Analisis Puisi "Hampa (Kepada Sri)" karya Chairil Anwar


Sumber: detik.com

Chairil Anwar merupakan salah seorang penyair terkenal di Indonesia. Beliau lahir pada tanggal 22 Juli 1922 di Medan, Sumatera Utara dan meninggal dunia pada tanggal 28 April 1949 di Jakarta. Sebagai penyair terkemuka, Chairil Anwar telah menciptakan sejumlah karya, termasuk 70 puisi dari total 96 karya yang ditulisnya. Bersama dengan Asrul Sani dan Rivai Apin, Chairil Anwar diakui oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 dan puisi modern Indonesia. Sejak publikasi puisi pertamanya pada tahun 1942, Chairil Anwar terus melanjutkan perjalanan menulisnya. Dalam setiap puisinya, Ia telah menyentuh berbagai tema yang meliputi pemberontakan, kematian, individualisme, eksistensialisme, hingga tak jarang multiinterpretasi. Salah satu puisi ciptaan beliau yang terkenal ialah berjudul “Hampa”.

HAMPA
Karya : Chairil Anwar

Kepada Sri

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.

Lurus kaku pohonan. Tak bergerak

Sampai ke puncak. Sepi memagut,

Tak satu kuasa melepas-renggut

Segala menanti. Menanti. Menanti.

Sepi.

Tambah ini menanti jadi mencekik

Memberat mencekung punda

Sampai binasa segala. Belum apa-apa

Udara bertuba. Setan bertempik

Ini sepi terus ada. Dan menanti

Dalam puisi “Hampa” karya Chairil Anwar tersebut, tema yang diangkat adalah kesepian dan penantian penyair terhadap wanita yang dicintainya. Puisi ini menggambarkan rasa kesepian yang mendalam ketika mengingat seseorang yang sangat berarti baginya tidak ada disampingnya. Penyair merasa sangat kesepian dalam proses menanti dan hanya bisa berharap supaya sang pujaan hati datang. Puisi ini menciptakan suasana rindu dan kesepian yang menghantui penyair selama menantikan sang kekasih. Penyair merindukan sosok yang amat penting baginya dan dalam setiap detik menanti, Ia berharap agar kedatangan sang kekasih bisa segera terwujud, tanpa tahu kapan hal itu akan terjadi.

Dalam puisi ini, Chairil Anwar menggunakan nada yang lugas dan tepat dengan penekanan pada beberapa kata untuk menggambarkan perasaan dan suasana yang diungkapkan. Nada yang lugas menyampaikan kekosongan emosional yang dirasakan oleh penyair. Sementara itu, penekanan pada beberapa kata membantu menyoroti aspek-aspek penting dalam puisi tersebut seperti menekankan makna serta pesan yang ingin disampaikan.

Perihal kata yang digunakan, Chairil Anwar memanfaatkan bahasa sehari-hari dalam puisi ini untuk memperjelas makna bagi pembaca. Dengan menggunakan bahasa yang umum dan mudah dipahami, puisi ini berhasil menyampaikan makna yang ingin disampaikan dan menciptakan hubungan yang dekat antara pembaca dan penyair. Hal ini memudahkan pembaca untuk merasakan dan memahami perasaan yang diungkapkan oleh penyair. Melalui kata-kata puitis, Chairil Anwar menunjukkan betapa Ia merindukan kehadiran wanita yang ia cintai dan berharap agar penantian panjangnya akan berakhir.

Dengan demikian, amanat yang dapat diambil dari puisi “Hampa” ini adalah tentang keteguhan hati seseorang yang terus menantikan orang yang mereka cintai, meskipun mengalami kelelahan dan rasa putus asa. Puisi ini mengajarkan kita untuk mempertahankan keyakinan bahwa segala sesuatu akan menjadi indah pada waktu yang tepat, meskipun menghadapi berbagai tantangan.

DAFTAR PUSTAKA

Mabruri, Z. K. (2020). Kajian Tipografi Puisi-Puisi Indonesia Prakerta (Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra dan Pengajaran Bahasa Indonesia), 3(1).

Nevatuhella. 2017. Warisan Chairil Anwar. https://news.detik.com/kolom/d-3574101/warisan-chairil-anwar

Pradopo, R.D. (2021). Beberapa Teori Sastra Metode Kritik dan Penerapannya. UGM Press.

Wicaksono, A. (2017). Pengkajian Prosa Fiksi (edisi revisi). Garudhawacana.