IMPLIKASI REKONSTRUKSI BAHASA
Pada bab ini menguraikan kesimpulan teoretis yang dapat memberi gambaran lebih jelas mengenai peristiwa perkembangan bahasa pada masa lampau. Kesimpulan tersebut menyangkut tentang apakah ada pola-pola perubahan fonetis yang dapat disimpulkan secara universal, perubahan morfologis yang dapat dicatat, apakah ada tendensi runtutan waktu dalam korespondensi fonetis bentuk-bentuk rekonstruksi untuk menjelaskan macam-macam peristiwa bahasa.
Pada waktu mengadakan rekonstrusi fonem-fonem proto, tampak bahwa perubahan sebuah fonem ke dalam fonem-fonem bahasa kerabat sekarang ini berlangsung dalam beberapa macam tipe. Pola-pola pewarisan yang terpenting adalah sebagai berikut: a) pewarisan linier. Pewarisan linier adalah pewarisan sebuah fonemik proto dalam bahasa sekarang dengan tetap mempertahankan ciri-ciri fonetis protonya. Misalnya fonem proto */p/ menurunkan fonem /p/ dalam bahasa, fonem */d/ menurunkan fonem /d/, dan sebagainya. b) pewarisan dengan perubahan. Pewarisan dengan perubahan terjadi bila suatu fnem proto mengalami perubahan dalam bahasa sekarang. Misalnya fonem proto Austronesia Purba */i/ dalam kata I”/ikur/ ‘ekor’ berubah menjadi fonem /e/ dalam kata /ekor/ bahasa Melayu. Fonem /l/ Austronesia Purba dalam kata */lamuk/ menjadi /ń/ dalam kata /namuk/ bahasa Melayu sekarang. c) pewarisan dengan penghilangan. Pewarisan dengan penghilangan adalah suatu tipe perubahan. Fonem proto menghilang dalam bahasa Melayu. Misalnya fonem */a/ dalam suatu bahasa proto berubah menjadi fonem zero /ɵ/ dalam bahasa sekarang. Dalam bahasa Austronesia Purba ada kata */hubi/ ‘ubi’ dalam bahasa Melayu menjadi kata /ubi/. d) pewarisan dengan penambahan. Pewarisan dengan penambahan adalah suatu proses perubahan berupa munculnya suatu fonem baru dalam bahasa sekarang, sedangkan dalam bahasa proto tidak terdapat fonem. Dalam beberapa bahasa proses semacam itu dikenal dengan istilah vokalisasi yaitu penambahan suatu vokal pada suku kata akhir yang tertutup. e) penanggalan parsial. Penanggalan parsial adalah suatu proses pewarisan di mana sebagian dari fonem proto menghilang dalam bahasa kerabat sedangkan sebagian lain dari ciri fonem proto bertahan dalam bahasa kerabat tersebut. Proses ini masih jelas terlihat dalam bahasa Inggris, misalnya fonem /k/ dalam bahasa Inggris Kuno ada yang bertahan tetapi juga ada yang menghilang. Contoh: fonem /k/ menghilang pada kata; knife, know, knee, knapsack, kneel, dll. Namun, terdapat juga fonem /k/ yang bertahan seperti pada kata; king, kind, kill, keep, dll. f) perpaduan (merger. Perpaduan adalah proses perubahan bunyi di mana dua fonem proto atau lebih beradu menjadi satu fonem baru dalam bahasa sekarang. Perpaduan dapat berujud penggabungan antara satu fonem purba dengan satu ciri fonetis dari fonem lainnya. Proses perpaduan dua fonem, misalnya; dalam bahasa Inggris Tengahan /Ɛ/ dan /æ/ yang bersama-sama menjadi /iy/ dalam bahasa Inggris sekarang: /dƐ :d/ /gæ :s/ menjadi /diyd/ dan /giys/. g) pembelahan (split). Pembelahan adalah proses perubahan fonem di mana suatu fonem proto membelah diri menjadi dua fonem atau lebih, atau suatu fonem proto memantulkan sejumlah fonem yang berlainan dalam bahasa kerabat atau bahasa yang lebih muda. Dalam bahasa Latin fonem /k/ menurunkan tiga fonem yang berbeda dalam bahasa Prancis yaitu /k/, /s/, dan /ś/. Misalnya /k/ dalam kata-kata: cor ‘hati’, clarus ‘terang’, dan quando ‘bilamana’ memantulkan /k/ dalam bahasa Prancis seperti tampak dalam kata turunannya coeur ‘hati, clair ‘terang’, dan quand ‘bilamana’.
Pada materi ini terdapat macam-macam perubahan bunyi, antara lain: a) asimilasi. Asimilasi merupakan suatu proses perubahan bunyi di mana dua fonem yang berbeda dalam bahasa proto mengalami perubahan dalam bahasa sekarang menjadi fonem yang sama. Asimilasi dapat dibedakan menjadi asimilasi total dan asimilasi parsial. Asimilasi total terjadi bila kedua bunyi disamakan secara identik, seperti; sonno, collis, rotto. Sedangkan asimilasi parsial terjadi bila hanya sebagian ciri artikulatoris atau fonetis yang disamakan, seperti; in-possible menjadi im-possible, con-plete menjadi com-plete. b) disimilasi. Disimilasi adalah suatu proses perubahan bunyi yang merupakan kebalikan dari asimilasi. Proses ini berujud perubahan serangkaian fonem yang menjadi fonem-fonem yang berbeda. Asimilasi terjadi karena usaha penyederhanaan sedangkan disimilasi terjadi karena rasa kelegaan. Contoh kata-kata Austronesia Purba yang mengalami disimilasi seperti; *t’ambut, *t’akit, *tulit, *tudur, *tatik, dan *ratut yang menurunkan kata-kata Melayu; sambut, sakit, tulis, tidur, tasik, dan ratus. c) perubahan berdasarkan tempat. Perubahan bunyi yang bersifat asimilatif dan disimilatif dilihat dari sudut perubahan kualitas bunyi. Di samping kualitas bunyi ada juga perubahan lain yang semata-mata. Dilihat dari tempat terjadinya perubahan bunyi pada sebuah bentuk. Berdasarkan tempatnya dapat diperoleh beberapa macam perubahan bunyi: metasis, aferasis, sinkop, apokop, protesis, epentesis, dan paragog.
Rekonstrusi dalam perubahan lain, Bila suatu proses merger terjadi atas dua vokal proto dan menggunakan kedua vokal itu menjadi sebuah vokal tunggal, maka perubahan itu disebut monoftongsasi. Sebaliknya, bila satu fonem proto (vokal) berubah menghasilkan dua vokal maka proses itu disebut diftongisasi. Antara bahasa Autronesia Purba dan bahasa Polinesia sering terjadi proses diftongisasi, misalnya; */hatay/ menjadi */ate/ ‘hati’. */binay/ menjadi */fa-fine/ ‘bini. Diftongisasi terjadi dalam kata-kata berikut bila kita menganggap kata /kuto/ dalam bahasa Ma’anyan berubah menjadi /kutau/ dalam bahasa Campa.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa implikasi rekonstruksi mengemukakan metode-metode untuk menemukan bentuk bahasa proto. Pola-pola pewarisan yang terpenting adalah pewarisan linier, pewarisan dengan perubahan, pewarisan dengan penghilangan, pewarisan dengan penambahan, penganggalan parsial, perpaduan, dan pembelahan. Sedangkan macam-macam perubahan bunyi ada empat yaitu; asimilasi, disimilasi, perubahan berdasrkan tempat, dan perubahan-perubahan lain. Status bentuk rekonstruksi bagi setiap keluarga bahasa, bahasa proto dapat dianggap sebagai suatu bahasa induk yang khusus sedangkan bentuk-bentuk rekonstruksi dapat diperlakukan sebagai mewakili bahan dokumentasi dari zaman sejarah. Hal ini mengingat bahwa keadaan sebenarnya barangkali berlainan dengan bentuk rekonstruksi.