Bagaimana Sikap Kita Menanggapi Berita Pengusiran Pengungsi Rohingya?

Akhir-akhir ini kita banyak mendengar berita tentang ditolaknya 249 pengungsi Rohingya yang berlabuh di Biereun, Aceh pada 17 November lalu. Berita itu sampai hari ini masih menjadi topik pembahasan hangat di media sosial. Berbagai komentar pun mewarnai setiap postingan mengenai pengungsi Rohingya di Indonesia. Ada yang berkomentar dengan sikap netral dan ada juga yang berkomentar setuju dengan pengusiran pengungsi Rohingya dari Myanmar tersebut dan bahkan menolak keras adanya pengungsi Rohingya di Indonesia dan menyuruh pemerintah untuk mendeportasi mereka.
Rohingya merupakan etnis minoritas Muslim di Myanmar, yang negaranya memiliki agama mayoritas adalah Buddha. Mereka tidak diakui kewarganegaraannya di Myanmar setelah pemerintah Myanmar mengeluarkan Undang-Undang Kewarganegaraan pada tahun 1982, sehingga mereka tidak memiliki hak-hak dasar dan perlindungan dari negara serta sangat rentan terhadap eksploitasi, kekerasan seksual, kekerasan berbasis gender, diskriminasi dan pelecehan. Sehingga mereka memutuskan untuk meninggalkan Myanmar yang dimulai tahun 1990. Dan puncak dari kejadian ini adalah pada tahun 2017, dimana di Myanmar terjadi kekerasan di Rakhine, Myanmar dan lebih dari 700.000 masyarakat Rohingya mencari bantuan ke Bangladesh. Mereka mengalami pelanggaran hak asasi di negaranya sendiri, dimana rumah mereka dibakar sehingga menyebabkan mereka terpisah dengan anggota keluarga lainnya dan banyak pelanggaran hak asasi manusia lainnya.

Berdasarkan data laporan dari UNHCR per tanggal 31 Oktober 2023 ada 1. 296. 525 pengungsi Rohingya yang tersebar ke beberapa negara untuk mencari perlindungan. Dan tempat tujuan pengungsi Rohingya setelah pergi dari Myanmar adalah Bangladesh, Malaysia, Thailand, India, dan Indonesia. Masyarakat Rohingya datang ke negara-negara tersebut menggunakan kapal kayu dari Myanmar dan di dalam kapal tersebut membawa ratusan orang sekaligus. Bila kita melihat apa yang terjadi kepada masyarakat Rohingya pasti ada rasa iba dan kasihan dengan apa yang mereka terima dari pemerintahan di negara asalnya. Mereka mengalami kekerasan, diskriminasi, dan bahkan pelecehan seksual dari Junta Militer di Myanmar ditambah mereka harus berdesakan dengan masyarakat lain untuk pergi bebas dari negaranya sendiri. Namun masih ada beberapa pro dan kontra yang terjadi di masyarakat terkait dengan berlabuhnya pengungsi Rohingya di Indonesia sampai pada hari ini.
Banyak dari masyarakat setuju dengan pengusiran pengungsi Rohingya dari Indonesia karena adanya pelanggaran yang mereka lakukan sebagai pengungsi selama berada di pengungsian di Aceh. Salah satunya adalah ada berita tentang kaburnya pengungsi Rohingya dari kamp pengungsian di Lhokseumawe Aceh. Lebih dari itu bahkan ada pengungsi yang kedapatan menjadi pengedar narkoba dan ada pengungsi yang diduga melakukan pelecehan seksual kepada warga setempat. Hal tersebut tentu memicu kemarahan masyarakat setempat bahkan seluruh masyarakat Indonesia. Ada juga berita yang menyebutkan para pengungsi berkata bahwa Indonesia bukanlah merupakan tujuan utama melainkan perhentian sementara karena Indonesia merupakan negara miskin dan tidak mampu memenuhi kebutuhan para pengungsi. Hal tersebut tentu juga memantik kemarahan masyarakat Indonesia. Namun pernyataan tersebut belum ada sumber valid dan ada yang mengatakan beberapa pernyataan tersebut tidak benar.

Ada juga kabar bahwa pengungsi Rohingya tidak bersyukur atas bantuan yang diberikan oleh pemerintah dan warga Aceh. Banyak dari mereka yang meminta tambahan makanan padahal makanan yang diberikan sudah cukup banyak dan itu memicu kemarahan masyarakat Aceh sendiri dan masyarakat di seluruh Indonesia. Para pengungsi juga menolak bantuan pakaian yang diberikan oleh masyarakat karena tidak sesuai dengan pakaian yang biasanya mereka pakai, padahal mereka harusnya bersyukur sudah diberi bantuan tempat tinggal, makanan dan pakaian. Hal ini menjadi salah satu penyebab pengusiran kepada pengungsi Rohingya di Aceh, karena kurangnya rasa bersyukur dan terima kasih para pengungsi untuk bantuan yang sudah diberikan.

Alasan lain yang membuat masyarakat Indonesia menyetujui pengusiran pengungsi Rohingya adalah banyaknya pengungsi yang datang ke Indonesia terutama Aceh padahal Indonesia tidak meratifikasi Refugee Convention 1951 dan Protocol 1967 sehingga Indonesia tidak harus menerima pengungsi Rohingya dan ada beberapa saran untuk mendeportasi semua pengungsi dari Indonesia. Namun alasan ini menjadi perdebatan setelah ada beberapa akun media sosial Twitter (X) yang mengutip tentang Indonesia yang tidak meratifikasi dua protokol dunia tentang pengurusan pengungsi seperti memberi fasilitas, pekerjaan, dan lain sebagainya. Salah satu akun yang saya temukan menyatakan bahwa pada kedua peraturan tersebut terdapat salah satu pasal yang menyatakan bahwa negara yang menjadi member yang meratifikasi Protocol 1967 tidak dapat melanggar suatu prinsip yaitu mengirim balik orang yang sedang dalam terancam nyawanya untuk dikembalikan ke negaranya yang sedang dalam konflik. Dan prinsip tersebut sudah menjadi Hukum Kebiasaan Internasional yang seharusnya dilaksanakan oleh seluruh negara di dunia, bisa kita simpulkan bahwa melihat dari sisi ini ternyata Indonesia tidak dapat mendeportasi seluruh pengungsi Rohingya untuk kembali ke negaranya.
Ada juga komentar yang menyebutkan bahwa Indonesia juga memiliki peraturan untuk mengatur mengenai Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016. Namun pada Peraturan Presiden ini belum cukup implementatif karena pemerintah belum menerapkan peraturan tersebut dalam penanganan pengungsi dari luar negeri. Disamping itu pemilik akun media sosial Twitter (X) tersebut mensyukuri bahwa Indonesia memiliki kerangka hukum untuk kedepan dapat diaplikasikan pada penanganan pengungsi dari Rohingya di Indonesia ini.
Satu lagi alasan pengusiran didukung oleh masyarakat Indonesia yang akan dibahas adalah masyarakat takut bahwa kedepannya pengungsi ini merampas daerah yang ada di Indonesia. Hal ini disebabkan adanya narasi bahwa pengungsi Rohingya di Malaysia melakukan demo untuk meminta satu pulau untuk tempat tinggal para pengungsi. Dan di Indonesia banyak masyarakat yang ter-trigger dengan narasi tersebut dan malah mengaitkan peristiwa pengungsi Rohingya ini dengan Israel dan Palestina, dimana mereka takut nanti jika kita masih menampung pengungsi Rohingya maka mereka akan meminta hak lebih terkait lokasi dan yang lain-lainnya. Namun ada salah satu akun media sosial Twitter (X) yang membantah narasi terkait pengungsi Rohingya meminta daerah di Malaysia merupakan bentuk demo kepada Menteri Luar Negeri yang ada di Malaysia, bukan kepada masyarakat Malaysia. Dan dari pernyataan narasi tersebut belum dapat dipastikan bagaimana kebenarannya dan banyak netizen Indonesia yang masih termakan berita tersebut dan menyebarkan berita hoax mengenai pernyataan tersebut.

Lalu bagaimanakah sikap yang benar dalam menghadapi berita-berita yang simpang siur di berbagai sosial media maupun laman-laman berita yang ada diluar sana? Menurut saya hal yang harus dilakukan pertama adalah waspada terhadap berita yang tersebar luas di media sosial atau laman berita. Karena sekarang banyak berita yang terkesan memprovokasi masyarakat untuk menyebarkan ujaran kebencian dan lain sebagainya. Kita sebagai masyarakat yang hidup di era modern ini seharusnya sudah mengetahui bagaimana cara menanggapi sebuah berita yang tersebar melalui dunia maya. Kita harus memastikan berita tersebut valid atau tidak sehingga saat kita menyebarkan ulang berita tersebut kita dapat juga mempertanggungjawabkan kebenarannya, bukan hanya sekedar melihat berita yang ramai lalu langsung menyebarkannya ke orang lain atau komunitas yang lain. Karena kalau kita hanya menyebarkan tanpa crosscheck lagi apakah berita tersebut benar atau tidak maka ditakutkan dapat terjadi perpecahan karena adanya beda pendapat dan dapat melukai perasaan orang lain maupun pengungsi dari Rohingya.

Hal lain yang dapat dilakukan untuk menanggapi berita ini adalah tidak menuliskan berita buruk atau komentar buruk. Kita harus dapat menjadi masyarakat yang pintar dalam bersosial media dengan tidak menyebarkan komentar buruk terhadap suatu berita sehingga tidak terjadi perpecahan akibat perbedaan pendapat. Dari kasus pengusiran pengungsi Rohingya di Aceh ini saya dapati banyak masyarakat yang termakan berita buruk dan menjadi ikut berkomentar buruk kepada pengungsi Rohingya dan pada pemerintah yang belum menyampaikan pernyataannya terhadap kasus ini. Sebelum berkomentar seharusnya kita berpikir dahulu apakah komentar kita ini dapat dipahami dengan baik apabila dibaca oleh orang banyak, bukan hanya sekedar menuliskan komentar kekesalan dan disertai dengan kata-kata yang tidak baik dan terkadang menggunakan bahasa yang kasar dan tidak sopan. Sebenarnya cara kita berkomentar dapat menjadi indikasi bagaimana cara kita menanggapi suatu masalah, apakah kita mudah terpancing dengan hal-hal yang tidak benar atau kita dapat memikirkan dahulu bagaimana masalah itu dan menemukan solusi untuk menanggapi dan menanggulangi masalah tersebut. Seharusnya kita memberikan suatu komentar yang berupa solusi agar untuk masyarakat setempat, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat untuk menanggulangi masalah gelombang pengungsi tersebut.

Memang adanya gelombang pengungsi yang terjadi di Aceh menggemparkan seluruh masyarakat di Indonesia. Namun kita juga belum bisa mengjustifikasi bagaimana situasi yang terjadi, masih perlu menunggu bagaimana pernyataan pemerintah untuk mengatasi kasus gelombang pengungsi Rohingya dan penolakan masyarakat ini. Disamping menunggu pernyataan kita juga harus memiliki sikap yang benar dalam menanggapi berita-berita yang beredar agar nantinya tidak terjadi kesalahpahaman tentang bagaimana situasi yang terjadi. Untuk masyarakat diharap bisa lebih bijaksana dalam bersosial media dan jangan menjadi masyarakat yang menjadi provokator untuk menyebar ujaran kebencian dan memicu adanya salah paham di kalangan masyarakat yang lain. Selain itu ada beberapa masukan saya untuk masyarakat sekitar di Aceh, pemerintah daerah bahkan pemerintah pusat. Yaitu untuk menyaring lagi pengungsi yang baik dan yang tidak, apabila didapati banyak pengungsi yang tidak menaati aturan maka dapat diberi pemahaman bagaimana aturan yang berlaku dan memberi kesempatan untuk memperbaiki perilakunya, apabila masih belum bisa maka dapat diberikan hukuman yang dapat membuat efek jera. Lalu masyarakat juga dapat memberi pengertian apa saja yang harus dilakukan oleh para pengungsi tersebut agar tidak hanya istilahnya “menumpang tempat” kepada masyarakat di Aceh. Dan pemerintah pusat dapat membuat keputusan dan kebijakan yang dapat memberi alur yang jelas tentang penanggulangan permasalahan pengungsi Rohingya ini, agar baik masyarakat setempat maupun para pengungsi tidak saling dirugikan.

Kesimpulan dari teks opini ini adalah kita seharusnya dapat mengendalikan diri kita saat menanggapi sesuatu di sosial media agar apa yang kita tuliskan dapat dipertanggungjawabkan dan tidak menyinggung atau melukai perasaan orang lain. Kita harus juga mementingkan rasa kemanusiaan kepada para pengungsi Rohingya agar tidak mudah termakan berita buruk, dan memiliki rasa belas kasih kepada para pengungsi. Kepada pemerintah juga diharapkan dapat segera memutuskan penyelesaian dari permasalahan yang terjadi, agar masyarakat Indonesia dapat menciptakan situasi yang tenang, terlebih tahun 2024 akan diadakan pesta demokrasi di Indonesia, jangan sampai malah terjadi kericuhan bahkan perpecahan. Dan bagi masyarakat setempat juga dapat mengantisipasi kejahatan yang mungkin bisa dilakukan oleh para pengungsi dengan memberi pemahaman tentang bagaimana aturan masyarakat yang berlaku di daerah tersebut.

1 Like