Linguistik Historis Komparatif (LHK) adalah bidang ilmu bahasa yang membahas mengenai asal-usul bahasa yang ada di dunia dan teori mengenai hal tersebut serta melakukan perbandingan antara bahasa-bahasa serumpun. Teori ini muncul karena adanya gejala kemiripan dari kosakata dan struktur antara bahasa yang satu dengan bahasa lainnya. Hal-hal yang akan dibandingkan dalam bahasa-bahasa tersebut dapat mencakup bidang-bidang kosakata, fonologi, morfologi, dan sintaksis.
LHK mempelajari mengenai data-data dari satu bahasa atau lebih, sekurang-kurangnya dalam jangka waktu dua periode. LHK sendiri lahir atas kesadaran para ahli bahasa akan ketidakmungkinan penelitian pra-sejarah Bahasa yang tidak mempergunakan data-data yang dapat dicatat dewasa ini, atau data-data kuno yang terdapat dalam naskah-naskah.
Kaidah mengenai kekerabatan antarbahasa dapat dirumuskan dengan menggunakan kesamaan bentuk yang dipelajari secara sistematik. Kesamaan bentuk tersebut akan lebih meyakinkan lagi apabila bentuk-bentuk tersebut memperlihatkan adanya kesamaan semantik. Bahasa-bahasa kerabat yang berasal dari bahasa proto yang sama akan selalu memperlihatkan kesamaan dalam bentuk sistem bunyi (fonetik) dan susunan bunyi (fonologis). Bahwa kesamaan bentuk dan makna tersebut dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu: 1) warisan langsung, 2) faktor kebetulan, dan 3) pinjaman. Jika faktor warisan langsung maka akan diberi nama bentuk kerabat atau kognat, yang berarti kata tersebut merupakan sebuah warisan dua bahasa atau lebih dari suatu bahasa proto yang sama. Kemudian jika faktor kebetulan berarti sebuah kata yang arti atau bentuknya secara kebetulan mirip atau serupa (by chance). Lalu faktor pinjaman yaitu adanya suatu kemiripan bentuk makna yang terjadi karena bahasa akseptor (penerima) menyerap unsur tertentu dari sebuah bahasa donor akibat kontak dalam sejarah.
Keraf memaparkan bahwa tujuan dan manfaat LHK, dengan memperhatikan luas lingkupnya adalah: a) mempersoalkan dan menekankan hubungan-hubungan antara bahasa-bahasa serumpun, b) mengadakan rekonstruksi bahasa-bahasa yang ada dewasa ini kepada bahasa-bahasa yang dianggap lebih tua atau menemukan bahasa-bahasa proto yang menurunkan bahasa kontemporer, c) mengadakan pengelompokan (sub-grouping) bahasa-bahasa yang termasuk dalam suatu rumpun bahasa, dan d) berusaha menemukan pusat-pusat penyebaran bahasa proto dari bahasa-bahasa kerabat, serta menemukan gerak migrasi yang pernah terjadi. (Keraf,1991:23). Dengan demikian, LHK secara gamblang merunut asal muasal bahasa dan mengelompokkan hingga sebuah bahasa bisa dengan mudah ditelusuri sejarah kemunculan dan pembentukannya. Hal ini tentu saja mempermudah kerja para ahli bahasa yang tertarik di bidang ini.
Sumber:
R., Darmawati M. (2014). Jejak Bahasa Toraja Dalam Bahasa Kaili: Segugus Rekam Jejak Bahasa Austronesia di Nusantara. Sawerigading. 20(2), 227-238.
Lalong, K. & Hartati, U. (2017). Perbandingan Antara Bahasa Rongga di Manggarai Timur dengan Bahasa Bajawa di Ngada: Tinjauan Linguistik Komparatif. Caraka. 3(2), 156-169.Linguistik Historis Komparatif (LHK) adalah bidang ilmu bahasa yang membahas mengenai asal-usul bahasa yang ada di dunia dan teori mengenai hal tersebut serta melakukan perbandingan antara bahasa-bahasa serumpun. Teori ini muncul karena adanya gejala kemiripan dari kosakata dan struktur antara bahasa yang satu dengan bahasa lainnya. Hal-hal yang akan dibandingkan dalam bahasa-bahasa tersebut dapat mencakup bidang-bidang kosakata, fonologi, morfologi, dan sintaksis.
LHK mempelajari mengenai data-data dari satu bahasa atau lebih, sekurang-kurangnya dalam jangka waktu dua periode. LHK sendiri lahir atas kesadaran para ahli bahasa akan ketidakmungkinan penelitian pra-sejarah Bahasa yang tidak mempergunakan data-data yang dapat dicatat dewasa ini, atau data-data kuno yang terdapat dalam naskah-naskah.
Kaidah mengenai kekerabatan antarbahasa dapat dirumuskan dengan menggunakan kesamaan bentuk yang dipelajari secara sistematik. Kesamaan bentuk tersebut akan lebih meyakinkan lagi apabila bentuk-bentuk tersebut memperlihatkan adanya kesamaan semantik. Bahasa-bahasa kerabat yang berasal dari bahasa proto yang sama akan selalu memperlihatkan kesamaan dalam bentuk sistem bunyi (fonetik) dan susunan bunyi (fonologis). Bahwa kesamaan bentuk dan makna tersebut dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu: 1) warisan langsung, 2) faktor kebetulan, dan 3) pinjaman. Jika faktor warisan langsung maka akan diberi nama bentuk kerabat atau kognat, yang berarti kata tersebut merupakan sebuah warisan dua bahasa atau lebih dari suatu bahasa proto yang sama. Kemudian jika faktor kebetulan berarti sebuah kata yang arti atau bentuknya secara kebetulan mirip atau serupa (by chance). Lalu faktor pinjaman yaitu adanya suatu kemiripan bentuk makna yang terjadi karena bahasa akseptor (penerima) menyerap unsur tertentu dari sebuah bahasa donor akibat kontak dalam sejarah.
Keraf memaparkan bahwa tujuan dan manfaat LHK, dengan memperhatikan luas lingkupnya adalah: a) mempersoalkan dan menekankan hubungan-hubungan antara bahasa-bahasa serumpun, b) mengadakan rekonstruksi bahasa-bahasa yang ada dewasa ini kepada bahasa-bahasa yang dianggap lebih tua atau menemukan bahasa-bahasa proto yang menurunkan bahasa kontemporer, c) mengadakan pengelompokan (sub-grouping) bahasa-bahasa yang termasuk dalam suatu rumpun bahasa, dan d) berusaha menemukan pusat-pusat penyebaran bahasa proto dari bahasa-bahasa kerabat, serta menemukan gerak migrasi yang pernah terjadi. (Keraf,1991:23). Dengan demikian, LHK secara gamblang merunut asal muasal bahasa dan mengelompokkan hingga sebuah bahasa bisa dengan mudah ditelusuri sejarah kemunculan dan pembentukannya. Hal ini tentu saja mempermudah kerja para ahli bahasa yang tertarik di bidang ini.
Sumber:
R., Darmawati M. (2014). Jejak Bahasa Toraja Dalam Bahasa Kaili: Segugus Rekam Jejak Bahasa Austronesia di Nusantara. Sawerigading. 20(2), 227-238.
Lalong, K. & Hartati, U. (2017). Perbandingan Antara Bahasa Rongga di Manggarai Timur dengan Bahasa Bajawa di Ngada: Tinjauan Linguistik Komparatif. Caraka. 3(2), 156-169.