Analisis Makna Puisi Gerilya Karya W.S. Rendra

Peran bahasa dalam sebuah puisi memiliki kekuatan puitis dalam menyampaikan makna-makna yang terkandung di dalamnya. Puisi adalah jenis karya sastra yang menggunakan bahasa yang khas, bukan bahasa yang umum atau sehari-hari. Puisi biasanya menggunakan bahasa efektif, yaitu sederhana namun memiliki banyak makna dan pengaruh. Dengan kata lain, puisi adalah seni menyusun kata-kata dan seni dalam membuat keajaiban dengan bahasa (Noor, 2018). Nilai puisi tidak hanya terletak pada apa yang diungkapkannya, tetapi juga pada bagaimana cara mengungkapkannya. Sebab, melalui bentuk cara mengungkapkannya itulah pembaca akan menemukan sesuatu yang khas, yang menjadi kreativitas dari seorang penyair.

W.S. Rendra merupakan seorang penyair yang lahir pada tahun 1935 dan seringkali menulis sajak berupa epik bernuansa romantik dan balada, berlainan dengan umumnya sajak-sajak pada masa 1950an yang kebanyakan berbentuk lirik. Salah satunya adalah puisi Gerilya yang bertemakan ironi kepahlawanan yang bercerita tentang seorang pahlawan yang tewas di jalanan medan peperangan. Dengan nada naratif yang lirih, puisi ini menggambarkan suasana dingin dan pucat dengan perasaan sedih dan penuh ironi. Puisi ini ditulis saat suasana peperangan pasca kemerdekaan masih terasa. Walaupun dalam bait puisi Rendra tidak ada satupun kata ‘gerilya’ tertulis, namun Rendra menjadikan kata ‘gerilya’ sebagai judulnya berdasarkan hal tersebut; sistem strategi perang berpindah-pindah yang mengakibatkan banyak pejuangnya gugur di tengah-tengah perjalanan.

Artikel ini akan menyajikan puisi yang berjudul ‘Gerilya’ yang ditulis oleh penyair W.S Rendra dan akan membahas dan menganalisis mengenai makna yang terkandung di dalamnya.

Gerilya
Karya: W.S. Rendra

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki terguling di jalan.

Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana.

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki terguling di jalan.

Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kasumatnya.

Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama.

Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel.

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki terguling di jalan.

Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya.

Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki terguling di jalan.

Lewat gardu Belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya

Tema dari puisi ini adalah pergolakan, baik politik, sosial, maupun individual yang penuh dengan dinamika. Dapat dikatakan bahwa puisi ini merupakan puisi yang lahir di tengah banyak kemelut dunia yang mendorong penyairnya untuk melepaskan perasaan yang mengganggu mereka melalui syair berupa kata-kata. Kata-kata yang digunakan dalam bait-baitnya sangat lugas dan apa adanya. Makna yang disampaikan tidak berbelit-belit, spontan, dan impulsif. Puisi ini memberikan kesan yang yang dalam dan impresif. Suasana yang diciptakan begitu mengharukan dan mengesankan, sederhana namun dapat memiliki banyak arti tidak langsung yang tersampaikan dalam bentuk metafora-metafora visual.

Pada bait keempat memiliki arti pemuda itu meninggal karena ada tujuh lubang peluru pada badannya saat mentari menyala, melepaskan dendam dan kebenciannya. Bait kelima menggambarkan seorang gadis yang berjalan di pagi hari dengan membawa sayur. Pada bait keenam, gadis tersebut menjerit dalam tangis dan berduka atas kematian pemuda itu.

Pada bait kedelapan, orang-orang kampung mengenal pemuda itu, anak dengan rambut ombak dari seorang janda. Tubuhnya dibersihkan dengan cara disiram menggunakan gantang.

Pada bait kesepuluh, dengan latar belakang saat pemuda itu masih hidup, ia merupakan sosok yang berani berjuang memasuki gardu Belanda untuk mengubur jenazah ibunya karena ia sangat menyayangi ibunya. Akhirnya pemuda itu tertembak oleh para prajurit Belanda dan gugur.

Puisi “Gerilya” karya W.S. Rendra ini menyajikan sajak dengan makna yang sangat dalam. Puisi ini ditulis pada tahun 1955 saat suasana peperangan pasca kemerdekaan masih kental tertanam di benak masyarakat. Kata-kata yang digunakan dalam bait-bait puisi ini begitu lugas dan spontan. Makna yang disampaikan dapat tersampaikan kepada pembaca dengan dibumbui perasaan sedih dan prihatin karena seseorang pahlawan yang harus gugur di medan perang. W.S. Rendra dapat menciptakan kesan terhadap pembaca sebuah suasana sadisnya peperangan dengan bahasanya yang begitu puitis.

Puisi “Gerilya” karya W.S. Rendra memiliki dapat menyampaikan temanya dengan sangat baik, yaitu jiwa patriotisme seorang pemuda dalam suasana dunia penuh pemberontakan. Perasaan yang tercipta dalam makna puisi ini adalah perasaan sedih dan prihatin karena seseorang pahlawan yang harus gugur di medan perang. Dengan baitnya “tubuh biru, tatapan mata biru, lelaki berguling dijalan” yang cenderung diulang-ulang dapat memberikan kesan kepada pembaca bahwa keadaan atau latar yang tergambar pada puisi tersebut sangat memilukan. Puisi “Gerilya” ini dapat menyampaikan ceritanya mengenai masa lalu saat bangsa dan rakyat berjuang sebelum merdeka dengan syair dan kata-kata yang puitis dan menyentuh.

Daftar Pustaka
Amalin, N., & Wiratmo, T. G. (2016). Perancangan Buku Ilustrasi Puisi Penyair Angkatan 66. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No, 1, 2.
Noor, A. Z. (2018). Apresiasi Puisi Dalam Gerakan Literasi. Fon: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia , 13 (2).

1 Like