Aku akan memberi tau judul yang terpasang di atas cermin ini. Tapi tolong jangan membuat raut muka seperti para remaja tadi, sungguh aku tidak bercanda karena itu menggelitik perutku. Dan juga aku yakin jika kalian adalah orang-orang cerdas, judul ini tidak akan membuat kalian bingung, namun sebaliknya kalian mungkin akan terkejut. Baik, akan aku beri tahu. Judulnya adalah “PREDATOR PALING BERBAHAYA DI DUNIA”.

Ah apa kalian melihat senyum miringku barusan? Ahaha. Yah itu lah judulnya. Kenapa hanya cermin? Dimana predatornya? Oh haruskah aku menunjuk diriku dan diri kalian sebagai jawabannya?

Manusia adalah predator paling berbahaya di dunia

5 Likes