“Eh, ini sama nggak sih artinya?”
“Setahuku beda sih maknanya.”
“Erti? Belum pernah dengar aku. Memangnya kata itu ada di KBBI?”
Teman-teman, ada yang mau ditanyakan terlebih dahulu, nih. Apakah di sini ada yang pernah mengalami pengalaman atau kejadian serupa? Sejauh mana, sih kalian mengenal ketiga istilah di atas? Apakah di antara kalian masih ada yang merasa bingung tentang istilah arti, erti, dan makna? Tenang saja kawan, kalian tidak sendirian. Kebanyakan orang memang masih sering salah kaprah memahami ketiga istilah di atas. Namun, sebenarnya ada sebuah penjelasan khusus mengenai tiga istilah tadi, loh! Penjelasan itu terdapat dalam salah satu cabang studi linguistik. Namanya semantik. Jika didefinisikan secara singkat cabang ilmu itu mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan makna. Sebuah bidang kajian yang akan menerangkan tentang permasalahan ini. Wah, bagaimana ya kira-kira? Kalian penasaran bukan? Yuk, kita cari tahu bersama-sama!
Pertama, kita akan mulai dari makna dan arti terlebih dahulu. Cara paling mudah yang dapat kita lakukan untuk memecahkan persoalan ini adalah melalui kamus. Jika kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia lalu mencoba mencari tahu dua istilah tadi, kita akan menemukan sesuatu yang bisa menjadi landasan. Terdapat persamaan di samping kata makna dan arti, yaitu maksud yang terkandung atau maksud pembicara. Dari keterangan itu, kita dapat mengetahui bahwa kedua kata itu sama. Boleh kita katakan keduanya bersinonim. Kesejajaran itu menjadikan keduanya bisa menggantikan posisi satu sama lain untuk menyesuaikan konteks atau hanya demi sekadar membuat variasi kata.
Istilah makna dan arti memang sama-sama diakui sebagai kata baku dalam bahasa Indonesia dan sering digunakan, tapi ternyata ada satu fakta menarik loh! Setelah ditelusuri secara mendetail, terdapat satu perbedaan yang begitu signifikan apabila kita meninjaunya berdasarkan perbandingan frekuensi penggunaan di antara kedua istilah tersebut. Di dalam kehidupan sehari-hari, istilah arti memang lebih akrab di telinga orang-orang ketimbang makna. Sementara dari sisi keilmuan semantik, istilah makna lebih sering ditekankan daripada arti. Intensitas pemakaian kedua kata itu berbeda, tergantung ruang lingkupnya. Bahkan keterangan mengenai definisi semantik saja menyebutkan kata makna, bukan arti.
Meskipun makna dan arti saling menggantikan, kedua istilah tersebut tidak dapat disamakan dalam semua hal. Coba perhatikan contoh kalimat ini
“Apa yang ingin kamu bicarakan berdua denganku tadi? Maaf, tapi pesan tanpa suara yang kamu sampaikan tadi tidak bisa aku pahami sama sekali. Aku belum bisa menangkap arti gestur yang kamu tunjukkan dari belakang panggung dengan jelas. Kerumunan orang di sana sangat mengganggu daya pandangku.”
“Benda ini begitu berarti baginya. Hanya ini yang akan senantiasa mengingatkan anak itu. Semua kenangan bersama Ibu dan Ayahnya disimpan dalam kotak ini. Mungkin hanya ini yang tersisa … sebuah warisan berharga sekaligus harta satu-satunya.”
Kata arti pada ujaran pertama dan kata berarti dalam ucapan nomor dua, masing-masing dapat disubstitusikan dengan kata makna dan bermakna. Jika digantikan, tidak akan mengubah keseluruhan kalimat. Kedua paragraf tadi tetap, tidak akan berubah.
Sekarang coba kalian bandingkan dengan suatu kalimat di bawah ini.
“Bukankah itu hal yang biasa terjadi? Mengapa jadi kalian yang marah-marah dan merasa kecewa? Semua hubungan 'kan memiliki pasang surutnya masing-masing. Kalian tidak berhak terlalu ikut campur dalam masalah ini. Lebih baik jika kalian biarkan dia menyelesaikannya sendiri. Dia pasti akan meminta bantuan kita jika memang butuh. Kalau pun masih tidak ada perbedaan, itu berarti dia harus berusaha lebih keras lagi untuk mendapatkan hati gadis itu.”
Kata berarti di sini tidak bisa digantikan dengan kata bermakna karena adanya ketidakcocokan dengan konteks kalimat. Jika dipaksakan, pasti akan berakhir dengan merusak keseluruhan ujaran. Alternatif yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan memberikan kata ganti lain, misal tandanya. Apabila kalimat itu dibaca kembali akan menjadi seperti di bawah ini.
“Bukankah itu hal yang biasa terjadi? Mengapa jadi kalian yang marah-marah dan merasa kecewa? Semua hubungan 'kan memiliki pasang surutnya masing-masing. Kalian tidak berhak terlalu ikut campur dalam masalah ini. Lebih baik jika kalian biarkan dia menyelesaikannya sendiri. Dia pasti akan meminta bantuan kita jika memang butuh. Kalau pun masih tidak ada perbedaan, itu tandanya dia harus berusaha lebih keras lagi untuk mendapatkan hati gadis itu.”
Pemakaian kata tandanya tidak akan merusak paragraf. Bukannya mengganggu, kata itu justru menjaga keharmonisan antar kalimat yang ada.
Mari kita beranjak ke penjelasan selanjutnya. Ada lagi kata yang kurang familiar melebihi dua istilah tadi. Entah mengapa tiba-tiba muncul sebuah keyakinan. Keyakinan yang mengatakan bahwa mungkin masih banyak di antara kalian yang belum pernah mendengarnya. Apalagi bagi orang awam. Benar, bukan?
Istilah erti memang jarang diucapkan oleh orang-orang. Kata erti biasanya disebut dalam versi baru melalui proses derivasi. Apa yang dimaksud dengan derivasi? Kridalaksana (1993:40) mengemukakan derivasi sebagai proses mengubah kata dasar menjadi bentuk kata baru dengan menambahkan afiks noninflektif. Kita ambil contoh kalimat berikut ini.
“Coba kamu perhatikan dia! Apa sesulit itu bagimu untuk mencoba mengerti? Masih mau keras kepala juga dan menolak semua kenyataan yang ada? Sadar! Jangan egois dan cuma memikirkan kepentingan dirimu sendiri! Mereka yang ada di sekitarmu akan pergi darimu kalau kamu tidak segera mengubah pola pikirmu juga.”
“Aku tidak meminta banyak darimu. Selama ini aku tidak pernah meminta apa pun, tapi bisakah kamu mengabulkan permintaanku yang satu ini? Aku tidak butuh tas, baju, atau kalung mahal yang baru kamu belikan itu. Aku benar-benar tidak memerlukan semuanya! Cukup satu yang aku perlukan. Aku membutuhkan pengertian.”
Sudah pasti orang-orang lebih akrab dengan kata pengertian dan mengerti daripada kata erti, bukan? Itulah yang dinamakan dengan derivasi.
Kalau berbicara mengenai ilmu semantik cakupannya luas sekali. Ada banyak pembahasan yang dapat dikupas satu per satu. Topik permasalahan yang diangkat kali ini merupakan salah satu bagian kecil yang akan mendasari pemahaman kita sebelum mengenal semantik lebih jauh. Lantas, bagaimana nih? Apa yang dapat kalian simpulkan setelah membaca penjelasan di atas?
Kalau sudah paham, jangan sampai salah lagi ya. Mulai sekarang pastikan terlebih dahulu konteksnya karena hal itu yang menjadi dasar utama. Konteks ujaran berpengaruh besar terhadap penggunaan kata arti dan makna. Begitu pula dengan istilah erti. Ingat! Tambahkan erti ke dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesiamu ya!
Terima kasih sudah berkenan membaca. Semoga kalian mendapatkan wawasan baru! Semangat menjalani hari sobat!
- ETK
Referensi :
Amilia, F., & Anggraeni, A. W. (2019). Semantik: Konsep dan Contoh Analisis. Jember: Pustaka Abadi
Parera, J.D. (2004). Teori Semantik (Edisi Kedua). Jakarta: Erlangga