Takdir yang Terbaik untuk Diriku

Aku adalah salah satu mahasiswa baru di sebuah universitas. Lahir di dalam sebuah keluarga kecil yang sederhana. Banyak pengalaman pahit yang kualami untuk berada pada titik sekarang ini. Singkat cerita, perjuangan yang tak bisa kulupakan adalah perjuangan 1 tahun yang lalu. Saat itu, awal semester kelas 12 dimulai. Karena keadaan yang tidak mendukung, maka kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring. Meskipun saya sudah dikatakan naik ke kelas 12, tetapi saya belum pernah merasakan dengan sepenuhnya. Berawal dari niatku untuk meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, aku mulai mencari tahu tentang dunia perkuliahan. Sedangkan di sisi lain, aku belum berani untuk membicarakan ini semua ke orang tuaku. Mungkin itu karena sifatku. Sedari kecil, hatiku memang tidak bisa tergores sedikitpun. Berjalannya waktupun aku mulai berkonsultasi dengan guru BK mengenai jurusan kuliah yang sesuai dengan kemampuanku. Tetapi, aku belum bisa mematangkan itu semua. Setelah merenung beberapa hari, aku memutuskan untuk mengikuti ujian masuk Perguruan Tinggi dengan rumpun soshum. Di sini, banyak pendapat teman-teman tentang pilihanku. Aku berusaha melalui itu semua dengan penuh keyakinan. Aku belajar materi kelas 12 sekaligus belajar untuk UTBK. Saat itu, aku sudah mulai belajar materi UTBK, tetapi aku merasa salah mengambil keputusan ini. Namun, ada seorang teman yang sama-sama memilih untuk lintas jurusan. Dia selalu support untuk belajar quiz bersama.

Semester akhir telat usai, kini tinggal persiapan ujian kelulusan. Tak disangka aku masuk dalam peringkat eligible untuk mendaftar SNMPTN. Rasa senang dan sedihpun aku rasakan. Karena pembelajaran kelas 11 dilakukan daring, maka nilai raporku kurang maksimal. Sehingga aku masuk eligible di ΒΌ dari akhir. Banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Tetapi, aku masih bingung dalam pemilihan prodi. Berjalannya waktu akhirnya seleksi SNMPTN akan berakhir dalam 3 hari dan aku belum mendaftar juga. Aku mendadak sakit sampai berhari-hari. Entah siapa yang menggerakkan jariku untuk memilih, aku memilih keguruan di suatu universitas x tanpa berdiskusi dengan orang tua. Kemudian aku berusaha untuk membicarakan itu semua. Aku tetap belajar untuk UTBK karena kurang yakin dengan seleksi rapor ini. Pengumuman SNMPTN pun telat tiba, dan hasilnya seperti apa yang aku pikirkan. Mungkin ini karena aku tidak direstui orang tua untuk mengambil prodi keguruan. Kali ini, aku mulai memberanikan diri untuk berdiskusi mengenai cita citaku dengan orang tua dan keluarga. Akhirnya aku telah mantap untuk mengambil prodi manajemen. Saat itu, aku memilih 2 universitas dan aku berharap dapat masuk dipilihan pertama. Tetapi, kakek nenek dari kedua orang tuaku kurang setuju dengan pilihan pertamaku karena mereka belum bisa melepaskanku jauh dari keluarga.

Sembari menunggu pengumuman SBMPTN, ada saudara yang merekomendasikan untuk mencoba mendaftar sekolah kedinasan. Aku dan orang tua pun setuju dan langsung mengurus surat pendaftaran. Kali ini, banyak tahapan yang harus dilalui. Mulai dari seleksi raport, administrasi, seleksi CBT dll. Ternyata ini bukan rezekiku. Aku gagal pada tahap seleksi CBT. Walaupun nilaiku tinggi, tetapi hanya 20 orang dari beribu-ribu peserta seleksi yang lolos. Beberapa hari kemudian pun pengumuman seleksi SBMPTN. Ternyata, aku lolos di pilihan kedua. Tentunya rasa senang dan sedihpun menyelimutiku. Kali ini, aku belum bisa mendapatkan sekolah yang kuinginkan. Tetapi aku berusaha untuk menerimanya. Aku berencana untuk mengikuti seleksi sekolah kedinasan tahun depan, tetapi tak disangka aku mendapatkan KIP-K dan harus menandatangani surat tidak putus sekolah di universitas x dengan alasan apa pun. Mungkin ini takdirku untuk tetap menjalankan perkuliahan di universitas terdekat dan restu orang tua sangat penting dalam kehidupan kita. Mungkin takdir ini adalah yang terbaik untukku.