Antara Aku, Kamu, dan Kota Solo

Kota Solo, kota dimana sepasang remaja SMA dipertemukan dan disatukan. Namaku Fellysa Claudia Ayunda. Aku biasa disapa akrab dengan nama Lisa. Aku menjalin hubungan dengan teman SMA ku, yaitu Bagas. Kisah ini berawal dari bangku kelas 11 SMA.

Suatu hari setelah pulang sekolah aku tidak langsung pulang. Ada rapat rutin pengurus OSIS yang wajib dihadiri semua anggota, apalagi aku, sekretaris organisasi itu. Saat itu juga, Bagas masih di sekolah karena latihan lomba Dewan Ambalan. Bagas dan teman-temannya berjalan lewat depan ruang OSIS. Tanpa disangka dia mengajak diriku bercanda. Aku pun membalas bercandaannya itu. Pada malam harinya, dia membalas story whatsappku berlanjut chattingan. Baru kali ini chattingan kita bertahan lama. Hingga pada suatu malam, dia memintaku untuk menemani membuat proposal kegiatan, maklum dia merupakan sekretaris Dewan Ambalan di sekolahku. Aku pun bersedia menemaninya sambil belajar. Tak terasa hari sudah larut malam. Proposalnya belum selesai tetapi aku sudah tidak kuat menahan kantuk. Aku bilang kepadanya jika aku sudah tidak kuat begadang. Diapun mengizinkanku tidur dan mengucapkan terima kasih kepadaku.
Keesokan harinya, saat di sekolahan kita saling berpapasan. Dia mengajakku membeli makanan tetapi aku menolaknya. Dia tersenyum lebar sebagai pertanda bahwa dia tidak marah dan juga tidak memaksaku. Malam harinya, kita kembali chattingan. Kali ini gantian aku yang membuat proposal kegiatan. Aku tidak meminta dia menemaniku. Akan tetapi dia mengajukan diri untuk menemaniku secara online. Kita pun saling berbalas pesan, bercanda, dan juga saling menyemangati. Sampai akhirnya, dia mengajakku pergi ke Indomart besok siang. Aku menerima ajakan itu. Siang harinya, kita berangkat ke Indomart dari sekolahan. Banyak teman yang bersorak ria melihat kita berboncengan. Waktu di jalan dia mengendarai motornya lumayan cepat. Aku takut diboceng dengan kecepatan tinggi. Lalu aku menegurnya dan tidak sengaja memukul helmnya. Dia pun langsung menahan helm itu dan tangannya bersentuhan dengan tanganku yang masih berada di atas helm. Aku langsung melepaskan tangan yang ada di helm tadi. Kita pun mendadak menjadi saling kaku. Setelah itu tak ada percakapan diantara kita hingga tak terasa sudah sampai Indomart.

“Kamu mau apa? Aku beliin.” tanya Bagas.
“Ngga usah.” kataku.
“Ngga papa. Mau susu? Coklat? Mau aja ya. Oke.” tanya Bagas yang dijawab sendiri.

Jujur inilah pertama kalinya aku dibelikan sesuatu oleh lawan jenis. Ya meskipun barangnya tidak seberapa sih. Setelah itu kita langsung kembali ke sekolahan. Saat tiba di sekolahan, teman-teman kembali bersorak ria dan menggodaku dengan Bagas. Kita pun menjadi salah tingkah. Hari demi hari telah kita lewati. Hingga akhirnya dia mengungkapkan perasaannya kepadaku dan ingin menjadikan aku sebagai pacarnya. Aku terkejut melihat perilakunya itu. Akan tetapi aku tidak langsung menjawab perasaanya dan meminta waktu untuk memikirkannya. Dia menyetujui permintaanku. Aku sangat bimbang. Di satu sisi, aku memiliki rasa dengan Bagas, tetapi di sisi lain aku trauma dengan cowo. Tiga hari aku memikirkan matang-matang jawaban apa yang akan aku berikan kepada Bagas. Akhirnya, aku memutuskan untuk menerima Bagas. Dia sangat senang mendengar jawabanku lalu mengucapkan terima kasih kepadaku dan berjanji akan menyayangiku dengan setulus hati. Aku membalas ucapan janjinya dengan senyuman yang lebar dan tulus. Aku pun berharap agar Bagas adalah lelaki yang tepat untukku.
Satu bulan berlalu hubungan kita masih close publik. Dua sampai tiga bulan kemudian hubungan kita sudah go publik. Banyak teman-teman yang tidak percaya dengan hubungan kita. Tak lama kemudian, terjadi pademi Covid-19. Mau tidak mau kita yang setiap hari bertemu di sekolahan untuk sementara tidak bisa bertemu terlebih dahulu. Meskipun begitu kita masih bisa bertemu di rumah, entah dia main ke rumahku, aku main ke rumahnya, dan juga keluar jalan-jalan berdua. Tak terasa, waktu sudah mendekati UTBK. Untuk sementara, kita sama-sama memperjuangkan masa depan dan setuju vakum hubungan hingga pengumuman SBMPTN. Meskipun hanya sekitar 5 bulan, tetapi waktu itu terasa sangat lama bagiku. Aku mencoba menahan rasa rindu ini dan akan aku ungkapkan setelah pengumuman hasil SBMPTN nanti. Hari terus berlalu hingga tiba saatnya pengumuman SBMPTN. Pengumuman itu menjadi kado terindah bagi kita karena sama-sama lulus seleksi. Kita saling mengucapkan selamat dan terima kasih karena selama ini selalu saling memberikan support. Akan tetapi, setelah itu aku diam termenung. Aku memikirkan bahwa kita akan LDR. Aku tetap di Solo dan dia akan ke Malang. Tiba-tiba aku meneteskan air mata.

“Kamu kenapa nangis?” tanya Bagas.
“A…a…aku gapapa.” jawabku sambil menunjukkan senyum palsu.
“Yakin?” tanyanya kembali.
“Iya yakin.” jawabku.
“Hmm, yasudah kalau begitu nanti sore kita jalan ke Solo mau?” ajaknya.
“Oke.” balasku.

Aku sengaja menutupi rasa sedihku itu di hari bahagia kita. Sore harinya dia menjemputku di rumah. Dia meminta izin kepada orang tuaku untuk mengajakku berkeliling Solo sebelum berangkat ke Malang. Akhirnya kita berkeliling kota Solo selama beberapa jam. Kita berkunjung ke beberapa tempat untuk menghabiskan waktu bersama. Dalam perjalanan pulang, dia bertanya kepadaku.

“Besok gimana kalau aku sudah berangkat ke Malang?” tanya Bagas.

Aku mendadak badmood.

“Lis, kamu kenapa kok diam saja?” tanya Bagas.
“A…a…aku tidak apa-apa.” jawabku dengan suara menahan tangis.
“Kamu serius tidak apa-apa? Itu kok suara kamu berbeda?” tanyanya lagi.
“Iya aku tidak apa-apa kok, sepertinya aku mau flu aja.” balasku dengan berbohong.
“Kamu sakit? Ya sudah nanti sampai rumah langsung istirahat ya.” ucapnya.
“Iya.” jawabku dengan singkat.

Sejak itu moodku sungguh hancur. Disepanjang jalan aku menahan air mata agar tidak terjatuh. Aku pun menutup kaca helmku agar Bagas tidak curiga.
Sesampainya dirumahku, Bagas tidak mampir terlebih dahulu. Ia langsung bergegas pulang. Aku pun langsung masuk ke dalam kamar. Satu jam setelah itu Bagas memberi kabar bahwa besok pagi harus segera berangkat ke Malang untuk daftar ulang sekaligus menetap disana. Dia meminta maaf dan mengucapkan terima kasih kepadaku atas waktuku selama ini. Hatiku sangat hancur. Aku tak kuasa menahan air mata. Jujur aku belum rela jika harus menjalani hubungan jarak jauh. Tapi mau gimana lagi? Dia pergi untuk melaksanakan kewajiban dan menggapai cita-cita. Aku mencoba untuk ikhlas jika kita menjalin hubungan jarak jauh meskipun ada banyak hal yang dikhawatirkan.

Memang benar jatuh cinta di kota Solo sangat indah. Terasa sulit untuk menghapus kenangan bersama orang yang kita sayangi di kota ini. Lantas, setelah kita berbeda kota apakah kita masih bisa bertahan untuk bersama?

2 Likes

yang dekat aja bisa selingkuh, apalagi yang jauh. :woozy_face:

saya minta izin tambahin label #cinta dan #pacaran ya…
karena bahasan cinta :heart: itu gak pernah habis sampai kiamat.

jadinya mereka ldr? semangat :slight_smile: