Sepucuk Surat untuk Semesta

Aku bukanlah seorang prajurit amerta
Asaku tak secantik sandyakala
Aku pun bukanlah sang nirmala
Tatapku selalu terikat oleh gulita

Alam fana melarangku memandangnya
Akan tetapi sanubariku tak dendam
Aku lebih terusik bila buanaku merintih lara
Sayangnya bahuku ringkih dan netraku sayup dalam kuasa

Namun nuraniku tak singgah dalam diam
Karsaku tak goyah tuk insan yang tak jera
Ragaku pun turut menyaksikan hiruk pikuk sang cakrawala
Sedu melihat semesta tertikam oleh tamaknya manusia

Kini daksaku hanya bersadrah
Rakyat jelata yang tertindas tak kuasa dan lemah
Aku tak sekasta dengan mereka semesta
Aku hanya dapat memberimu goresan aksara dan doa

Lalu lalang manusia tak lagi sangsi
Seolah kalis dari murka pertiwi
Padahal fanaku juga tak berjanji
Apakah sabdanya akan setajam belati

Namun kini karma tak lagi menjadi akara
Wismaku tlah hancur dilahap sang bentala
Ramai juru berita bersigap mengais warta
Bertanya pada insan yang singgah dalam nestapa

Manusia itu kini tak lagi berkidung
Sesal dan hasrat terurai menjadi sendu
Baskarapun murka seolah tak ada restu
Begitu pula sang mega turut mengiringi murka sang bayu

Hukuman alam memanglah nyata
Logika sang insan terkadang mengikis megahnya fana
Hingga suatu klimaks anala muncul dari murka sang buana
Yang pada akhirnya semua makhluk berujung sirna karena bencana

~D.K.

10 Likes