Bosque! Anjir! Mantul! Receh!

image

Realitas kebahasaan kita tentu tak dapat dilepaskan dari fenomena bahasa. Salah satunya ialah hadirnya bahasa gaul. Ada juga yang menyebutnya bahasa anak jaman ‘now’.

Fenoma bahasa gaul tersebut tentunya akan memunculkan ‘kosakata-kosakata baru’, yang bagi sebagian kita sangat kita akrabi atau justru sebaliknya. Sebut saja, ‘ngab’, ‘santuy’, ‘anjir’, ‘receh’,‘mantul’, ‘bosque’, ‘gabut’, dan lain-lain.

Nah, terkait hal tersebut, bagaimana nih tanggapan kawans dari perspektif semantik?

2 Likes

Menurut saya, keberadaan bahasa gaul tersebut tidak lepas dari pengaruh beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah historis. Hal tersebut didukung oleh pendapat Ullmann (2014, h.99), yang menyatakan bahwa kata dan makna sejatinya selalu berubah-ubah seiring berjalannya jaman. Selain itu, ternyata bahasa daerah juga ikut mempengaruhi munculnya bahasa gaul tersebut. Penelitian Wijana (2012, h.56) dalam International Seminar “Language Maintenance and Shift II” membuktikan bahwa bahasa daerah yang paling banyak memperngaruhi adalah bahasa Jawa.

Di daerah Malang, Jawa Timur, terkenal akan adanya bahasa walikan, yaitu penggunaan terbalik dari kata-kata yang ada. Contohnya adalah sapaan rek yang menjadi ker, malang menjadi ngalam, dan sehat yang menjadi tahes. Hal yang sama berlaku pada bahasa gaul ngab dan kuy. Kata ngab berasal dari kata bang dan kuy dari kata yuk yang dibalik. Seiring berjalannya waktu, penggunaan kata-kata tersebut menyebar, tidak hanya di daerah Malang saja, hingga kini menjadi salah satu bahasa gaul yang dikenal anak-anak muda.

Referensi
Ullmann, S. (2014). Pengantar Semantik (5th ed.). (Sumarsono, Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wijaya, I.D.P. (2012, Juli), Peranan Bahasa-Bahasa Daerah dalam Perkembangan Bahasa Gaul Remaja Indonesia. Penelitian dipresentasikan di International Seminar “Language Maintenance and Shift II. Jawa Tengah: Universitas Diponegoro.

2 Likes

Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari – hari sudah mulai bergeser digantikan oleh bahasa gaul.
Bahasa gaul jika digunakan dalam situasi nonformal akan dapat dipahami, namun tidak tepat apabila penggunaan bahasa gaul digunakan dalam situasi formal.
Fenomena penggunaan bahasa gaul tidak hanya hasil dari perkembangan bahasa Indonesia namun juga terdapat perkembangan dari bahasa lain, contonya pada kata OTW memiliki makna on the way atau dalam perjalanan. Sedangkan bahasa gaul yang dihasilkan dari suatu bahasa yang sedang popupler seperti pada kata OTW memiliki makna oke tunggu wae. Bahasa gaul adalah gaya bahasa yang merupakan perkembangan dari berbagai macam bahasa, termasuk bahasa Indonesia sehingga bahasa gaul tidak memiliki sebuah struktur gaya bahasa yang pasti (Swandy 2017 : 4). Bahasa gaul ini memunculkan istilah-istilah baru yg pada awalnya digunakan hanya sebagain orang saja. Munculnya istilah-istilah baru ini dikarenakan adanya perkembangan dari bahasa Indonesia yang memiliki makna yang dapat berbeda dengan makna asli bahasa Indonesia.

REFERENSI

  • Aziza, Auva Rifat. 2019. PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA GAUL DI KALANGAN REMAJA. Jurnal Skripta. Vol. 5 No. 2 Hal. 33-39.

  • Ullmann, S. 2014. Pengantar Semantik (Sumarsono, Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

1 Like

Fenomena bahasa gaul yang memunculkan kata-kata menunjukkan beberapa sifat kebahasaan yakni sifat arbitrer. Dalam KBBI, kata arbitrer berarti manasuka; sewenang-wenang. Artinya, bahasa bersifat sewenang-wenang atau manasuka. Chaer (1994 dalam Devianty, 2017: 229), menegaskan bahwa bahasa sebagai suatu lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Berkaitan dengan fenomena bahasa gaul, kata-kata gaul yang muncul sebagai bentuk identifikasi diri dan eksistensi anak-anak muda. Selain, itu sifat bahasa yang dinamis terlihat akan munculnya ragam kata gaul yang non baku tersebut, yakni mengikuti perkembangan zaman penuturnya. Berdasarkan segi semantik, munculnya kata-mata tersebut bisa menghadirkan fenomena perubahan/pergeseran makna. Banyak sekali faktor yang bisa menyebabkan perubahan makna tersebut, tetapi secara umum dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu sebab yang bersifat kebahasaan dan sebab yang bersifat non-kebahasaan (Subuki, 2011).
Contohnya pada kata ‘anjir’ yang memiliki lebih dari satu pemaknaan, bahkan sempat menjadi pembicaraan di antara netizen. Ada yang mengatakan sebagai kata yang berkonotasi negatif dan ada pula menganggap berkonotasi positif. Tergantung kepada sudut pandang masing-masing. Selain itu, seperti kata ‘bund’ (asal kata bunda) tidak lagi hanya bermakna panggilan untuk perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak, tetapi menjadi panggilan yang umum.

Referensi:
-Devianty, Rina. 2017. Bahasa Sebagai Cermin Kebudayaan. JURNAL TARBIYAH, Vol. 24, No. 2, Juli-Desember 2017.
-KBBI Edisi V (Aplikasi Offline)
-Subuki, Makyun. 2011. Semantik: Pengantar Memahami Makna Bahasa. Jakarta: Transpustaka.

2 Likes

Menurut saya, bahasa yang berkembang saat ini banyak mengalami perbahan dan menjadi beraneka ragam. Khususnya pada anak zaman ‘now’, bahasa yang kekinian atau biasanya disebut dengan bahasa gaul itu sangat marak digunakan.
Fenomena ragam bahasa gaul yang digunakan anak zaman ‘now’ dalam kehidupan sehari-hari sebagai alat berkomunikasi dapat berasal dari kata yang mengalami penyingkatan, kata-kata yang mempunyai makna kamus, tetapi mengalami sebuah perubahan arti atau makna. Hal ini didukung oleh Ertika dkk (2019) yang menjelaskan bahwa bahasa gaul adalah salah satu variasi bahasa yang sengaja digunakan dan diciptakan khususnya di kalangan remaja atau anak-anak muda untuk meningkatkan keakraban dan eksistensi dalam kelompok mereka.

Selain pendapat tersebut Yuniaryani (2015) berpendapat bahwa kehadiran bahasa gaul berjalan beriringan dengan konsep kebudayaan populer di Indonesia. Secara lingual perbedaan bahasa remaja dengan bahasa anggota kelompok masyarakat yang lain dapat dilihat dalam berbagai tataran kebahasaannya seperti tataran morfologi, tataran fonologi, tataran leksikon, tataran sintaksis, dan bahkan tataran yang lebih tinggi (Wijana, 2010:6).

Kosakata baru terbentuk karena dipengaruhi oleh bahasa asing dan bahasa daerah. Misalnya kosakata “kamsud” berasal dari kata “maksud” tetapi pelafalan atau penulisannya sengaja dibalik menjadi kosakata baru “kamsud” sehingga orang lain yang tidak termasuk dalam kelompok usia remaja diharapkan tidak mengetahui makna tersebut. Selain itu juga ada kata “nyesek” yang biasa diartikan dengan sesuatu hal yang menyesakkan hati.

Referensi

  • Ertika R., Chandra D. E., & Diani I. 2019. “Ragam Bahasa Gaul Kalangan Remaja di Kota Bengkulu”. Jurnal Ilmiah Korpus. Vol. 3. No. 1. Hlm. 84-91.
  • Yuniaryani, T. 2015. “Fenomena Bahasa Gaul di Kalangan Remaja dalam Kaitan dengan Kepribadian Bangsa”. Prosiding Seminar Nasional Pertemuan Ilmiah Bahasa dan Sastra Indonesia (PIBSI) XXXVII. _
  • Wijana, I. D. P. 2010. Bahasa Gaul Remaja Indonesia. Yogyakarya: Aditya Media.
3 Likes

Menurut pendapat saya, bahasa itu dinamis. semakin maju pola pikir manusia, semakin banyak juga ide-ide yang dimunculkan, terutama dalam hal bertambahnya kosa-kata kebahasaan. sejatinya, bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer. jadi pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa bahasa itu dapat berkembang dan akan terus berkembang, tanpa terkecuali bahasa gaul.
hal ini diperkuat oleh pendapat Helda (2015: 124) yang menyatakan bahwa bahasa gaul lebih mudah untuk dipelajari karena strukturnya lebih sederhana dari bahasa Indonesia baku. Sementara itu, menurut Nurhasanah (2014: 18), ragam bahasa gaul remaja memiliki ciri khusus, singkat, lincah dan kreatif. Kata-kata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata yang agak panjang akan diperpendek melalui proses morfologi atau menggantinya dengan kata yang lebih pendek seperti memang menjadi emang.

Menurut hemat saya, bahasa gaul atau dikenal juga bahasa prokem muncul karena bahasa tersebut tidak lagi menjadi bahasa yang memiliki makna rahasia. Mungkin jika dulu bahasa gaul hanya dipakai oleh komunitas tertentu, saat ini mengalami perluasan jangkauan. Dalam artian tidak hanya komunitas tertentu saja, tetapi hampir semua orang mengetahui terutama masyarakat yang gemar bermedia sosial. Hal ini sejalan dengan pendapat Mulyana (dalam Sari 2015:2) yang menjelaskan bahwa bahasa gaul dapat dikatakan istilah atau kata yang memiliki makna khusus, unik, menyimpang, atau bahkan bertentangan dengan arti yang lazim yang berasal dari subkultur tertentu. Kemudian, Hilaliyah (2010:2) mengungkapkan bahwa bahasa gaul (bahasa prokem) dapat disebut sebaga bahasa prokem sandi, yaitu bahasa yang dipakai dan digemari kalangan remaja tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut menguatkan pernyataan saya dan dapat diketahui bahwa bahasa gaul yang ada saat ini sudah memiliki pergeseran subjek.

Ullman (2014:50) mengungkapkan bahwa tiap-tiap bahasa memiliki karakteristik dalam struktur-struktur katanya. Dari pernyataan tersebut sangat pas jika dibenturkan dengan bahasa gaul. Karena bahasa gaul memiliki karakteristik dan struktur yang khas sehingga dapat menarik kalangan tertentu untuk menggunakannya. Kemudian Ullman (2014:59) mengungkapkan bahwa linguis harus menaruh perhatian pada konteks situasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa gaul ini harus disesuaikan dengan situasi. Jangan sampai dalam ranah formal bahasa gaul tersebut dipakai.

Sumber:
Ullman, Stephen. (2014). Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hilaliyah, Hilda. 2010. “Maraknya Penggunaan Bahasa Gaul di Kalangan Pelajar Sekolah Menengah Atas”. Dalam Jurnal: Dieksis Vol. 02 No. 01 Januari - Maret 2010, halaman 2.
Sari, Beta Puspa. 2015. “Dampak Penggunaan Bahasa Gaul di Kalangan Remaja Terhadap Bahasa Indonesia”. Dalam Prosiding Seminar Nasional Bulan Bahasa UNIB 2015, halaman 2-5.

1 Like