Artikel Metode Rekonstruksi

ELFINA ISTIKHOMAH

Buku yang ditulis oleh Gorys Keraf ini memiliki dua belas BAB yang ditujukan kepada pembaca dengan rasa ingin tahu tentang masa lampau suatu bahasa. Pada artikel ini akan dibahas mengenai Metode Rekonstruksi yang secara khusus terdapat pada BAB lima. BAB 5 sendiri memiliki beberapa subbab, di antaranya adalah sebagai berikut: 1) Pendahuluan; 2) Teknik Rekonstruksi Fonem; 3) Rekonstruksi Morfemis; 4) Rekonstruksi Dalam; 5) Rekonstruksi di atas Morfem; dan 6) Penerapan Rekonstruksi. Rangkuman penjelasan setiap subbab adalah sebagai berikut:

A. PENDAHULUAN
Hubungan antara segmen-segmen yang berkorespondensi yang disusun dalam perangkat korespondensi fonemis selalu bersifat konstan dan teratur dalam keluarga bahasa yang sama. Oleh sebab itu para ahli bahasa mengembangkan pula suatu metode untuk mengadakan pemulihan (rekonstruksi) baik fonem-fonem purba (proto) maupun morfem-morfem proto, yang dianggap pernah ada dalam bahasa-bahasa purba, yang sama sekali tidak memiliki naskah tertulis. Karena rekonstruksi fonemis atau morfemis hanya menyangkut bahasa-bahasa yang tidak memiliki naskah-naskah tertulis, maka teknik rekonstruksi merupakan teknik prasejarah bahasa.

B. TEKNIK REKONSTRUKSI FONEM
Hal yang pertama kali dilakukan dalam teknik rekonstruksi fonem yaitu membandingkan pasangan-pasangan kata dalam berbagai bahasa kerabat dengan korespondensi fonemis dari tiap fonem yang membentuk kata-kata kerabat tersebut.
Setelah menemukan korespondensi fonemisnya, maka dapat diperkirakan fonem proto mana yang kira-kira menurunkan fonem-fonem yang berkondensasi tersebut. Bagi tiap perangkat korespondensi lalu dicarikan suatu etiket pengenal untuk memudahkan referensi. Etiket pengenal tersebut adalah fonem proto yang dianggap menurunkan perangkat korespondensi fonemis yang terdapat dalam bahasa-bahasa kerabat. Fonem ini biasanya diberi tanda asterik (tanda bintang: *).
Faktor yang diperhatikan dalam menentukan fonem proto dalam bahasa kerabat yaitu:

a. Sebuah fonem yang distribusinya paling banyak dalam sejumlah bahasa kerabat dapat dianggap merupakan pantulan linear dari fonem proto.
b. Fonem yang diterapkan dalam butir pertama, harus didukung dengan distribusi geografisnya yang luas, atau fonem itu terdapat dalam banyak daerah.
c. Fonem proto yang ditetapkan dengan ketentuan butir pertama dan kedua hanya boleh menurunkan satu perangkat korespondensi fonemis.

C. REKONSTRUKSI MORFEMIS
Rekonstruksi morfemis (antar bahasa kerabat), mencakup rekonstruksi atas alomorf-alomorf (rekonstruksi untuk menetapkan bentuk tua dalam satu bahasa). Dengan melakukan rekonstruksi fonemis maka berhasil pula dilakukan rekonstruksi morfemis, yaitu memulihkan semua fonem bahasa-bahasa kerabat sebagai yang tercermin dalam pasangan kata-kata ke suatu fonem proto, maka sudah berhasil dilakukan rekonstruksi morfemis (kata dasar atau bentuk terikat), untuk menetapkan suatu morfem proto yang diperkirakan perlu menurunkan morfem-morfem dalam bahasa-bahasa kerabat sekarang. Seperti halnya dengan fonem proto, maka morfem proto ini biasanya ditandai dengan sebuah tanda asterik di depannya (*).

D. REKONSTRUKSI DALAM
Rekonstruksi dalam atau rekonsruksi interen (internal reconstruction) adalah rekonstruksi yang dilakukan dalam satu bahasa untuk mendapatkan bentuk-bentuk tuanya. Rekonstruksi dalam merupakan suatu metode yang mencoba memulihkan suatu bahasa pada tahap perkembangan tertentu pada masa lampau dengan tidak mempergunakan bahan-bahan dari bahasa-bahasa lain. Rekonstruksi ini hanya mempergunakan bahan-bahan dari satu bahasa, yakni rekonstruksi atas alternasimorfofonemis atau atas alomorf-alomorf suatu morfem. Anggapan dasar (asumsi dasar) yang dijadikan pedoman yakni bahwa beberapa peristiwa dalam sejarah suatu bahasa meninggalkan data-data atau berkas-berkas tertentu, sehingga dengan mempergunakan data-data tersebut dapat diturunkan kesimpulan tertentu tentang suatu keadaan pada masa sebelumnya. Berikut merupakan rekonstruksi dalam sebuah bahasa.

  1. Adanya Alomorf
    Alomorf adalah istilah linguistik untuk variasi bentuk suatu morfem karena pengaruh lingkungan yang dimasukinya. Variasi ini terjadi pada perubahan bunyi (fonologis) tanpa perubahan makna. Contoh alomorf dalam bahasa Indonesia adalah pada morfem ber- (ber-, be-, dan bel-) serta me- (me-, mem-, men-, meng-, dan meny-). Terdapat contoh morfem dasar: jalan, main, diri, kerja, numah; jadi, lihat, dapat, rasa, dan anjur. Di samping itu terdapat contoh morfem terikat: ber-, be-, bel-; ler-, te-, dan tel-. Secara deskriptif dijelaskan bahwa bentuk-bentuk itu bervariasi karena lingkungan yang dimasukinya. Berdasarkan prosedur-proscdur tertentu lalu ditetapkan bahwa ada satu morfem untuk masing-masing kelompok variasi bentuk di atas, sedangkan ketiga bentuk dari tiap satuan itu disebut alomorf.

  2. Netralisasi
    Netralisasi Bahasa Jerman Moderen memiliki sejumlah konsonan, di antaranya terdapat enam konsonan yang sering menimbulkan problen. Keenam konsonan itu adalah /p/, /t/, k/, /b/, /d/, dan /g/. Keenamnya dapat muncul dalam posisi awal dan tengah, tetapi dalam posisi akhir hanya ada /p/, /t/, dan /k/.

  3. Reduplikasi
    Reduplikasi merupakan peristiwa atau gejala lain dalam bahasa yang dapat dipergunakan untuk mengadakan rekonstruksi dalam. Bentuk reduplikasi sebagai diperlihatkan di atas sama sekali tidak menimbulkan persoalan. Kita dapat menjelaskan bahwa dalam bahasa Yunani dan Latin vokal /O/ dan /i/ dilemahkan menjadi /e/, sedangkan dalam bahasa Sanskerta vokal /a/ dipertahankan.

  4. Bentuk Infleksi
    Kasus lain mengenai hilangnya aspirata terdapat dalam bentuk infleksi, khususnya dalam infleksi nomen. Bentuk nominatif dari kata rambut dalam bahasa Yunani adalah thriks, sedangkan bentuk genitifnya adalah trikhós. Dalam kasus nominatif aspirata hilang dari konsonan /k/ karena ada penanda /s/. Bahwa aspirata itu hilang dari /k/ karena penanda /s/ dapat dilihat kembali dalam kata ónuks ‘cakar’ dengan bentuk genitifnya omukhos.

E. REKONSTRUKSI DI ATAS MORFEM
Penggunaan metode rekonstruksi morfemis mengandung asumsi bahwa terdapat relasi antarbahasa yang dibandingkan itu. Dengan mengadakan rekonstruksi melalui korespondensi fonemis dapat disusun:

  1. Fonem Proto: yaitu fonem purba yang menurunkan satu fonem atau lebih dalam bahasa-bahasa sekarang.
  2. Morfem Proto: yaitu morfem purba yang menurunkan satu morfem atau morfem-morfem dalam bahasa sekarang.
  3. Bahasa Proto: yaitu bahasa yang menurunkan beberapa bahasa baru.

F. PENERAPAN REKONSTRUKSI
Perkembangan dari suatu bahasa proto ke bahasa-bahasa kerabat yang sekarang ada tidak terjadi sekaligus, dalam kenyataannya terdapat kemungkinan bahwa dalam proses pencabangan itu ada bahasa yang hilang dari pemakaian, entah karena penutur-penuturnya lenyap atau karena pendukung-pendukungnya beralih
menggunakan bahasa yang lain.
Penerapan rekonstruksi dapat dilakukan bila suatu masyarakat bahasa yang homogen tiba-tiba dicerai-beraikan oleh bencana alam ke empat daerah yang secara geografis berpisah satu dari yang lain, maka secara logis dapat diterima bahwa akan timbul empat bahasa baru. Pengadaan rekonstruksi merupakan suatu usaha untuk menelusuri kembali jejak perpisahan itu. Langkah yang pertama yang harus dilakukan dalam penerapan rekonstruksi yaitu mengadakan pengelompokan bentuk-bentuk yang identik.