Aku Menyebutnya Keajaiban

Hallo semua ! Pada kesempatan ini aku ingin berbagi kisah perjalananku masuk Universitas Sebelas Maret . Kisahku dimulai saat aku duduk di bangku kelas 2 SMA. Waktu itu, aku dan teman-temanku berniat untuk melaksanakan solat dzuhur di mushola sekolah. Sesampainya kami di halaman depan sekolah, kami berhenti sejenak dan melihat beberapa spanduk besar yang berisi nama-nama kakak kelas kami yang diterima di perguruan tinggi melalui SNMPTN. Kami dengan antusias melihat semua daftar nama-nama tersebut dan kagum atas pencapaian yang mereka dapatkan. Saat itu, terbesit di hatiku sebuah kalimat “Apakah aku bisa seperti mereka? Apakah aku bisa lolos SNMPTN?.” Secara tidak sadar, dari saat itu aku memliki niat untuk melanjutkan pendidikan ke tahap yang lebih tiggi melalui SNMPTN.

Awalnya sangat sulit bagiku untuk menentukan di mana aku akan melanjutkan kuliah dan jurusan apa yang sesuai denganku. Sampai suatu ketika aku memantapkan diri untuk melajutkan di salah satu PTN di Yogyakarta dengan alasan tidak terlalu jauh dari rumah. Memasuki kelas 3 SMA aku dan teman-teman mulai belajar untuk mempersiapkan SBMPTN. Namun, entah mengapa aku yakin bahwa aku akan masuk dalam siswa eligible dan lolos SNMPTN. Keyakinanku yang besar membuatku tidak belajar untuk SBMPTN. Sampai akhirnya aku dinyatakan menjadi salah satu siswa eligible dan mendaftar SNMPTN.

Saat pendaftaran aku mulai mengalami masalah yang cukup berat yaitu orang tuaku tidak merestui jurusan yang aku inginkan dari dulu secara tiba-tiba. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya aku mengubah jurusan yang aku pilih sesuai dengan apa yang orang tua restui. Hal tersebut aku lakukan karena aku percaya bahwa restu orang tua sangat penting dalam kehidupan seorang anak. Setiap malam aku berdoa kepada Allah agar aku diberikan jalan yang terbaik untuk hidupku. Aku selalu takut untuk mengecewakan kedua orang tua ku mengingat wajah bahagia mereka ketika aku termasuk siswa eligible. Namun, aku pecaya bahwa apa yang menjadi milikku tidak akan melewatiku.

Tanggal 22 Maret 2021 telah tiba. Hatiku mulai gelisah membayangkan segala hal buruk terjadi. Aku dengan penuh harap memberanikan diri untuk melihat hasil pengumuman dan ternyata kabar buruk yang aku terima. Menangis adalah hal yang pertama aku lakukan. Bukan karena aku putus asa atau merasa terkhianati. Namun, aku tidak sanggup mengatakan kabar tersebut kepada orang tua ku. Mereka bilang “sabar, emang bukan rezekinya” dengan wajah tanpa beban. Jauh di lubuk hatiku, aku melihat kesedihan di mata mereka. Saat itu aku berniat untuk terus maju apapun yang terjadi.

Aku mulai mendaftar SBMPTN dengan segala kesulitan yang terjadi. Berjam-jam aku mendaftar namun tidak bisa. Berkat bantuan teman-temanku akhirnya aku berhasil mendaftar. Sebelum mendafatar aku harus melalui diskusi panjang bersama orang tua ku mengenai jurusan dan universitas yang aku pilih. Diskusi panjang tersebut melahirkan suatu keputusan bahwa aku memilih UNS dan administrai negara sebagai tujuanku. Percaya atau tidak, aku mulai membuka buku materi untuk tes pada saat H-14. Aku membaca buku pinjaman dari temanku dan hanya ikut tryout 3 kali dengan skor terakhir 400.

Sebenarnya aku tidak yakin dengan bekal ilmu yang aku bawa. Namun, aku tetap betekad untuk mengikuti tes di Yogyakarta. Saat semua peserta belajar sebelum masuk ruangan, aku dan temanku bingung karena kami tidak membawa apa-apa untuk dipelajari. Dengan ucapan “bismillah” aku mengerjakan tes dengan tenang dan percaya diri. Setelah tes selesai, aku langsung pulang dan melupakan kejadian tersebut. Setiap hari aku berdoa kepada Allah atas segala keputusan terbaik dalam hidupku dan berdoa agar diberi keikhlasan dalam menerima segala keputusan tersebut.

Sampai di hari pengumuman, ibuku dengan raut bahagia menyuruh ku untuk melihat pengumuman. Pengalamanku yang buruk ketika gagal SNMPTN membuatku takut untuk membuka pengumuman. Namun, ibuku dengan penuh keyakinan berkata bahwa aku akan diterima. Akhirnya, ibuku yang membuka pengumuman tersebut dan ternyata aku dinyatakan lolos SBMPTN. Saat itu aku bingung kenapa bisa aku lolos (bukan sombong tapi memang tisak percaya) dan aku teringat doa ku kepada Allah setiap harinya. Selain itu, aku teringat di mana ibuku selalu bangun pagi di sepertiga malam dan aku menyimpulkan bahwa apa yang aku dapatkan terdapat restu dan doa orang tua yang memiliki peran sangat penting di sana.

Walaupun awalnya UNS bukan tujuanku dan Administrasi negara bukan pilihanku, namun sekarang aku menerima semua itu. Aku telah berdoa agar diberikan jalan yang terbaik dalam hidupku dan UNS jawabnya. Aku sangat senang dan aku akan berusaha untuk ikhlas dalam menjalaninya serta berusaha keras untuk mencapai tujuan. Sekian sepenggal cerita dari ku, terima kasih telah menyempatkan waktu untuk membaca dan sampai jumpa.