Budaya *Deadliner* di Kalangan Mahasiswa

deadline
Gambar oleh Lachi17 dari yeahmahasiswa.com

Hai, sobat mijil! Perkenalkan nama saya Asyiva Rizki Schumi, tetapi banyak orang memanggil saya siva. Saat ini saya sedang menempuh pendidikan S1 pada program studi PPKn di universitas negeri ternama yang berada di Surakarta, yaitu Universitas Sebelas Maret. Dan disini saya ingin membahas persoalan tentang budaya deadliner yang terjadi pada kalangan mahasiswa, di mana saya juga termasuk mahasiswa yang melakukan hal tersebut.

Istilah deadline pasti sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Deadline berarti tenggat atau batas waktu, di mana hal tersebut menjadi momok bagi para mahasiswa. Hal tersebut dikarenakan, para mahasiswa menjadi merasa tertekan karena selalu dikejar oleh tugas yang bisa dibilang banyak apalagi ditambah dengan adanya deadline yang saling berdekatan antara tugas yang satu dengan tugas yang lain. Sehingga terkadang membuat para mahasiswa stress, bingung, dan lelah dalam membagi waktu dan konsentrasi terhadap tugas yang diberikan.

Istilah deadliner sendiri adalah sebuah kebiasaan yang sudah mendarah daging bagi kalangan mahasiswa, di mana para mahasiswa suka sekali menunda-nunda tugas yang diberikan oleh dosen dan mengerjakan tugasnya saat sudah mendekati tanggal pengumpulan. Tetapi, tidak semua mahasiswa mengerjakan tugas mendekati tenggat waktu, karena ada mahasiswa yang jauh-jauh hari sudah menyelesaikan tugas. Juga, menjadi seorang deadliner itu sangat membutuhkan kemampuan dalam berpikir cepat dan dapat mengontrol pikiran untuk tetap tenang, juga memiliki keberanian untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dalam waktu yang sangat terbatas.

Dari pengamatan yang saya lakukan terhadap teman satu prodi saya dan dari apa yang sedang saya rasakan dan lakukan selama menjadi seorang mahasiswa mengenai budaya deadliner ini, yaitu saya merasa budaya deadliner tidak bisa dihilangkan apalagi budaya tersebut menurut saya sudah mendarah daging. Karena, menurut para mahasiswa yang selalu mengerjakan tugas mendekati deadline itu bukan berarti mereka malas tetapi karena bingung harus mengerjakan tugas yang mana dulu, dan terkadang jawaban untuk tugas tersebut itu baru ada ketika mendekati batas waktu pengumpulan.

Seperti yang saya rasakan dan lakukan saat menjadi mahasiswa ini, ketika mendapatkan tugas yang banyak dan diberi waktu untuk mengerjakan yang lumayan lama sekitar 1-2 minggu, dan saya tahu bahwa jawaban untuk tugas tersebut itu tidak sedikit, juga jawaban pada tugas tersebut selalu menggunakan jurnal-jurnal yang bacaannya banyak dan tidak mungkin bisa dikerjakan dalam kurun waktu yang singkat, tetapi saya selalu baru mulai mengerjakan H-3 dengan batas waktu yang telah ditentukan. Karena, entah mengapa otak saya selalu lancar dalam berpikir jika sudah mepet deadline.

Namun, budaya deadliner ini memiliki sisi negatifnya bagi setiap orang yang melakukannya. Karena, seorang deadliner itu akan lebih cenderung untuk mengutamakan kecepatan dalam menyelesaikan tugas daripada kualitas tugas yang dikerjakan. Sisi negatif selanjutnya yaitu, fungsi otak akan menurun yang dikarenakan oleh perasaan takut sehingga dapat membuat stress. Selanjutnya, seorang deadliner juga akan mengalami gangguan kesehatan, karena mereka akan rela untuk begadang demi menyelesaikan sebuah tugas. Dan risiko lainnya yang mungkin akan terjadi jika menjadi seorang deadliner.

Tetapi, intinya menjadi seorang deadliner ataupun bukan itu tidak menjadi masalah yang besar. Karena, semua itu tergantung orang yang melakukannya. Dan menjadi seorang deadliner bukan hal yang buruk, karena mereka memiliki kemampuan lebih dari orang lain dalam mengerjakan tugas dengan cepat dalam kurun waktu yang singkat dan di bawah tekanan. Tetapi, tidak menjadi seorang deadliner pun juga hal yang baik, karena mereka memiliki kemauan yang lebih kuat untuk menyelesaikan dan mengumpulkan tugasnya lebih awal.

13 Likes