Awal Mula Timbulnya Sebuah Bahasa

permulaan pertumbuhan bahasa dalam hal ini lebih tepat disebut pra bahasa yang mungkin sudah ada pada hominid. Sedangkan bahasa yang sesungguhnya baru timbul di kemudian hari, namun bukti yang menunjang gagasan tersebut tidak ada. Pithecanthropus diperkirakan sudah dapat berkomunikasi secara terbatas namun dengan dibantu isyarat tubuh. Iya sudah memiliki pra bahasa (Jacob, 1980:85). Dapat disimpulkan bahwa manusia pithecanthropus sudah bisa berbahasa ditunjang dengan postur tubuh yang dimiliki meskipun belum sempurna. Faktor tersebut sangat penting untuk memungkinkan adanya saluran suara yang sesuai untuk berkomunikasi verbal. Karena tidak ada data yang tertulis mengenai bagaimana timbulnya bahasa pada umat manusia terdahulu, maka telah dilontarkan berbagai macam teori mengenai hal tersebut. Di kemukakan teori-teori penting yang sejalan mengenai timbulnya bahasa:

  1. Teori Tekanan Sosial (The Social Pressure Theory)
    Dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya “The Theory of Moral Sentiments”, pada kebutuhan untuk saling memahami. Apabila mereka ingin menyatakan objek tertentu itu mereka terdorong untuk mengucapkan bunyi tertentu yang mengiringi usaha mereka untuk anggota kelompok sebagai tanda dalam menyatakan hal itu. Demikian bila pengalaman bertambah mereka akan menyampaikan pengalaman baru dengan bunyi baru. Adam Smith menggambarkan kan manusia sudah mencapai kesempurnaan fisik sehingga kapasitas mentalnya pada awal perkembangan sudah tercapai. Bahasa merupakan produk dari tekanan sosial bukan dari hasil perkembangan manusia.

  2. Teori Onomatopetik atau Ekoik
    Teori onomatopetik atau ekoik (imitasi bunyi atau gema) awalnya dikemukakan antara lain oleh John Gottfried Herder. Teori ini mengatakan bahwa obyek-obyek diberi nama sesuai dengan bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh obyek-obyek itu. Obyek-obyek yang dimaksud adalah bunyi-bunyi binatang atau peristiwa-peristiwa alam. Manusia yang berusaha meniru bunyi anjing, bunyi ayam, atau desis angin, debur gelombang, dan sebagainya akan menyebut obyek-obyek atau perbuatannya dengan bunyi-bunyi itu. Dengan cara tersebut terciptalah kata-kata dalam bahasa. Teori ini oleh lawan-lawannya (Max Miller) dijuluki dengan nama teori bow-wow.

  3. Teori Interyeksi
    Teori interyeksi bertolak dari suatu asumsi baha bahasa lahir dari ujaran-ujaran instinktif karena tekanan-tekanan batin, perasaan yang mendalam, dan rasa sakit yang dialami oleh manusia. Penganut teori ini biasanya tidak menjelaskan lebih lanjut bagaimana caranya bahasa itu muncul dalam kenyataan. Teori ini dijuluki dengan teori pooh-pooh. Pada saat orang merasa jijik atau muak, maka terdapat tendensi baha perasaan itu akan dinyatakan dengan ekspresi wajah atau bagian tubuh manusia disertai pula dengan bunyi-bunyi yang keluar dari mulut atau lubang hidung seperti pooh atau pish.
    Demikian dengan seseorang yang tiba-tiba terkejut atau heran, maka spontan terdapat tendensi bahwa ia akan memperpanjang proses pendayaan tenaganya dengan membuku mulut lebar-lebar sehingga ia akan menarik napas yang dalam dan cepat. Bila pada saat berikutnya ia harus mengeluarkan napas, maka mulut akan tertutup sedikit serta bibir-bibir akan menonjol ke luar. Bentuk bibir semacam ini akan menghasilkan bunyi /o/. Bila bunyi itu diperdalam dan diperpanjang maka akan menjadi /oh/. Bila proses ini diikuti rasa heran atau sakit, maka terdapat kecenderungan untuk mengerutkan otot-otot tubuh, termasuk otot-otot muka dan mulut akan kembali terbuka. Hal ini akan mengakibatkan suara berubah menjadi lebih tinggi dan akan menghasilkan bunyi /ah/.

  4. Teori Nativistik atau Tipe Fonetik
    Max Muller merupakan tokoh yang banyak mengeritik tori-teori sarjana lain, salah satunya mengeritik dan menolak teori onomatopetik dan teori interyeksi. Sebab itu Max Meller mengejukan teori lain mengenai asal-usul bahasa yang disebut teori nativistik atau teori tipe fonetik. Teori ini bersifat imitasi atau interyeksi. Teorinya didasarkan pada konsep mengenai akar yang lebih berifat tipe fonetik. Sebagai dasar teorinya ia mengemukakan suatu asumsi bawah terdapat suatu hukum yang menyatakan setiap barang akan mengularkan bunyi bila dipukul. Dari bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh barang tersebut manusia lalu memberikan responnya atas bunyi-bunyi tersebut. Sebeb manusia memiliki kemampuan ekpresi artikulatoris, maka responnya juga diberikan melalui ekspresi artikulatoris kepada apa yang diterima melalui pancaindranya. Kemampuan itu bukan buatannya sendiri, tetapi merupakan suatu instink. Kata adalah bermacam-macam impresi yang diambil dari perpaduan fonetik, dari peragaan dan perubahan-perubahan fonetik.

  5. Teori ‘Yo-He-Ho’
    Teori Noire yang menjadi landasan teori Muller yang bertolak dari suatu anggapan bahwa kegiatan otot-otot yang kuat mengakibatkan usaha pelepasam melalui pernapasan secara keras. Pelepasan melalui pernapasan ini menyebabkan perangkat mekanisme pita suara bergetar dengan bermacam-macam cara. Karena getaran itu timbullah bunyi ujaran. Orang-orang primitif, yang belum mengenal peralatan yang maju akan menghadapi pekerjaan-pekerjaan yang berat tanpa peralatan itu. Untuk memberikan semangat pada sesamanya, mereka kan mengucapkan bunyi-bunyi yang khas, yang dikaitkan dengan pekerjaan yang. Oleh sebab itu bunyi-bunyi yang dikeluarkan pada waktu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang khusus itu akan dipakai pula untuk menyebut perbuatan itu. Sebab itu teori ini dijuluki pula dengan nama teori Yo-he-ho.

  6. Teori Isyarat
    Teori Isyarat (The Gesture Theory) diajukan oleh Wilhelm Wundt, seorang psikolog yang terkenal dalam abad XIX. Ia menulis bukunya yang terkenal Völkerpsychologie. Dua jilid dari buku itu khusus mengenai bahasa. Teorinya tentang asal-usul bahasa didasarkan pada hukum psikologi, yaitu bahwa tiap perasaan manusia mempunyai bentuk ekspresi yang khusus, yang merupakan pertalian tertentu antara syaraf ‘reseptor’ dan syaraf ‘efektor’. Bila diadakan pengamatan secara cermat atas ekspresi-ekspresi itu, maka akan tampak bahwa tiap ekspresi akan mengungkapkan perasaan tertentu yang dialami oleh seseorang. Tiap ekspresi dihubungkan dengan syaraf tertentu yang dapat dipakai untuk mengkomunikasikan kenyataan-kenyataan itu kepada orang-orang lain. Bahasa isyarat timbul dari emosi dan gerakan-gerakan ekspresif yang tak disadari yang menyertai emosi itu. Komunikasi gagasan-gagasan dilakukan dengan gerakan-gerakan tangan, yang membantu gerakan-gerakan mimetik (gerakan ekspresif untuk menyatakan emosi dan perasaan) wajah seseorang.

  7. Teori Permainan Vokal
    Jespersen, seorang filolog Denmark yang kenamaan, berusaha mengkoordinasikan semua teori yang telah dikembangkan sebelumnya dan berusaha mengadakan suatu sintesa kedalam sebuah hipotesa yang lebih memuaskan. Sesudah menguraikan tiga bidang penelitian: (1) bahasa anak-anak, (2) bahasa suku-suku primitif, (3) sejarah bahasa-bahasa, ia sampai kepada kesimpulan bahwa ‘bahasa primitif’ menyerupai bahasa anak-anak, sebelum ia merangkaikan bahasanya menurut pola bahasa orang-orang dewasa. Bahasa manusia pada mulanya berujud dengungan dan senandung yang tak berkeputusan yang tidak mengungkapkan pikiran apapun, sama seperti suara senandung orang-orang tua untuk membuai dan menyenangkan seorang bayi. Bahasa timbul sebagai permainan vokal, dan organ ujaran mula-mula dilatih dalam permainan untuk mengisi waktu senggang ini.

  8. Teori Isyarat Oral
    Teori lain mengenai asal-usul bahasa dikemukakan oleh Sir Richard Paget dalam bukunya Human Speech (Paget, 1930: bab VII). Untuk menunjang teorinya itu ia mengemukakan banyak bukti. Ia bertolak dari jaman bahasa isyarat, untuk membuktikan bahwa ketika manusia mulai menggunakan peralatan, tangannya dipenuhi dengan barang-barang itu sehingga tangannya tidak bisa dipergunakan lagi dengan bebas dalam berkomunikasi. Sebab itu manusia memerlukam alat lain. Isyarat yang mulanya dilakukan dengan tangan, tanpa sadar mulai digantikan oleh alat-alat lain yang dapat menghasilkan isyarat-isyarat yang lebih cermat.
    Pada mulanya manusia menyatakan gagasannya dengan isyarat tangan, tetapi tanpa sadar isyarat tangan itu diikuti juga oleh gerakan lidah, bibir, dan rahang, yang membuat juga gerakan-gerakan sesuai dengan isyarat tangan tadi. Pada waktu tangan mendapat tekanan tugas yang lebih banyak karena aktivitas lainnya (dalam hal ini memegang barang-barang), maka peranan tangan sebagai pemberi isyarat juga berkurang; tetapi sementara itu bagian-bagian pelengkap (lidah, bibir, dan rahang) sudah siap untuk mengambil alih peranan itu dengan carapantomimik. Kemudian tibalah tahap yang paling penting yaitu ketikamanusia melakukan isyarat dengan lidah, bibir dan rahang, maka udara yang dihembuskan melalui mulut (oral) atau lubang hidung akan mengeluarkan pula isyarat-isyarat yang dapat didengar sebagai ujaran berbisik.

  9. Teori Kontrol Sosial
    Teori kontrol sosial diajukan olch Gracc Andrus de Laguna dalam bukunya Speech: Its Funclion and Development (1927, bab I). Menurut de Laguna ujaran adalah suatu medium yang besar yang memungkinkan manusia bekerja sama. Bahasa merupakan upaya yang mengkoordinasi dan menghubungkan macam-macam kegiatan manusia untuk mencapai tujuan bersama. Bahkan teriakan hewan (cry) dan panggilan (call) mempunyai fungsi sosial. Panggilan, yang menandakan Bahasa dari seekor induk ayam ketika seekor elang terbang melintas di atasnya, membangkitkan respons tertentu pada anak-anak ayam untuk mencari tempat persembunyian. Kontrol sosial yang berujud teriakan binatang dihubungkan dengan tingkah laku yang sederhana dan kemampuan yang masih rendah dari species yang bersangkutan. Kompleksitas hidup yang semakin bertambah, disertai perubahan pada habitat itu sendiri dan jangkauan kegiatan yang selalu meluas secara konstan, semuanya menciptakan kebutuhan akan kerja sama yang lebih kompak, baik untuk mengadakan pertahanan bersama, maupun untuk mengadakan serangan-serangan bersama.

  10. Teori Hockett- Ascher
    Teori yang diajukan oleh Charles F. Hockett dan Robert Ascher dalam tulisan mereka yang berjudul “The Human Revolution”. Teori ini membahas tentang memperhituungkan evolusi yang dialami manusia. Apa yang dikemukakan oleh kedua sarjana ini merupakan suatu sintesa yang didasarkan pada pelbagai penelitian yang telah dilakukan peneliti-peneliti lain. Pada prinsipnya ahli-ahli menerima bahwa sekitar dua sampai satu juta tahun yang lalu, makhluk yang disebut proto hominoid sudah memiliki semacam bahasa.
    Primata ini dianggap memilki semacam komunikasi yang disebut call (panggilan). Fosil proto hominoid yang pernnah ditemukan adalah makhluk yang disebut proconsul yang berada di Afrika Timur, yang diperkirakan berasal dari jaman Miosen Tengaan atau Miosen Akhir, (jaman Oligosen). Makhluk proto hominoid adalah makhluk arboreal (hidup di pohon2), hidup berkelompok antara sepuluh atau tiga puluh anggota. Proto hominoid tidak mampu berbicara. Mereka menggunakan sistem komunikasi seperti yang terdapat pada gibbon modern. Dari penelitian yang mendalam diturunkan teori bahwa sistem call yang dipergunakan oleh makhluk proto hominoid kemudian diturunkan dua sistem komunikasi yang masih bertahan, yaitu sistem call pada gibbon modern dan bahasa nenek moyang manusia.

Disarikan dari buku “Linguistik Bandingan Historis”, karya Gorys Keraf, halaman 1-21.

Referensi:
Keraf, Gorys. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT. Gramedia.