Analisis Wacana Abad XXI

Bagi Analisis Wacana Kritis, wacana dipandang sebagai praktik sosial yang terdiri dari dunia sosial dan juga praktik sosial lainnya. Sebagai praktiksosial, wacana berada dalam hubungan dialektik dengan dimensi sosial lainnya. Hal ini tidak hanya berkontribusi untuk pembentukan dan pembentukan ulang struktur sosial tetapi juga merefleksikan struktur tersebut. Ketika Fairclough menganalisis bagaimana praktik diskursif di media mengambil bagian dalam pembentukan bentuk baru politik, Fairclough juga memperhitungkan bahwa praktik diskursif dipengaruhi oleh kekuatan secara sosial yang tidak memiliki karakter diskursif terpisah (sebagai contoh, struktur sistem politik dan struktur institusional media). Sungguh disayangkan ketika media tidak memosisikan dirinya sebagai penyampai berita secara objektif yang akan berdampak pada para pembaca. Pembaca yang tidak mempunyai kecerdasan literasi akan terombang-ambing dalam perang ideologi melalui media bahkan tidak sedikit yang terhanyut hingga berbuat anarkis.

Ekopriyono (2018) dalam penelitiannya yang berjudul Pendekatan Kritis Menangkal Hoax menemukan bahwa pendekatan kritis sangatlah relevan dengan kondisi bangsa ini. Pendekatan ini dinilai sebagai jawaban terhadap kondisi saat ini serta mampu mengeliminasi berbagai ancaman keutuhan negara. Pendekatan kritis lain yang dapat digunakan dalam memahami suatu berita adalah DHA yang diajukan oleh Wodak (2009). Salah satu contoh analisis DHA dilakukan oleh Edon (2019) dengan judul Ekonomi Politik Media Dalam Pemberitaan Kasus Korupsi. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui ideologi hukum dari wartawan majalah KEADILAN, dan dalam rangka mengetahui keberadaan/ketiadaan unsur kekuasaan dalam tulisannya. Pendekatan yang digunakan adalah AWK model Wodak yang memandang sebuah teks memiliki sejarah.

Hubungan antara media, politik (semua genre) dan “orang” merupakan hubungan yang kompleks. Hanya penelitian interdisipliner yang mampu menjelaskan hubungan kompleks tersebut. Analisis wacana dan AWK hanya satu komponen dari pendekatan ganda. Bukan hanya praktik diskursif yang harus ditekankan, tetapi juga cakupan luas bahan-bahan dan praktik semiotik. Sekaligus AWK juga harus multiteoretis dan multimetodik, kritis dan reflektif-diri. Dalam pandangan Foucault (Jalal, 2007) praktik-praktik diskursif merupakan suatu usaha dalam menyusun teori koherensi secara internal sehingga kebudayaan diperlakukan sebagai formasi khusus kebudayaan yang bercirikan diskursif. Tindakan diskursif dalam dimensi sejarah bukan hanya sekadar informasi, tetapi sebuah integrasi teori sosial sebagai konteks yang mampu memberikan penjelasan. Fairclough (1996) memandang bahwa wacana merupakan suatu bentuk praktik sosial. Dalam pandangan tersebut, bahasa merupakan bagian dari masyarakat, dan bukanlah sesuatu yang berasal dari luar. Pandangan berikutnya bahwa bahasa merupakan proses sosial. Ketiga, bahasa merupakan bagian proses sosial.

Wacana mengacu pada keseluruhan proses interaksi sosial dimana teks berada. Proses tersebut meliputi produksi dan interpretasi. Kedua proses tersebut juga melibatkan faktor sosial yang mana teks dipengaruhi oleh faktor non-linguistik. Kondisi sosial tersebut meliputi kondisi sosial produksi dan interpretasi. Kondisi sosial tersebut berkaitan dengan tiga tingkat organisasi social, yaitu lingkungan sosial di mana wacana terjadi; institusi sosial yang merupakan lingkungan sosial wacana yang lebih luas dari wacana; dan lingkungan sosial sebagai keseluruhan. Jadi, dalam memandang bahasa sebagai wacana dan praktik sosial, seseorang hendaknya berkomitmen bukan hanya menganalisis teks ataupun proses produksi, tetapi perlu untuk menganalaisis hubungan antara teks, proses dan kondisi sosialnya baik kondisi sosial di mana wacana berlangsung dan juga kondisi sosial yang lebih luas. Fairclough (1996) juga menjelaskan bahwa bahasa berhubungan dengan kekuasaan. Aspek hubungan antara kekuasaan/bahasa meliputi kekuasaan dalam wacana dan kekuasaan di luar wacana. Kekuasaan dalam wacana berkaitan dengan wacana sebagai tempat di mana hubungan kekuasaan benar-benar dinyatakan. Kekuasaan seperti ini dapat berwujud dalam wacana lisan face-to-face, kekuasaan dalam wacana antarbudaya yang mana para partisipan berasal dari kelompok etnik berbeda, dan kekuasaan tersembunyi media massa. Pada penelitian ini, penulis berfokus pada kekuasaan tersembunyi pada media massa. Kerangka analisis wacana kritis Norman Fairclough terbagi menjadi teks, intertekstualitas, praktik wacana dan prakti sosial budaya (Eriyanto, 2001).

REFERENSI

Megawati, E. (2021). Analisis Wacana Kritis Model Fairclough dan Wodak pada Pidato Prabowo (Critical Discourse Analysis of Fairclough’and Wodak’s Model within Prabowo’s Speech). Kandai , 17 (1), 75-90.