“Aku punya frasa padamu!”
“Hah? frasa??!!”
Sebagian dari kalian pasti pernah salah dalam menggunakan atau mengucapkan suatu kata. Contohnya, pada dialog di atas. Kesalahan penggunaan kata dapat mempengaruhi isinya. Sebelum malu karena terlihat keren, karena menggunakan kata yang ternyata salah, alangkah baiknya kita mempelajari kata itu sendiri.
Mempelajari bahasa memang tidak akan ada habisnya, apalagi mempelajari rasa, eh frasa!.
Frasa, satu kata yang selalu muncul saat kita belajar suatu hal tentang kebahasaan. Jadi, frasa itu apa sih?
Frasa berarti satuan yang terdiri dari dua kata atau lebih dan memiliki fungsi dalam kalimat. Frasa itu banyak jenisnya. Nah, di dalam artikel ini akan dibahas mengenai jenis frasa verbal yaitu frasa endosentrik. Frasa endosentrik merupakan frasa yang mempunyai distribusi sama dengan unsurnya. Jenis-jenis frasa endosentrik, yaitu frasa endosentrik atributif, frasa endosentrik koordinatif, dan frasa endosentrik apositif.
Pertama, frasa endosentrik atributif. Frasa ini mengandung unsur-unsur yang tidak setara, sehingga unsur-unsurnya tidak dapat terhubung. Frasa endosentrik atributif terdiri atas inti verba dan pewatas (modifier) yang berada di depan dan di belakang verba inti.
Pewatas depan dapat digunakan sebagai pemarkah modalitas, negasi, dan aspektualitas. Pewatas pemarkah modalitas dapat digunakan sendiri atau berdampingan dengan pewatas modalitas lain (akan dan harus). Contoh kata pewatas pemarkah modalitas, seperti akan, bisa, boleh, hendak, harus, ingin, mau, mesti, dan perlu. Contoh pemakaian pewatas depan sebagai berikut.
- Naifa akan menyiapkan makanan.
- Mahasiswa UNS dapat mengajukan permohonan keringanan UKT.
- Naifa harus mau minum obat itu.
Pewatas depan aspektualitas, seperti baru, masih, mulai, sedang, sudah (dapat mendahului pemarkan akan dan harus), telah, dan tengah. Misalnya sebagai berikut.
- Naifa mulai bersekolah pukul tujuh pagi.
- Naifa harus sudah tiba pukul sepuluh pagi.
Kata pewatas belakang terdiri atas kembali dan lagi. Pewatas ini mempunyai ciri yang sama. Jika didahului pemarkah negasi tidak, pewatas itu memperlihatkan perilaku sintaksis yang berbeda.
Kedua, frasa endosentrik koordinatif. Frasa ini mengandung unsur-unsur yang setara. Bentuk frasa endosentrik koordinatif yaitu dua verba yang digabungkan dengan memakai kata penghubung dan atau atau. Frasa ini dapat diikuti atau didahului pewatas depan dan pewatas belakang. Pewatas pada frasa koordinatif memberi keterangan tambahan pada kedua verba yang bersangkutan. Contoh pemakaian frasa endosentrik koordinatif sebagai berikut.
- Warga negara yang baik harus mematuhi dan mentaati hukum yang berlaku.
- Aku harus pergi atau menunggu?
Ketiga, frasa endosentrik apositif. Frasa ini mengandung atribut yang berupa aposisi atau keterangan tambahan. Contohnya dalam kalimat Naifa, anak Pak Wahid sangatlah rajin.
Dlam hal ini, unsur Naifa sama dengan anak Pak Wahid. Hal ini berarti unsur Naifa dapat menggantikan unsur anak Pak Wahid.
‘Naifa…sangatlah rajin’.
‘…anak Pak Wahid sangatlah rajin’.
Unsur Naifa merupakan unsur pusat dan unsur anak Pak Wahid merupakan aposisi.
REFERENSI
Alwi, H., dkk. (2003). Tata Bahasa Baku Indonesia (3ed.). Jakarta: Balai Pustaka.
Moeliono Anton, dkk. (2017). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (4 ed.). Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.