Benarkah Krisis Iklim Sudah Terjadi?


sumber : Pexels.com

Tak terasa semakin hari udara semakin panas, banyak pembicaraan yang menyebutkan bahwa telah terjadi perubahan iklim, krisis iklim sedang melanda. Sebelumnya, Apa sih krisis iklim itu? Krisis iklim merupakan istilah yang menggambarkan pemanasan global dan perubahan iklim, beserta akibatnya.

Selama ratusan tahun, berbagai aktivitas manusia pasca revolusi industri telah menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) dalam jumlah yang begitu besar. GRK yang awalnya muncul secara alami untuk menyelimuti atmosfer dan mempertahankan suhu bumi pada kadar yang sesuai bagi manusia kini justru menjadi ancam yang dapat menyebabkan kenaikan suhu bumi pada tahap yang tak wajar.

Memangnya, apa sih yang menyebabkan emisi GRK begitu meningkat?

Perlu kita ketahui, emisi GRK berasal dari berbagai faktor yang menjadi bagian dari aktivitas manusia. Meski begitu, ada 5 sektor penyumbang utama emisi GRK, yaitu Energi, Kehutanan, Sampah, Pertanian, dan IPPU (Proses Industri dan Penggunaan Produk). Ternyata, sektor energi menjadi penyumbang utama emisi karbon dunia, disusul sektor hutan dengan maraknya deforestasi dan kebakaran hutan lahan.

Dampak yang terjadi akibat adanya krisis iklim

Cepat laju perubahan iklim menyebabkan berbagai fenomena iklim ekstrim di banyak wilayah di seluruh dunia. Saking cepatnya laju perubahan iklim, kita hadapi dengan krisis iklim. Bila krisis iklim terus terjadi, suhu bumi terus naik, kekeringan dimana-mana, kenaikan permukaan air laut, kerusakan alam, bencana alam semakin sering dan kepunahan bermacam spesies.

Sudah banyak terjadi di Indonesia terkait krisis iklim yaitu bencana Hidrometeorologi yang bertambah 278 kejadian sejak 13 Mei hingga Juni 2022.

1. Banjir Rob

Setidaknya banjir telah menggenangi 20 kabupaten/kota di daerah pantai utara pulau Jawa, pada 23-25 Mei 2022. Misalnya banjir Rob di Semarang, Penurunan tanah menjadi salah satu faktor penyebab banjir di Semarang, aktivitas Industri dan pemukiman yang terus menguras air dalam perut Kota Semarang menyebabkan permukaan tanah terus turun.

Sejak tahun 2002, permukaan air laut pesisir semarang naik 5 mm per tahun. Kian parah dengan naiknya permukaan air laut. Kenaikan permukaan air laut ini juga dipicu oleh mencairnya es di kutub. Tidak hanya itu, salah satu penyebab krisis iklim yaitu penggunaan bahan bakar fosil seperti batu bara dengan dibangunnya PLTU di Batang, Semarang.

2. Kebakaran hutan dan lahan

Kebakaran hutan dan lahan terjadi 18 kali sejak 13 Mei 2022 karhutla meluas hingga 33.525 hektare (ha) di seluruh Indonesia sejak awal tahun. Perubahan iklim meningkatkan risiko cuaca panas dan kering yang kemungkinan akan memicu kebakaran hutan. Dampak yang terjadi akibat adanya kebakaran lahan ini yaitu semakin tingginya polusi yang ada di udara. Fungsi hutan yang seharusnya menjadi paru-paru dunia. Tentunya hal ini akan memicu masalah baru yaitu penyakit.

Penyakit yang sering menyerang masyarakat berkaitan dengan bencana ini yaitu ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Atas. ISPA ini terjadi karena udara yang dihirup masyarakat kotor dan tidak layak. Tidak hanya itu, kebakaran ini juga berdampak pada ekosistem yang ada di hutan tersebut misal tanaman dan pepohonan akan mati serta binatang akan kehilangan habitatnya. hal ini akan mengganggu ekosistem.

3. Puting_beliung

Ternyata angin Puting_Beliung ini dapat tercipta dari perubahan iklim. Puting_Beliung telah melanda Bandung, Depok, Kulon Progo, Pulau Buru, dan Tangerang Sepanjang Mei –Juni 2022. Menurut Edvin Aldrian, Profesor Riset bidang Meteorologi dan Klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Angin Puting_Beliung ini terjadi karena adanya Musim pancaroba yang ditandai dengan pertemuan massa udara dingin dengan massa udara panas yang berasal dari belahan bumi selatan. Hal ini mengakibatkan angin kencang yang membawa awan-awan cumulonimbus – awan penghasil hujan lebat, petir, hingga hujan es.

Dampak yang terjadi dari pergerakan angin ini yaitu dapat menyapu habis semua benda di hadapannya, pohon, rumah warga hingga gedung-gedung tinggi. bencana ini menyebabkan kerusakan berupa materiil dan immateriil. kerusakan material yaitu harta benda, bangunan, rumah, perkebunan/sawah, dan hewan ternak. sedangkan kerusakan immateriil yaitu psikis seseorang yang mengalami bencana tersebut.

4. Bencana serangan hama

Petani cabai di Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara terancam gagal panen akibat meningkatnya curah hujan dan serangan hama. Curah hujan yang sangat ekstrem ini telah kita rasakan beberapa bulan terakhir. Perubahan iklim dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap serangga hama.

Secara langsung iklim mempengaruhi bioekologi dari serangga hama seperti perubahan iklim yang drastis akan menyebabkan terganggunya proses perkembangbiakan serangga (menurunkan atau meningkatkan). Secara tidak langsung perubahan iklim akan mempengaruhi lingkungan pendukung kehidupan serangga seperti perubahan iklim yang menyebabkan tidak tersedianya makanan (tanaman) sebagai sumber nutrisi dari serangga hama akibat terlalu panas atau terlalu dingin.

Dengan demikian adanya perubahan iklim secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan serangga hama, sehingga peranannya dalam suatu tingkat trofik akan berbeda. Seringkali akibat perubahan iklim terjadi ledakan populasi serangga hama tertentu, atau terjadinya kepunahan suatu serangga hama. Krisis iklim telah menyebabkan intensitas bencana hidrometeorologi, cuaca ekstrem, hingga serangan hama meningkat.

Nah, Potensi emisi ini dapat berkurang dengan tiga solusi ini:

Pertama: Pertanian Berkelanjutan

Pertanian Berkelanjutan mengutip dari Pertanian Buleleng Bali (2017) adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.

Maksud dari Pertanian berkelanjutan yang sebenarnya adalah yang berkelanjutan secara ekonomi yang dicapai dengan: penggunaan energi yang lebih sedikit, minimalnya jejak ekologi, lebih sedikit barang berkemasan, pembelian lokal yang meluas dengan rantai pasokan pangan singkat, lebih sedikit bahan pangan terproses, kebun komunitas dan kebun rumah yang lebih banyak, dan lain sebagainya.

Pertanian ini memberikan efek positif bagi lingkungan dan makhluk hidupnya. Dikarenakan semakin banyaknya tanaman yang dikelola dan berdayakan, membuat tanah semakin gembur, bertambahnya oksigen, dan menurunkan emisi gas rumah kaca.

Kedua: pelestarian hutan,

Pelestarian hutan menurut [PBB] adalah salah satu cara menurunkan emisi adalah menyiapkan penyerapnya, yakni pohon. Setiap tahun 13 juta hektare hutan akibat dibalak atau dikonversi.

Luas ini setara dengan luas negara Inggris. Deforestasi sebanyak itu membuat 12-18% emisi tak terserap. Angka ini setara dengan emisi karbon global yang dilontarkan oleh alat transportasi di dunia. sementara itu, Satu pohon mampu menghasilkan 1,2 kilogram (kg) oksigen per hari.

Sementara setiap orang perlu 0,5 kg oksigen per hari. Jadi satu pohon mampu menunjang kehidupan dua orang. Sebaliknya, menebang satu pohon berarti menghilangkan persediaan oksigen untuk dua orang. Jika setiap rumah memiliki satu pohon atau tanaman di lingkungannya, pastinya akan ikut berkontribusi dalam menyerap emisi CO2 di lingkungan tersebut. Selain itu, lingkungan yang ada di sekitar rumahnya akan asri,hijau, dan nyaman untuk ditinggali.

Ketiga: Menggunakan angkutan umum

Emisi CO2 dari transportasi berkontribusi sampai 46% terhadap emisi di perkotaan, apalagi kalau menggunakan kendaraan pribadi. pemerintah telah memudahkan warga naik transportasi publik dengan mengintegrasikan rute dan haltenya dengan MRT, LRT, dan KRL.

Selain itu, dengan menggunakan kendaraan pribadi akan mengurangi angka kemacetan di perkotaan. Jika tidak ingin menggunakan transportasi umum, masyarakat bisa menggunakan cara lain untuk mendukung gerakan mengurangi emisi CO2 yaitu dengan bersepeda dan jalan kaki.

Sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk membantu mengurangi emisi khususnya di perkotaan. Nah, setelah membaca beberapa narasi tentang perubahan iklim diatas mari ciptakan bumi yang asri, bersih dan sehat untuk generasi yang akan datang.

Daftar Pustaka

Maqoma, Robby Irfany, 2022.”Pakar Menjawab: maraknya puting_Beliung akibat pancaroba atau perubahan iklim?” https://theconversation.com/pakar-menjawab-maraknya-put ing-beliung-akibat-pancaroba-atau-perubahan-iklim-178944, diakses pada 30 Juni 2022.

Forest Digest, 2021. “Peran Hutan Mencegah Pemanasan Global” https://www.forestdigest.com/detail/1052/apa-itu-pemanasan-global, diakses pada 2 Juli 2022

Wardani Nila, 2017.”PERUBAHAN IKLIM DAN PENGARUHNYA TERHADAP SERANGGA HAMA”http://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/7359, diakses pada 1 Juli 2022.