Bahasa Tidak Hanya Wahana Komunikasi, Tetapi Alat Untuk Mengekspresikan Emosi

Bahasa sebagai alat komunikasi manusia yang tidak telepas dari arti atau makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Sebagai suatu unsur yang dinamika, Bahasa berkembang sesuai kebutuhan hidup manusia. Bahasa juga mengendalikan emosi pada setiap tutur kata, tiap bahasa mempunyai nilai emotif. Selain itu, tiap bahasa bermaksud untuk mengomunikasikan sesuatu. Jika seseorang memang benar-benar tidak mempunyai sesuatu untuk dikatakan maka dia tidak mengatakan apa-apa. Ragam kata yang memiliki emosi disebut sebagai emotif.

Kata emotif merupakan ragam kata yang dapat menimbulkan emosi subjektif suatu individu atau kelompok. Kata ini mampu menciptakan perasaan positif dan negatif pada seseorang melalui sentuhan pancaindranya (penglihatan, sentuhan, rasa, aroma, dan pendengaran) Makna emotif menunjuk sesuatu yang lain yang tidak sepenuhnya sama dengan yang terdapat dalam dunia kenyataan (Djajasudarma, 2012). Makna emotif di dalam bahasa Indonesia cenderung mengacu kepada hal-hal (makna) yang negatif.
kata emotif dapat membawa pengaruh emosional yang kuat bagi pembacanya. Sebab, dalam kata ini, pembaca diajak untuk berimajinasi dan berekspresi menggunakan pancaindra mereka.

Menurut Ullman (2014:157) mengatakan bahwa bahasa itu tidak hanya wahana komunikasi, melainkan juga alat untuk mengekspresikan emosi dan untuk menggunakan emosi itu “memengaruhi” orang lain. Tentu saja kita bisa mengemukakan bahwa kedua unsur itu, komunikatif ataupun emotif harus ada pada setiap ujaran meskipun salah satu unsur itu mungkin sepenuhnya lebih dominan. meliputi faktor konteks, slogan, derivasi emotif, elemen evaluasi, dan nilai emotif.

Kata emotif biasa digunakan sebagai kaidah kebahasaan pada teks pidato dan deskripsi. Penggunaannya bisa berbeda, bergantung pada fungsi, karakter, serta tujuan dari teks itu sendiri. Pada teks deskripsi, kata emotif hanya menggunakan ungkapan yang mengandung pikiran dan perasaan positif saja. Sedangkan pada teks pidato, kata emotif biasanya diisi dengan pikiran dan perasaan yang beragam.

Contohnya, kata birokrat, pejabat pemerintah, dan pelayan publik memiliki arti literal yang hampir identik. Namun, dalam arti emotif setiap kata itu memiliki makna yang berbeda.

Kata birokrat umumnya cenderung mengekspresikan kekesalan, kemarahan, dan celaan. Sementara kata pelayan publik biasanya diartikan sebagai sesuatu hal yang terhormat. Kata ini cenderung mengekspresikan dukungan dan persetujuan dari masyarakat.
Contohnya “Kamu pikir dirimu itu siapa, pejabat penting dari Departemen Pendidikan Nasional?”

Kata ‘pejabat penting’ dalam kalimat di atas dapat bermakna ‘senang memerintah dan banyak mengatur’. Namun, makna itu juga dapat memiliki arti yang berbeda, tergantung pada nilai rasa seseorang pada individu itu sendiri.

Dari contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengaruh emotif suatu kata selalu berkaitan dengan ciri-ciri yang diacu oleh referennya. Penulis bebas mengekspresikan emosinya secara subjektif, dengan pandangan yang positif ataupun negatif. Ini bisa dijadikan sarkasme atau sindiran pada individu atau kelompok tertentu.

Daftar Referensi
Djajasudarma, T. Fatimah. (2012). Semantik 1. Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: ERESCO.
Ullmann Stephen. 2014. Pengantar Semantik. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

1 Like