Artikel Geografi Dialek

Tidak ada satu bahasa pun di dunia ini yang tidak memiliki variasi atau diferensiasi. Variasi ini dapat berwujud perbedaan ucapan seseorang dari saat ke saat, maupun perbedaan yang terdapat dari suatu tempat ke tempat lain. Diketahui bahwa variasi-variasi itu memperlihatkan sebuah pola-pola tertentu. Pola-pola itu ada yang dipengaruhi pola-pola sosial, dan ada pula yang bersifat kedaerahan atau geografis. Hal tersebut bisa disebut dengan Geografi Dialek.

Apa itu Geografi dialek? Keraf (1996: 143) berpendapat bahwa dialek geografi atau geografi dialek adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi-variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal dalam suatu wilayah bahasa. Geografi dialek mengungkapkan fakta-fakta tentang perluasaan ciri-ciri linguistis yang sekarang tercatat sebagai ciri-ciri dialek. Dengan demikian geografi dialek mengkaji unsur-unsur gramatika, leksikon, dan fonologi di wilayah tertentu.

Geografi dialek juga dapat diartikan sebagai bagian dari linguistik historis yang secara khusus berbicara mengenai dialek-dialek atau perbedaan-perbedaan lokal suatu bahasa. Dalam tahun 1876, August Leskien mengumumkan slogannya yang terkenal: hukum bunyi tidak mempunyai kekecualian. Bahwa hukum itu tidak ada kekecualian dibuktikan dengan dialek-dialek. George Wenker ingin membuktikan kebenaran Hukum Leskien dengan menyelidiki pergeseran konsonan Jerman Tinggi dan Jerman Rendah. Wenker beranggapan bahwa apa yang termasuk dalam bahasa standar atau bahasa resmi merupakan unsur yang asli, sedangkan bahasa yang bukan bahasa standar merupakan bahasa yang sudah mundur atau sudah rusak.

Tetapi setelah mempelajari naskah-naskah tua, pendapat itu kemudian berubah dalam abad XIX. Ternyata dialek-dialek lebih menunjukkan kemiripan dengan naskah-naskah kuno daripada dengan dialek resmi. Dialek-dialek di luar bahasa resmi lalu dianggap lebih asli daripada bahasa resmi itu sendiri. Bahasa resmi dianggap sebagai bahasa yang sudah rusak, bahasa yang tidak mempertahankan keaslian lagi.

Pada tahun 1876 untuk menerapkan teori Leskien, George Wenker memulai usahanya untuk mengadakan penelitian atas dialek-dialek lokal. Akhirnya pada tahun 1881 ia menerbitkan enam peta sebagai model pertama dari Atlas Dialek Jerman Tinggi dan Jerman Rendah. Prosedur yang dilakukan oleh Wenker adalah sebagai berikut:
(1) Mencatat kata-kata yang paling intim: bagian tubuh manusia, kata ganti orang, alat-alat rumah tangga, alat-alat mata pencaharian, tumbuh-tumbuhan, upacara, dan sebagainya.
(2) Sesudah kata-kata itu dicatat lalu diadakan pengumpulan data secara kuesioner. Kata-kata itu diisi oleh guru-guru sekolah. Sesudah itu, daftar tersebut dikirim kembali ke Marburg untuk dianalisa dan diusahakan untuk dimasukkan ke dalam peta.

Lantas bagaimana cara memetakan peta geografi dialek? Teknik tersebut adalah dengan contoh sebagai berikut:
Daerah yang menggunakan kata lembu diberi tanda (ᵡ). Daerah yang menggunakan kata sapi diberi tanda ( ᵞ ). Demikian dengan kata petang dan sore diberi tanda (+) dan (-). Sedangkan antara kata aku dan saya diburi tanda (o) dan (u). Kemudian antara data-data tersebut ditarik suatu garis yang membagi wilayah kedua kata atau dapat juga dibuat garis yang menghubungkan kata-kata yang sama yang disebut isoglos. Supaya tidak tampak kekacauan karena banyaknya garis-garis, maka hanya beberapa topik dimasukkan dalam sebuah peta. Itu berarti kita akan memerlukan berpuluh-puluh peta untuk meliput semua topik yang ada.

Geografi dialek menghasilkan hipotesa tentang daerah-umur (age-area hypotesis), yang mengatakan bahwa unsur-unsur yang tersebar dalam daerahyang luas, usianya lebih tua dibanding unsur-unsur yang terbatas penyebarannya (ditolak karena sulit dibuktikan). Hipotesa di atas tidak berlaku pada iklan dan mungkin benar pada ribuan tahun lalu saat komunikasi masih terbatas. Jika benar maka bahasa paling tua adalah bahasa Inggris yang tersebar melalui migrasi dan difusi. Menurut Hockett (1963: 478-479), keberatan atas hipotesa di atas dapat dilihat di Amerika Tengah dan Barat. Kedua wilayah tersebut terdapat unsur homogen, sedangkan terdapat daerah kecil memiliki unsur berlainan. Homogenitas tersebut disebabkan daerah dimasuki unsur-unsur baru, karena migrasi maupun difusi. Suatu hipotesa untuk deduksi historis bagi geografi dialek adalah informasi geografis.

Referensi
Keraf, G. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka utama