Analisis Puisi 'Aku' Karya Chairil Anwar

Bangsa Indonesia memiliki kaitan penting dengan sastra. Sebab sastra telah menjadi bagian dari bukti eksistensi Indonesia di muka Bumi. Kita sering mendengar nama-nama sastrawan terkemuka. Sebut saja W.S. Rendra, Chairil Anwar, Ismail Marzuki, Hamka, AA Navis, dan lain sebagainya. Karya-karya mereka terus disebut hingga hari ini. Perkembangan sastra di Indonesia pada dasarnya dipengaruhi oleh periode setiap karyanya. Sastrawan-sastrawan di Indonesia membuat karyanya dengan ciri khas mereka dan berbeda-beda. Sejak zaman kerajaan, sastra telah berkembang dengan cirinya masing-masing.

Aku

(karya Chairil Anwar)

Kalau sampai waktuku

‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Puisi diatas adalah buah karya dari salah satu sastrawan Indonesia yang sangat populer, yaitu Chairil Anwar. Beliau adalah sastrawan Angkatan 45 yang lumayan dikenal dengan karya sastranya yang amat fenomenal. Tindakan beliau dalam mendobrak aturan kaku dalam bersastra menjadi ciri khas tersendiri. Beberapa bahkan menyebutkan bahwa Chairil adalah pelopor sastrawan Angkatan 45.

Puisi Aku ditulis Chairil pada tahun 1943. Puisi inilah yang kelak akan membuat Chairil dipanggil Si Binatang Jalang oleh sastrawan lainnya. Hal tersebut dikarenakan puisi ini memuat kata ‘aku’, yang mana pada kala itu (Pendudukan Jepang) dianggap terlalu berlebihan dan memuja diri sendiri. Akan tetapi kelak puisi inilah yang mengantarkan nama Chairil sebagai sastrawan atas.

Bila bicara jenis, maka puisi ini adalah jenis puisi bebas. Setiap sajaknya merupakan curahan hati Chairil sebagai sosok yang ingin merdeka dalam mengeluarkan pendapat. Pilihan katanya bisa dikatakan seimbang. Ada beberapa kata yang dapat diartikan sebagai konteks nyata (seperti peluru, meradang, menerjang) dan ada juga kata diksi (binatang jalang, sedu sedan, hidup seribu tahun lagi). Rima yang dihasilkan juga tidak konsisten. Misalnya dua bait pertama dengan rima A-A, namun rima berikutnya dengan vokal sama namun ucapan berbeda. Secara tipografi, puisi Aku sangat baik dan memiliki kesan makna yang begitu dalam.

Inti makna dari puisi ini adalah tentang perjuangan dan keinginan sang pengarang sendiri, yaitu Chairil. Bait ‘biar peluru menembus kulitku’ menjelaskan bahwa Chairil tidak peduli dengan apapun yang akan membuat dirinya repot atau kesakitan di masa yang akan datang maupun kini. Hal ini diperkuat dengan bait berikutnya yaitu ‘luka dan bisa kubawa berlari’, yang menegaskan bahwa Chairil akan terus melangkah maju.

Bila kita mencoba membandingkan dengan puisi bertema perjuangan lain, puisi Aku mungkin tidak terlalu handal membangkitkan suasana yang memicu semangat. Namun dari kata-kata yang digunakan, kita dapat menarik pernyataan bahwa hidup adalah tentang ketidakrelaan dalam menyerah.

Salah satu gagasan unik yang disampaikan Chairil dalam puisi ini adalah bait terakhir yaitu ‘aku ingin hidup seribu tahun lagi’. Secara logika, tidak ada satu pun manusia yang dapat hidup dengan umur seribu tahun. Ternyata, yang dimaksud seribu tahun disini bukanlah konteks usia. Melainkan bisa beragam. Bisa saja yang dimaksud adalah karya itu sendiri, yaitu puisi Aku yang terbukti sampai kini masih terus dikenang dan diingat oleh seluruh masyarakat.

Puisi Aku karya Charil Anwar adalah sebuah karya sastra yang sangat dikenal pada zamannya, bahkan hingga zaman seperti sekarang ini. Kritik dan penilaian yang dilakukan melalui tahapan kritik sastra menjelaskan bahwa puisi ini sangat bagus dalam segi pemaknaan dengan penggunaan kosakata yang lugas dan tegas. Puisinya tidak terlalu panjang, namun sarat dengan nuansa perjuangan yang diadaptasi dari keinginan Chairil sendiri, yaitu hidup yang bebas dan berpendapat yang bebas pula.

DAFTAR PUSTAKA

Marni, M. P. (2016). Analisis Makna Intensi Pada Puisi-puisi Penyair Pemula: Analisis Puisi Karya Siswa Sman Agam Cendekia. Jurnal Gramatika, 2(1), 79828.