Bahasa dan Usia: Memahami Proses Penyusutan dalam Tutur Anak-Anak

2
Sumber gambar: Canva (elemen anak-anak)

Di dalam kegiatan sosial, sudah pasti terjadi peristiwa tutur. Dimana, peristiwa tutur ialah situasi yang melibatkan dua pihak (yakni pihak penutur dan lawan tutur) untuk melakukan interaksi. Interaksi tersebut berupa ujaran tentang topik tuturan yang sama. Sehingga, dapat dikatakan bahwa, peristiwa tersebut merupakan kegiatan interaksi untuk melakukan komunikasi. Ketika melakukan komunikasi, tentu saja menggunakan media bahasa, agar apa yang dituturkan penutur dapat dimengerti oleh lawan tutur.

Tutur pada anak-anak memiliki proses yang panjang. Dimulai sejak usia 18 bulan (usia satu setengah tahun), anak baru mulai belajar bagaimana cara berbicara. Kemudian, anak sudah dapat memahami dan menguasai penggunaan tata bahasa pada usia tiga setengah tahun. Diusia itu apa yang anak tuturkan sudah dapat dipahami oleh orang dewasa secara jelas. Selain itu, pada usia tersebut, mulai terjadilah proses penyusutan makna pada tutur anak-anak (Sumarsono, 2002).

Penyusutan tutur merupakan proses penghilangan kata yang tidak diperlukan saat melakukan tindak tutur. Hal tersebut dilakukan agar terciptanya tuturan yang lebih efektif. Terjadinya penyusutan tutur pada anak-anak, tidak serta-merta membuat tuturan mereka menjadi sulit untuk dipahami, orang dewasa akan tetap memahami maksud yang ingin disampaikan anak dalam tuturnya itu.

Mungkin kawans masih bertanya-tanya, kira-kira kata-kata seperti apa sih yang dihilangkan ketika terjadinya proses penyusustan dalam tutur itu? Untuk mengetahui hal tersebut, yuk kita simak lebih jauh mengenai penyusutan tutur anak dibawah ini!


Sumber gambar: Canva (elemen anak-anak)

Dari hasil penelitian Roger Brown dan Ursula Bellugi (Sumarsono, 2002: 136), disebutkan bahwa, kata yang dihilangkan dalam proses penyusutan tutur yakni kata partikel, kata sambung, kata depan, dan banyak lagi golongan kata tugas (fungtor) yang disusutkan. Mengapa yang termasuk golongan tugas ini disusutkan? Karena kata tugas (fungtor) tidak memiliki fungsi gramatikal pada sintaksis. Artinya, tanpa menggunakan golongan kata tersebut tidak akan membuat kata-kata yang disusun menjadi kalimat yang terdengar rancu.

Misalnya saja, ketika orang dewasa mengirim pesan melalui telegram, mereka menerapkan teori ekonomi praktis. Teori ekonomi praktis dalam hal ini, orang dewasa mengirim pesan dengan cara memendekan pesan menjadi sesingkat mungkin. Tujuannya ialah agar biaya untuk mengirim pesan bisa lebih sedikit.

Contoh:

Dimana? Titip pecel ayam 2 ya!

Walaupun kalimat tersebut singkat, namun, penerima pesan akan tetap memahami maksud yang ingin pengirim pesan sampaikan. Kalimat yang disusutkan tersebut berasal dari kalimat lengkap Kamu dimana? Saya titip pecel ayam 2 porsi ya!

Tanpa penggunaan kata kamu, penggunaan kata dimana disertai tanda tanya sudah sangat jelas bahwa pengirim pesan menanyakan posisi yang ditujukan kepada penerima pesan. Kemudian, penghilangan kata saya juga sudah jelas menunjukan bahwa yang ingin titip pecel ayam adalah pengirim pesan. Selain itu, penghilangan kata porsi dilakukan karena angka 2 sudah menunjukan jumlah porsi yang harus dibeli, sehingga, tidak perlu dilengkapi dengan kata porsi lagi agar lebih efektif.

Begitulah kira-kira gambaran penyusutan yang terjadi pada tutur anak-anak. Penyusutan tutur anak-anak hampir mirip dengan kalimat telegram.

Referensi:

Sumarsono. (2002). Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Annisa, F. N. (2020). Pemakaian Bahasa Dalam Masyarakat Tutur Kata Anak Dalam Berkomunikasi Bahasa Indonesia Di Masyarakat.