Cerita ini dimulai pada saat aku berada di bangku SMA menjelang kelulusan. Seperti remaja pada umumnya, masalahnya tidak jauh dari urusan hati. Entah itu putus cinta, cinta tak terbalas, atau ternyata gebetan kita mempunyai pacar secara tiba-tiba. Dari ketiga permasalahan yang aku sebutkan tadi, aku pernah mengalami salah satunya. Di tahun pertamaku sebagai siswi SMA, aku pernah menjalin hubungan asmara dengan seseorang. Bagiku, pada masa itu terasa menyenangkan sekali. Rasanya seperti hidup menjadi lebih seru dari hari biasanya. Namun sayangnya, hubungan itu harus berakhir di tahun kedua karena suatu alasan yang tidak bisa aku jelaskan di sini. Setelah mengakhiri hubungan asmara, aku merasa sangat terpukul dan kehilangan semangat. Aku menjadi pribadi yang sering murung dan pola makanku menjadi tidak beraturan. Untuk mengalihkan rasa sedih yang aku alami, aku banyak menghabiskan waktu bermain bersama teman-teman sekolah. Pola makan dan jam tidur yang tidak teratur serta terlalu banyak mengkonsumsi makanan instan, pada akhirnya membawa dampak penyakit di kehidupanku.
Aku masih ingat jelas pada minggu kedua ujian di tahun ketiga, perutku terasa sakit sekali, lebih parah dari biasanya. Setiap kali bergerak, entah itu duduk, jalan, atau hanya miring ke kanan atau kiri, perutku akan terasa seperti ditusuk jarum. Mungkin bagi kalian itu terdengar berlebihan, tapi itu lah yang aku rasakan. Ada satu waktu dimana aku berganti pakaian, aku melihat ada cairan seperti nanah keluar dari pusar. Tentu saja aku langsung panik dan bertanya-tanya kenapa bisa sampai ada nanah keluar dari pusar? Ketika aku memberitahu kepada Ibu tentang apa yang aku alami, beliau menyarankan untuk pergi ke dokter besok pagi. Ibu berfikir mungkin itu luka di pusar atau efek PMS karena memang kebetulan pada saat itu mendekati jadwal menstruasiku. Namun, pagi harinya bukannya membaik, sakit perutku justru semakin parah. Duduk saja rasanya sakit sekali ditambah nanah yang keluar dari pusar tidak kunjung berhenti. Mengetahui hal itu, Ibu dengan sigap segera membawaku ke dokter terdekat. Pada saat dilakukan pemeriksaan, sang dokter menyarankan aku untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut di rumah sakit kota yang fasilitasya lebih memadai supaya dapat mengetahui jelas penyebabnya dan bisa segera ditangani lebih lanjut. Akhirnya, pada malam itu juga, aku pergi ke rumah sakit kota untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Seperti pemeriksaan pada umumnya, dokter menanyakan beberapa pertanyaan seperti, “Kenapa”, “Sejak kapan”, dan “Sakit di bagian mana”. Sebelum dibersihkan, dokter memfoto nanah di pusar untuk laporan. Yang membuatku kaget adalah dokter menyarankan aku untuk rawat inap supaya bisa mendapat penanganan lebih lanjut. Tentu saja Ibu yang mendengar itu terkejut, tidak menyangka akan hal ini akan menjadi lebih serius. Mengingat, aku masih memiliki jadwal ujian satu minggu lagi. Singkat cerita, pada akhirnya aku menjalani rawat inap untuk mendapat penanganan lebih lanjut oleh dokter anak dan meminta surat keterangan rawat inap untuk dikirimkan ke pihak sekolah besok. Tidak lupa aku juga mengabari teman-teman kelas bahwa aku tidak bisa mengikuti ujian terlebih dahulu karena harus menjalani rawat inap. Seperti yang Ibu duga, mereka sangat terkejut Ketika mengetahui bahwa aku menjalani rawat inap dan bertanya banyak hal seperti “Kok bisa?”, “Dirawat dimana?”, “Sakit apa?” dan sebagainya. Di titik itu, aku merasa bersyukur karena ternyata masih banyak orang yang peduli padaku.
Di sore hari, ada satu dokter dan seseorang disebelahnya yang aku yakini bahwa ia adalah salah satu perawat yang bertugas, datang memeriksaku. Beliau menjelaskan bahwa cairan nanah yang keluar dari pusar, kemungkinan disebabkan oleh sesuatu yang mengendap dan pecah dari dalam perut. Sehingga, sang dokter perlu melakukan koordinasi dengan dokter bedah untuk menentukan apakah perlu dilakukan tindakan pembedahan atau tidak. Dokter tersebut juga mengatakan bahwa aku harus belajar dari rasa sakit ini supaya bisa lebih menjaga pola makan, mengurangi makanan-makanan pedas serta memperhatikan jangka waktu dalam mengkonsumsi makanan cepat saji
Pada hari keempat, dokter memutuskan untuk melakukan pembedahan perutku di keesokan harinya. Aku diwajibkan untuk berpuasa selama satu hari dan memastikan jam tidurku cukup demi kelancaran operasi. Ibu juga harus menandatangani berkas yang menyatakan jika terjadi sesuatu selama operasi, itu di luar kendali rumah sakit. Malamnya, aku diberi baju operasi berwarna biru. Tidak lama dari itu, seorang perawat datang menjemputku dengan kursi roda untuk dibawa menuju ruang operasi. Awalnya, aku mengira ruang operasi itu menyeramkan, seperti di film—gelap dan sempit. Namun Ketika sampai disana, ruang operasinya luas dengan dua brankar, satu untuk operasi, dan satu lagi untuk mengangkut pasien ke ruang inap. Kemudian, ada nampan berisi alat-alat operasi seperti gunting dan pisau, serta sekitar lima dokter dengan satu perawat yang akan menangani operasi kali ini. Ternyata, ruang operasi tidak semengerikan yang aku bayangkan.
Sebelum operasi dimulai, salah satu dokter memberiku suntikan bius pada punggung belakang yang efeknya mulai terasa setelah dua sampai tiga menit. Pada awalnya, aku merasa kesemutan, lalu perlahan-lahan aku tidak bisa merasakan apa-apa dari perut hingga kaki. Oh iya, ada empat dokter yang menangani pembedahan, dan satu dokter tugasnya mengajak bicara pasien untuk menenangkanku, serta sesekali mengecek tekanan darah. Proses operasi berlangsung kurang lebih selama tiga sampai empat jam. Setelah selesai, aku dipindahkan ke ruang pemulihan selama tiga puluh menit untuk memastikan tidak ada dampak seperti sesak napas, sebelum kembali ke kamar inap. Setelah efek bius hilang, rasa sakit dari operasinya sangat terasa. Akibatnya, pada minggu kedua aku harus mengikuti ujian susulan secara daring selama masa pemulihan di rumah sakit.
Dalam masa pemulihan, ada banyak hal yang sangat aku sayangkan, terutama kegiatan classmeeting terakhir di masa SMA, proyek foto dan video angkatan. Ada banyak momen-momen berharga bersama teman sekolah sebagai murid SMA pada tahun ketiga tidak bisa aku ikuti. Dari kejadian itu, aku banyak belajar salah satunya adalah untuk peduli pada diri sendiri. Aku harus bisa menjaga pola makan, mengurangi makanan pedas, cepat saji, serta banyak meluangkan waktu bersama orang-orang yang kusayangi. Aku juga belajar untuk tidak menunda-nunda kesempatan dan menghargai waktu bersama teman-teman.