Artikel Populer Kesenian Belitung "BERIPAT"

ca9b6170-3e93-4aa1-9cea-089799b7ca0c

KESENIAN BERIPAT ASAL BELITUNG
Penulis Artikel: Adhitya Alfriansyah

Permainan beripat ini dilakukan oleh dua orang yang saling berpukul-pukulan dengan rotan. Panjang rotan yang dipergunakan kira-kira satu meter lebih, dan besarnya sebesar telunjuk. Pada pangkal rotan itu dililit atau dibebat dengan tali kira-kira sebesar ibu jari.

Kalau sebuah kampung akan mengadakan permainan ini, penggemar-penggemar permainan atau penonton-penonton dari pelosok manapun pergilah ke tempat permainan itu. Biasanya permainan ini baru diadakan kalau ada perayaan perkawinan atau berhatam mengaji Alquran dan lain-lain.

Sebelum permainan diadakan, terlebih dahulu didirikan orang sebuah rumah panggung yang tingginya kira-kira sepuluh meter, luas di atas lebih kurang tiga meter persegi.

Di tanah lapang di hadapan panggung itu, di bawah penerangan lampu yang terang benderang dan dikelilingi oleh beratus-ratus bahkan beribu-ribu penonton, majulah salah seorang di antara calon pemain ke tengah-tengah tanah lapangan dengan menari-nari ‘Igal’ namanya. Calon pemain itu ‘Mengigal’ (menari-red) dengan maksud untuk mencari lawan, siapa yang berani melawannya bermain.

Manakala menurut pertimbangan orang-orang tua, dukun ataupun oleh orang lain tiada berhalangan lagi untuk melangsungkan pertandingan kedua mereka itu, maka rotan kedua mereka itu diukurkan sama panjangnya dan kira-kira sama besarnya. Baju kedua mereka itu dilucuti atau dibuka (dari pinggang ke atas dalam keadaan telanjang). Kepala mereka dibalut kain hingga telinga dan tangan kiri mereka itu dibalut pula dengan kain hingga siku.

Kemudian rotan kedua mereka itu digosok dengan Air Jampi dari dukun, sesudahnya diserahkan kembali kepada mereka masing-masing dan keduanya pun majulah ke tengah lapangan untuk mengadu ketangkasan kepandaian mereka masing-masing.Permainan beripat ini dilakukan oleh dua orang yang saling berpukul-pukulan dengan rotan. Panjang rotan yang dipergunakan kira-kira satu meter lebih, dan besarnya sebesar telunjuk. Pada pangkal rotan itu dililit atau dibebat dengan tali kira-kira sebesar ibu jari.

Kalau sebuah kampung akan mengadakan permainan ini, penggemar-penggemar permainan atau penonton-penonton dari pelosok manapun pergilah ke tempat permainan itu. Biasanya permainan ini baru diadakan kalau ada perayaan perkawinan atau berhatam mengaji Alquran dan lain-lain.

Sebelum permainan diadakan, terlebih dahulu didirikan orang sebuah rumah panggung yang tingginya kira-kira sepuluh meter, luas di atas lebih kurang tiga meter persegi.

Di tanah lapang di hadapan panggung itu, di bawah penerangan lampu yang terang benderang dan dikelilingi oleh beratus-ratus bahkan beribu-ribu penonton, majulah salah seorang di antara calon pemain ke tengah-tengah tanah lapangan dengan menari-nari ‘Igal’ namanya. Calon pemain itu ‘Mengigal’ (menari-red) dengan maksud untuk mencari lawan, siapa yang berani melawannya bermain.

Manakala menurut pertimbangan orang-orang tua, dukun ataupun oleh orang lain tiada berhalangan lagi untuk melangsungkan pertandingan kedua mereka itu, maka rotan kedua mereka itu diukurkan sama panjangnya dan kira-kira sama besarnya. Baju kedua mereka itu dilucuti atau dibuka (dari pinggang ke atas dalam keadaan telanjang). Kepala mereka dibalut kain hingga telinga dan tangan kiri mereka itu dibalut pula dengan kain hingga siku.

Kemudian rotan kedua mereka itu digosok dengan Air Jampi dari dukun, sesudahnya diserahkan kembali kepada mereka masing-masing dan keduanya pun majulah ke tengah lapangan untuk mengadu ketangkasan kepandaian mereka masing-masing.