Analisis gaya bahasa pada puisi berjudul “selama bulan menyinari dadanya” karya chairil anwar

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI BERJUDUL “SELAMA BULAN MENYINARI DADANYA” KARYA CHAIRIL ANWAR

Salah satu bentuk karya sastra yang menitik beratkan pada keindahan unsur-unsur pembentuknya adalah puisi. Puisi diciptakan dengan bahasa yang diramu dengan penuh pertimbangan untuk menunjukkan representasi dari perasaan penciptanya. Pencipta puisi disebut penyair dan penyair tersebut menjadikan puisi sebagai media untuk mengekspresikan emosi atau perasaan mereka dengan susunan yang layak untuk dinikmati. Unsur-unsur pembentuk puisi dibagi menjadi dua bentuk yaitu unsur fisik dan unsur batin. Unsur fisik terdiri dari gaya bahasa, diksi, imaji, bunyi dan tipografi sedangkan unsur batin puisi terdiri dari tema, nada dan amanat. Pada artikel kali ini, kita akan sedikit mengulik salah satu puisi karya Chairil Anwar yang berjudul “Selama Bulan Menyinari Dadanya”. Tentu saja nama Chairil Anwar sudah tidak asing didengar oleh para penggiat sastra karena beliau sudah melalang buana dengan karyanya yang luar biasa. Tema yang diangkat oleh beliau beragam mulai dari individualis, eksistensialis dan bahkan tentang romantisme. Puisi "Selama Bulan Masih Menyinari dadanya adalah salah satu puisi pada kumpulan puisi “Aku Ini Binatang Jalang” yang selain membahas tentang cinta juga membahas tentang kebahagiaan sementara di masa kecil. Aspek yang akan diulik pada puisi ini adalah gaya bahasanya. Menurut Keraf (2010), gaya bahasa adalah cara yang digunakan pengarang untuk mengungkapkan suatu pikiran atau gagasan melalui penuturan bahasa yang khas dan mencerminkan kepribadian pengarang tersebut. Penggunaan gaya bahasa memungkinkan penyair untuk lebih menekankan gagasan yang akan disampaikan, menciptakan suasana yang estetik dan menarik. Sumber referensi untuk menganalisis gaya bahasa pada puisi “Selama Bulan Menyinari Dadanya” berikut adalah dari Buku Gorys Keraf (2020).

Selama Bulan Menyinari Dadanya

Selama bulan menyinari dadanya jadi pualam
ranjang padang putih tiada batas
sepilah panggil-panggilan
antara aku dan mereka yang bertolak
Aku bukan lagi si cilik tidak tahu jalan
di hadapan berpuluh lorong dan gang
menimbang:
ini tempat terikat pada Ida dan ini ruangan “pas bebas”
Selama bulan menyinari dadanya jadi pualam
ranjang padang putih tiada batas
sepilah panggil-panggilan
antara aku dan mereka yang bertolak
Juga ibuku yang berjanji
tidak meninggalkan sekoci.
Lihatlah cinta jingga luntur:
Dan aku yang pilih
tinjauan mengabur, daun-daun sekitar gugur
rumah tersembunyi dalam cemara rindang tinggi
pada jendela kaca tiada bayang datang mengambang
Gundu, gasing, kuda-kudaan, kapal-kapalan di
zaman kanak,
Lihatlah cinta jingga luntur:
Kalau datang nanti topan ajaib
menggulingkan gundu, memutarkan gasing
memacu kuda-kudaan, menghembus kapal-kapalan
aku sudah lebih dulu kaku.
Chairil Anwar (1948)

Dari puisi berjudul “Selama Bulan Menyinari Dadanya” di atas dapat kita temukan beberapa jenis penggunaan bahasa sebagai berikut ini.

1. Aliterasi
Gaya bahasa ini adalah bentuk pengulangan konsonan yang sama pada baris-baris puisi. Fungsi digunakannya gaya bahasa ini sebenarnya tidak mengandung maksud lain selain untuk kepentingan estetika. Contoh penggunaan gaya bahasa ini adalah pada kutipan berikut:

ranjang padang putih tiada batas

Dalam satu baris tersebut dapat kita temui dua suku kaya yang menggunakan akhiran /g/ yaitu “ranjang” dan “padang”. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesan harmoni dan keindahan.

2. Asonansi
Adalah gaya bahasa yang berupa pengulangan vokal yang sama pada baris-baris puisi. Seperti halnya Aliterasi, penggunaan gaya bahasa ini hanya dimaksudkan untuk memberikan kesan keindahan. Berikut contoh penggunaan gaya bahasa asonansi:

rumah tersembunyi dalam cemara rindang tinggi

Kata “tersembunyi” dan “tinggi” pada baris tersebut menggunakan akhiran berupa huruf vokal yang sama yaitu /i/. Penggunaan ini dimaksudkan untuk memberi kesan estetik.

3. Asindeton
Asindeton adalah suatu gaya yang bersifat padat dan mampat beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat namun tidak dihubungkan dengan kata sambung. Contoh penggunaannya bisa dilihat pada kutipan berikut:

Lihatlah cinta jingga luntur:
Kalau datang nanti topan ajaib
menggulingkan gundu, memutarkan gasing
memacu kuda-kudaan, menghembus kapal-kapalan

Dapat kita lihat bahwa ada simbol setelah kata “luntur” yang menggantikan fungsi kata penghubung ke baris selanjutnya. Pada baris “menggulingkan gundu, memutarkan gasing” dan “memacu kuda-kudaan, menghembus kapal-kapalan” juga menunjukkan hubungan makna namun tidak dengan kata penghubung melainkan dengan tanda /, /.

4. Polisindeton
Polisindeton adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asindeton. Kata, frasa, atau klausa dalam polisindeton yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung.

antara aku dan mereka yang bertolak

Baris tersebut menunjukkan bahwa kata /dan/ digunakan sebagai penghubung untuk menyebutkan dua pihak yaitu “aku” dan “kita”.

5. Histeron Proteron
Histeron proteron adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau sesuatu yang wajar. Contoh penggunaannya dapat dilihat dari baris awal puisi tersebut.

Selama bulan menyinari dadanya jadi pualam
ranjang padang putih tiada batas
sepilah panggil-panggilan

Dapat dilihat bahwa makna yang dihasilkan dari baris tersebut bermakna tidak logis dan lebih menekankan aspek imajinasi yang tidak nyata.

6. Hiperbola
Hiperbola adalah gaya bahasa yang mempergunakan kata terlalu berlebihan dari fakta yang sebenarnya. Contohnya adalah baris puisi berikut:

Lihatlah cinta jingga luntur:
Kalau datang nanti topan ajaib
menggulingkan gundu, memutarkan gasing
memacu kuda-kudaan, menghembus kapal-kapalan
aku sudah lebih dulu kaku.

Dapat kita lihat bahwa pada bait puisi tersebut terdapat kata “topan ajaib” yang secara nyata hanyalah topan, namun di lebih-lebihkan dengan penambahan kata “ajaib”.

Demikian hasil analisis gaya bahasa pada puisi “Selama Bulan Menyinari Dadanya” karya Chairil Anwar. Dapat kita simpulkan bahwa beliau menggunakan berbagai jenis gaya bahasa untuk mengekspresikan perasaannya yang mana bukan tentang cintanya pada Ida saja namun juga kebahagiaan yang diibaratkan sebagai suatu kesenangan sesaat yang lekas hilang bak kenangan di masa kecil.

Sumber Referensi:
Mustika, I., & Isnaini, H. (2021). Konsep Cinta pada Puisi-Puisi Karya Sapardi Djoko Damono: Analisis Semiotika Carles Sanders Pierce. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Humaniora, 6(1), 1-10.

Saragih, R. I., Maulina, I., & Sinaga, A. Y. (2021). Analisis Gaya Bahasa Kumpulan Puisi Perahu Kertas Karya Sapardi Djoko Damono. JBSI: Jurnal Bahasa dan Sastra Indonesia, 1(01), 8-23.

Sinaga, A. (2022). Analisis Gaya Bahasa Dalam Kumpulan Puisi Perahu Kertas Karya Sapardi Djoko Damono. ULIL ALBAB: Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(5), 950-957.