Apa sih hubungan klausa terikat dan klausa bebas?

images (5)

Hubungan antara klausa terikat dan klausa relatif sama-sama berupa klausa terikat, sebagai hasil penyubordinasian, tetapi kata penghubung yangdigunakan berbeda. Kata penghubung klausa relatif berupa yang sedang klausa terikat berupa kata penghubung selain yang.
Tulisan ini bertujuan membahas keterikatan suatu konstruksi gra- matikal yang disebut klausa terikat, dengan harapan hasilnya dapat digunakan untuk menambah khasanah linguistik Indonesia khususnya.
Analisis klausa terikat dan klausa relatif menggunakan metode distri- busional dengan teknik lesap, substitusi, banding, dan parafrase.Dalam tulisan ini berturut-turut akan dianalisis mengenai ciri-ciri klausa terikat, macam klausa terikat, ciri-ciri klausa relatif, kesamaan klausa terikat dan klausa relatif, perbedaan klausa terikat dan klausa relatif, ke- terkaitan klausa terikat dan klausa relatif.
2. Ciri-ciri Klausa Terikat
Klausa adalah satuan gramatikal yang disusun oleh kata dan atau frasa dan yang mempunyai satu predikat. Klausa pada umumnya merupakan konstituen kalimat (Kencono, 1982: 58). Pendapat ini sama’ dengan pen- dapat Kridalaksana (1985: 151) yang menekankan adanya satu predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Ramlan (1987: 89) menjelaskan mengenai klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari SP baik disertai o, Pel, dan Ket ataupun tidak. Unsur inti klausa adalah S - P namun S sering dihilangkan. Dengan demikian unsur inti yang tidak dapat dihilangkan sama sekali adalah predikat.
Batasan klausa yang mirip dengan batasan Ramlan (1987), Kridalak- sana (1985), dan Kencono (1985) adalah batasan Cook yang menyatakan bahwa 'klausa adalah jalinan dari “tagmeme” yang terdiri dari atau men- cakup satu dan hanya satu predikat, atau seperti tagmeme predikat dan yang memanifestasikan sederetan morfem yang secara tipikal mengisi slot pada tataran kalimat (1969: 65). Batasan klausa menurut Cook ini dapat digam- barkan secara esential sebagai berikut: (1) Klausa yang secara tipikalmengisi slot pada tataran kalimat. Dalam tipikal mapping yaitu konstruksi yang lebih rendah mengenai tataran yang lebih tinggi misalnya klausa ber- kombinasi untuk membentuk kalimat atau klausa berkombinasi dengan intonasi untuk membentuk kalimat. Ada mapping yang tidak tipikal misal- nya klausa disematkan paka klausa lain atau klausa mengisi tataran frasa. (2) Klausa terdiri dari atau mencakup satu dan hanya satu predikat. Karena itu ada sebanyak klausa mempunyai tagmeme predikat. Klausa tunggal mungkin mempunyai verba majemuk dalam slot predikat. Beberapa bahasa mempunyai bentuk verba yang di dalamnya berunsur yang oleh Longacre disebut “clause in miniature” berisi keduanya yaitu subjek dan predikat, bahasa yang lainnya membutuhkan tagmeme subjek dan predikat. (3) Klausa mungkin mempunyai tagmeme seperti predikat, terutama dalam struktur ekuasional, predikat mungkin opsional. Dalam hal ini ada tagmeme pre- dikat yang lain yaitu tagmeme atribut predikat yang wajib. Atribut predikat ini muncul jika verba tidak muncul dan unit klausa tidak mempunyai predikat tagmeme.
Klausa dibedakan atas klausa bebas, dan klausa terikat. Cook (1969: 66) membedakan klausa atas klausa bebas dan klausa terikat dan memasuk-kan dalam tabel klausa terikat, struktur klausa sebagian, sebuah infinitif atau partisipel yang diluaskan dengan objek atau modifier. Ciri-ciri klausa terikat seperti yang diterangkan oleh Cook adalah ciri klausa dalam bahasa yang mengenal infinitif dan partisipel.
Hochett (1959: 205) menerangkan bahwa perbedaan antara klausa bebas dan klausa terikat adanya sebuah kata penghubung yang disubor- dinasikan dan muncul dalam kalimat utuh sebagai fragmen. Selain itu klausa terikat ditandai adanya verba atau tanpa verba jika ada be. Hal ini berlaku pada bahasa Inggris.
Dalam bahasa Indonesia klausa terikat ditandai oleh: Pertama, ciri struk- tur atau ciri sintaksis yaitu ciri konstruksi predikatif sebagai ciri dasar klausa. Bandingkan dengan Hochett (1959: 201) mengenai konstruksi predikatif dan konstruksi berkata penghubung ("‘conjungtive Construction’). Dalam “konstruksi berkata penghubung” biasanya berupa klausa disusun denganbentuk majemuk atau bentuk gabungan dengan konstruksi predikatif. Ciri sintaksis ini dalam Cook (1969: 66) diwujudkan sebagai struktur klausalengkap yaitu berupa subordinasi atau klausa yang disubordinasikan. Ciri konstruksi predikatif menandakan wajib hadirnya sebuah predikat sedang subjek ada kalanya tidak hadir. Bandingkan dengan Ramlan (1987: 89), Cook (1969: 66) tentang ketidakhadiran subjek pada struktur klausa. Hal ini tampak juga pada Nichols (1985: 27) bahwa sebuah konstruksi dengan verba seri merupakan tipe khusus dari unit gramatikal yang meng- hubungkan dua klausa sederhana dengan secara wajib terjadi pelesapan.
Kedua, ciri morfologis yaitu ciri yang berhubungan dengan pemben- tukan kata yang menduduki predikat. Kridalaksana (1985: 152) memberi ciriyang berkaitan dengan ciri morfologis berupa afiks me-, dan ber- yang di- rangkaikan pada predikat. Predikat dalam bahasa Indonesia berupa kata kerja atau verba, kata benda atau nomina atau frasa nominal, katabilangan dan frasa depan (Ramlan, 1987: 105). Ciri predikat ini dapat di- ihtisarkan sebagai berikut:
P: N/V/Bil/FD. Sehubungan dengan macam kata yang menduduki pre- dikat berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, kata bilangan, frasa depan, maka afiks penanda klausa juga disesuaikan dengan afiks pembentuk kata- kata tersebut. Adapun pembentukan kata-kata seperti diuraikan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.net
Kata benda atau nomina yang menduduki fungsi predikat berupa nomina bentuk dasar dan bentuk turunan. Nomina bentuk turunan adalah nomina yang berupa bentuk berafiks, nomina yang berasal dari berbagai kelas dengan proses seperti deverbalisasi dan nominalisasi (Kridalaksana, 1986: 66). Afiks pembentuk nomina seperti: ke-/-an, -er-, pe-/-an. Afiks pembentuk nomina melalui proses misalnya ke-/an, -an. Kemudian nominalisasi dengan afiks: ke-, pe-, per-, -an, ke-/-an, per-/-an, pe-/-an. Ciri morfologis ini kurang tepat sebab fungsi predikat ditentukan oleh kon- teks kalimat.
Afiks pembentuk verba ialah me-, me-/-i, me-/-kan, ber-, ber-/-i, ber-/kan, dan di- (Kridalaksana, 1986: 49 - 56). Afiks pembentuk adjektiva ialah me-, ber-, ter-, ke-/-an, ber-/-an. Afiks pembentuk kata bilangan ialah: ber-, ke-/-an, se-/per-. Afiks pembentuk frasa depan ialah me-, ter-, ke-.
Ketiga, ciri semantis yaitu ciri makna yang ada pada klausa. Diterangkan oleh Givon (1984: 85) bahwa mendeskripsikan struktur sintaktik suatu bahasa perlu dua hal yaitu mendeskripsikan struktur “domein” dan struk- tur sintaktik klausa tunggal, kemudian mendeskripsikan fungsi dan struk- tur klausa kompleks dengan melihat pada klausa tunggal. Dalam hal ini akan dibicarakan masalah makna semantik sebuah proposisi dalam kalimat yang ditandai oleh penanda kasus dan uraian. Bandingkan dengan Kridalaksana (1985: 160) bahwa klausa sebagai konstruksi gramatikal mempunyai makna yaitu proposisi. Proposisi terjadi dari satu predikator dengan satu argumen atau lebih. Predikator itu sendiri mencakup makna seperti: perbuatan, proses posisi, keadaan, dan identitas. Kridalaksana memasukkan urutan dalam me- nentukan subjek predikat (1985: 151). Subjek mendahului predikat, dengan penanda ketakrifan pada subjek. Givon menentukan proposisi dengan dua ciri yaitu ciri penanda kasus dan urutan.
Pengertian proposisi menurut Keraf (1989: 5) yaitu pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung di dalamnya. Proposisi selalu berbentuk kalimat, tetapi tidaksemua kalimat adalah proposisi, hanya kalimat deklaratif dapat mengandung proposisi. Berbeda dengan proposisi yang berkaitan dengan makna yaitu konvigurasi makna yang menjelaskan isi komunikasi dari pembicaraan, ter- jadi dari predikator yang berkaitan dengan satu argumen atau lebih (Kridalaksana, 1983: 139). Sehubungan dengan makna tersebut dalam klausa proposisi merupakan sesuatu atau apa saja yang dapat dipercaya, disangsikan, disangkal atau dibuktikan benar salah sebagaimana yang terkandung dalam klausa.
Kesimpulan dari pembicaraan mengenai ciri klausa terikat dalam bahasa Indonesia ialah: ciri sintaktis, ciri morfologis, ciri semantis.
Ciri sintaktis dalam klausa haruslah berupa konstruksi predikatif dengan ciri subordinatif atau adanya kata penghubung sebagai penanda klausa terikat atau klausa subordinasi.
Ciri morfologis dalam bahasa Indonesia mengikuti kata yang men- duduki predikat sebab dalam bahasa Indonesia predikat dapat berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, kata bilangan, dan frasa depan. Afiks pembentuk kata benda turunan berupa afiks kombinasi ke-/-an, pe-/-an, dan sisipan -er… Di samping itu terdapat afiks penominalisasi berupa afiks kombinasi ke-/-an, pe-/-an, per-/-an, prefiks ke-, pe-, per-, dan sufiks -an. Afiks pembentuk verba ialah me-, me-/-i, me-/-kan, ber-, ber-/-i, ber-/-kan, dan di-. Afiks pembentuk adjektiva ialah me-, ber-, ter-, ke-/-an, ber-/-an, sedang afiks pembentuk kata bilangan ialah ber-,ke-/-an, se-/-per-. Afiks pembentuk frasa depan ialah me-, ke-, ter
Ciri semantis sebuah klausa adalah proposisi yang terdiri dari predikator yang mempunyai makna seperti perbuatan, proses, posisi, keadaan dan identitas. Dalam bahasa Indonesia tidak terdapat penanda kasus yang mendukung proposisi melainkan didukung oleh konteks dan urutan. Dengan demikian subjek predikat dalam klausa itu tetap walaupun kalimatnya berbeda.
Ruang lingkup klausa terikat adalah klausa yang berupa klausa subordinasi atau struktur klausa lengkap, struktur klausa sebagian, dan struktur nonklausa (Cook, 1969: 67). Melihat klausa terikat yang berupa klausa subordinasi dan klausa sebagian, serta nonklausa dapat ditambahkan sebagai ciri ialah fungsi klausa terikat sebagai pengisi slot marginal dalam tataran kalimat, atau klausa muncul sebagai pengisi slot tataran klausa dalam struktur layering atau klausa muncul sebagai pengisi tataran frasa dalam struktur loopback. Analisis klausa dilakukan lebih jauh agar dapat diketahui fungsinya apakah sebagai nominal, adjektival, adverbial. Dengan demikian mudah ditentukan apakah klausa tersebut sebagai klausa lengkap, klausa sebagian, atau struktur nonklausa.
3. Klasifikasi Klausa Terikat
3.1. Klasifikasi Klausa Terikat Berdasarkan Struktur
Berdasar pada struktur klausa terikat dibedakan atas: Struktur klausa lengkap, struktur klausa partial, struktur non-klausa (Cook, 1969: 67).Analisis klausa dimaksudkan untuk mengetahui struktur klausa, status hubungan ketergantungan klausa yang disubordinasikan dalam struktur kalimat. Analisis struktur klausa terikat dilakukan dengan mencari klausa ter- ikat sebagai pengisi slot pada tataran khusus dari analisis. Klausa terikat sebagai pengisi slot yang disebut slot marginal pada tataran kalimat. Klausa pengisi slot marginal ini muncul dalam tataran “layering” yaitu klausa mengisi slot dalam tataran klausa, atau “loopback” yaitu klausa mengisi slot dalam tataran klausa, atau “loopback” yaitu klausa mengisi slot dalam tataran frasa.
Klausa terikat terbentuk dengan disematkan pada tataran kalimat, tataran klausa, dan tataran frasa. Klausa yang disematkan pada tataran kalimat membentuk kalimat kompleks. Klausa sematan pengisi slot dalam tataran frasa berupa nomina dan adjektiva. Dalam tataran frasa klausa disematkan sebagai objek dari sebuah preposisi, sebuah nomina. Jika frasa berstruktur modifikasi, klausa yang disematkan sebagai “modifier”, sebagai adjektival dalam frasa nominal. Dalam bahasa Inggris klausa adjektival yang disematkan dalam tataran frasa adalah klausa relative dengan anteseden berupa nomina. Urutan kata dalam bahasa Inggris “modifier” diikuti “head noun” diikuti frasa diikuti klausa. Bagan urutan kata seperti di bawah ini. “modifier” tunggal + “head noun” + frasa + klausa. Dalam bahasa Indonesia urutan seb
3.2. Klasifikasi Klausa Terikat Berdasarkan Distribusi Eksternal
Klausa terikat berdasar pada distribusi eksternalnya dibedakan atas: (1) Klausa yang disubordinasikan, (2) Klausa subordinat yaitu suatu ben- tukan dengan penghubung, (3) Struktur klausa “partial”. Klasifikasi klausa terikat di atas berdasar pada “distribusi eksternal” sebagai klausa sematan dalam tataran khusus sebagai pengisi fungsi nominal, adjektival, adverbial dalam tataran kalimat (Cook, 1969: 77).

  1. Tipe Klausa Yang Disubordinasikan
    Klausa terikat jelas klausa yang disubordinasikan mempunyai peng- hubung lahir sebagai penanda ketergantungan atau keterikatan. Untuk menguji klausa jenis ini dilakukan dengan memindahkan kata penghubung. Jika klausa itu tanpa penghubung adalah klausa bebas, maka klausa yang dengan kata penghubung adalah tipe klausa yang disubordinasikan. Klausa jenis ini dianalisis sebagai struktur: penghubung - aksis, terdiri dari duatagmeme yaitu klausa subordinator, dan klausa “aksis” dalam hal ini paralel dengan frasa preposisional misalnya la jatuh ketika adiknya tidur.
  2. Tipe Klausa Subordinat
    Yang dimaksud dengan subordinat adalah bagian yang mengubah memerinci atau membatasi induk dalam frasa endosentris (Kridalaksana, 1983: 158). Klausa terikat tipe subordinat tidak mempunyai penghubung yang jelas tetapi mempunyai internal relative") atau kata ganti tak tentu yang mampu memperkenalkan kehadiran kembali penghubung dan nomina. Jika “relative” ditempatkan sama dengan kata ganti menghasilkan klausa bebas. “Relative” bertindak sebagai unsur klausa dan sebagai “subordonator”**) yang membuat klausa terikat pada kalimat.
  3. Struktur Klausa “Partial”
    Klausa yang hanya menunjukkan sebagian struktur klausa ditandai oleh kehadiran predikat bersama dengan unsur tataran klausa yang lain yang wajib atau "opsional dalam konstruksi. Dalam bahasa Inggris klausa terikat tipe ini berupa “infinitif” dan “partisipel” yang digunakan bersama dengan unsur tataran klausa yang lain dalam klausa sematan. Dalam bahasa Indonesia klausa sebagian dinyatakan dengan pelesapan unsur klausa sehingga tampak sebagian klausa yang muncul.
  1. Ciri Klausa Relatif
    Klausa relatif sebenarnya terdapat pada bahasa-bahasa Indo German yang memungkinkan kata ganti relatif berfungsi sebagai subjek, objek dan ditandai oleh kasus yang tampak pada bentuk kata ganti relatif. Dalambahasa Indonesia klausa relatif menjadi bahan perdebatan ada atau tidak adanya hal itu karena penanda klausa relatif dalam bahasa Indonesia berupa penghubung yang. Kata penghubung yang tidak memungkinkan men- duduki fungsi subjek karena kata yang dalam bahasa hanya dapat berfungsi sebagai penghubung antar klausa. Konsep klausa relatif dalam bahasa Indonesia dapat diterima bila kita menerima pendapat Samsuri (1985: 302) yang mengatakan bahwa klausa relatif terjadi bila kalimat dasar yang men- jadi pemadu dalam kalimat rumit yang subjeknya berubah menjadi partikel yang karena identik dengan sebuah frasa nomina. Hal ini mungkin terjadi dalam bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan keklausaan bahasa Indonesia yang terdapat beraneka macam penggunaan yang. Salah satu di antaranya adalah pembentukan klausa relatif. Konsep ini masih merupakan masalah yang perlu didiskusikan seperti Verhaar (1982: 43) yang pertama bicarakan adalah ciri klausa relatif yang dikutip dari Downing (1978). Pertama, adanya ligatur pronomina atau pronomina relatif. Kedua, ligature konektif. Ketiga, ciri khusus pada klausa yang tidak dihubungkan dengan pronomina relatif. Ciri klausa relatif yang dikemukakan Downing dapat dijelaskan sebagai berikut.
    Kata utama klausa relatif memiliki bermacam-macam sifat antara lain: Pertama, kata utama sebagai konstituen inti secara letak sintaktik. Kedua, kata utama dianggap sebagai bagian dari frasa nomina, yaitu sebagai induknya dengan klausa relatif sebagai atributnya, kata utama bersifat ''proleptic head.
    Selanjutnya Verhaar menjelaskan bahwa klausa relatif merupakan uraian tentang kata utama nomina dalam bahasa Indonesia kata nomina apa pun dapat memiliki pernyataan yang dibuat dalam bentuk klausa relatif.
    Ciri klausa relatif dapat dibedakan dalam sintaktik, ciri sentartik, ciri relasi. Ciri sintaktik maksudnya ciri yang berkaitan dengan sintaksis yaitu suatu satuan gramatik yang kehadirannya ditentukan oleh lingkup sintaksis. Ciri ini berupa konstruksi atributif yaitu suatu konstruksi yang berfungsi sebagai atribut dalam frasa nominal. Seperti dikatakan Verhaar bahwa klausa relatif, kata utama dianggap sebagai induk sedang klausa relatif sebagai atributnya
    Ciri semantik klausa relatif adalah ciri makna yaitu konstruksi gra- matikal yang merupakan proporsi yang dibentuk dengan sebuah predikat yang menyatakan kegiatan, proses, keadaan.
    Ciri relasi seperti dikemukakan oleh Sudaryanto (1983: 41) bahwa relasi menandai hadirnya bahasa sebagai suatu identitas, maka meneliti relasi yang ada pada bahasa merupakan hal yang wajib. Bandingkan dengan pendapat Givon (1979: 50) bahwa berbahasa ini juga ada relasi dengan pendengar maka penulis juga membuat prakiraan yang berupa pro- nominalan, perubahan topik, pendefinitan, dan sebagainya. Jadi, prono- minalan yang menghasilkan fenomena yang menuju ke hal yang logis. Sebenarnya ciri relasi ini berkaitan dengan urutan bahwa urutan menentukan sebuah konstruksi dengan ketegaran letak klausa relatif di belakang nomina bukan verba.
  2. Kesamaan Klausa Terikat dan Klausa Relatifa
    Klausa terikat terbentuk dengan menyematkan klausa pada klausa lain atau frasa, klausa relatif juga dibentuk dengan menyematkan klausa pada klausa lain. Ujud klausa terikat berupa klausa subordinasi dengan ciri hadirnya kata penghubung sebagai penanda keterikatan klausa tersebut dengan klausa lain. Ciri klausa terikat berupa konstruksi predikatif, menjadi unsur kalimat, ber- makna proposisi, berciri hadirnya kata penghubung sebagai penanda ke. terikatan klausa tersebut dalam sintaksis. Pengertian terikat artinya ialah tidak dapat berdiri sendiri menjadi kalimat hanya dapat menjadi kalimat minor. Klausa relatif juga demikian hanya penamaan klausa relatif ini di- sebabkan hadirnya kata ganti relatif yang dalam bahasa Indonesia berupa kata yang.
  3. Perbedaan Klausa Terikat dan Klausa Relatif
    Kesamaan klausa terikat dan klausa relatif terletak pada terjadinya atau terbentuknya dengan menyematkan klausa pada klausa lain, atau klausa pada frasa maka klausa relatif dibentuk dengan menggunakan kata penghubung dalam klausa yang disematkan. Dalam bahasa Indonesia kata penghubung yang digunakan sebagai penanda keterikatan klausa dalam klausa relatif adalah yang, dan bahwa. Hal ini diterangkan oleh Samsuri (1985: 303) bahwa kata yang pada klausa relatif sebagai pengganti subjek karena identik dengan frasa nominal. Bandingkan dengan Ramlan (1987: 162) mengenai fungsi yang sebagai penominalan sebuah kata misalnya kata ber- diri adalah verba tetapi yang berdiri dalam kalimat (18) adalah nomina sebagai hasil dari penominalan.
    Selanjutnya Samsuri menerangkan bahwa klausa relatif dapat menjadi keterangan. Keterangan suatu frasa nominal dapat bersifat membatasi atau menambahkan. Verhaar (1982: 40) menjelaskan ciri yang melibatkan subjek klausa relatif harus secara tetap. Ligatur tidak mempunyai kebebasan sebagai konstituen melainkan mempunyai tempat tetap dan merupakan bentuk terikat secara sintaktik.
    Dalam klausa terikat terdapat kebebasan konstituen dalam hal ini unsur yang berupa kata penghubung yaitu berupa kata selain yang dan bahwa sedang dalam klausa relatif dalam bahasa Indonesia hanya yang dan bahwa.
    Quirk (1973: 76) menerangkan klausa relatif yang bersifat menambah atau “nonrestrictive”. Klausa relatif mempunyai penandaan yang berbeda ialah “relation pronoun”. Bandingkan dengan Givon (1979: 249) yang me- nerangkan bahwa klausa relatif mempunyai struktur yang berbeda dengan klausa terikat dari segi relater. Verhaar menambahkan perbedaan klausa terikat dengan klausa relatif adanya koreferensialitas pada kata ganti relative dengan “head”.
  4. Keterkaitan Klausa Terikat dan Klausa Relatif
    Keterkaitan artinya terdapat kaitan dalam hal ini hubungan yang relevan. Penamaan klausa terikat didasarkan pada adanya keterikatan klausa pada kemungkinannya untuk menjadi kalimat mayor. Keterikatan struktur tampak bila disubstitusi kata penghubung yang digunakan dengan kata penghubung yang berbeda akan menghasilkan klausa terikat atau klausa tak bermakna atau struktur nonklausa.
    Keterikatan terjadi juga pada keterikatan makna klausa terikat hubungan dengan makna klausa relatif yang keduanya adalah klausa terikat.
    Keterikatan fungsi klausa terikat dengan klausa relatif yaitu: fungsi adverbial yang terdapat pada klausa terikat, sedang fungsi klausa relative pertama-tama sebagai fungsi atributif.