Semantik: analisis medan makna

foto

Ferdinan. de Saussure mengatakan pada awal analisis linguistik struktural adanya beberapa linguis sangat dipengaruhi oleh psikologi asosionistik dalam pendekatan mereka terhadap suatu makna. Beberapa para linguis dapat menyimpulkan hubungan di antara seperangkat kata dengan intuisi para linguis. Misalnya, dengan data : Baik: Kebaikan, Memperbaiki, Pembaikan, Perbaikan Mereka memberikan simpulan bahwa kata – kata tersebut mempunyai asosiasi antarsesamanya. Demikianlah pada awalnya konsep asosiasi makna yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure.
Ferdinand de Saussure memberikan gambaran tentang hubungan asosiatif makna dengan contoh kata enseignement. Ferdinand de Saussure membedakan ada 4, yakni: Kesamaan formal dan semantik (enseigner, enseignons), Similaritas semantik “butir umum” (apprentissage, education), Similaritas sufiks – umum biasa (changement, armement), Similaritas kebetulan (element, justement). Bally merupakan murid de Saussure memasukkan konsep medan asosiatif dan menganalisisnya secara mendetail dan terinci. Bahwa medan asosiatif sebagai lingkaran yang mengelilingi satu tanda dan muncul ke dalam lingkungan leksikalnya. Misalnya medan asosiatif ini terjadi dalam kata kerbau bahasa Indonesia. Dengan kata kerbau mungkin seseorang berpikir tentang kekuatan atau kebodohan.
Jadi medan makna adalah suatu jaringan asosiasi yang rumit berdasarkan pada similaritas/kesamaan, kontak / hubungan, dan hubungan – hubungan asosiatif dengan penyebutan satu kata. Adapun diagram medan makna yang bersifat sosiatif seperti digambarkan oleh Bally, yakni: (cow, bull, horns, calf “lingkaran pertama”), (yoke, tilling, plough “lingkaran kedua”), (strength, endurance, slowness, patient walk “lingkaran ketiga”).
Teori Medan Makna dari J. Trier
Teori ini salah satu patokan dalam lingusitik pada abad dua puluh ialah asumsi bahwa bahasa terdiri dari sistem atau satu rangkaian subsistem yang berhubungan. Hubungan antarunsur dalam subsistem – subsistem itu menentukan nilai dan fungsi masing – masing unsur. J. Trier melukiskan bahwa vokabulari sebuah bahasa tersusun rapi dalam medan- medan dan dalam medan itu setiap unsur yang berbeda didefinisikan dan diberi batas yang jelas sehingga tidak ada tumpang tindih antarsesama makna dan tersusun sebagai satu mosaik.
Setiap medan makna itu akan selalu tercocokkan antarsesama medan sehingga membentuk satu keutuhan bahasa yang tidak mengenal tumpang tindih. Contoh:
Pandai
Cerdik Bijak
Terpelajar Berpengalaman
Terdidik Cendekiawan
Dengan sebenarnya medan makna ini bertentang dengan pendekatan medan asosiatif makna. Medan asosiatif makna menuntut asosiasi antar kata yang menjadi pusat dan beberapa kemungkinan kolokasinya. Misalnya dengan kata “hitam”seorang mengasosiakannya dengan “negro, kotor, manis, keriting”dan sebaginya. Dengan demikian, kita melihat bahwa pendekatan asosiatif dalam medan makna bergerak – gerik ke atas sedangkan pendekatan medan makna bergerak dari atas ke bawah.
Akan tetapi, perlu diketahui pula bahwa pembedaan medan makna tidak sama untuk setiap bahasa. Misalnya, bahasa Indonesia pada kata melihat : melirik , mengintip, memandang, meninjau, menatap, melotot, dan sebagainya. Pendekatan ini dari G. Matore dari Prancis dengan pendekatan yang bersifat sosiologis, ada juga pendekatan yang dikemukakan oleh J. Lyons yaitu “hubungan kemaknaan”.
Medan makna dan Tesaurus
Nama Peter Mark Roget telah diabadikan dalam sebuah jenis kamus dengan sebutan Thesaurus. Yang menarik perhatian kita tentang thesaurus ini ialah penyusunannya berdasarkan hubungan ide / pikiran. Sebuah kata dapat menimbulkan beberapa kemungkinan hubungan makna. Pengelompokan ide sesuai dengan medan makna yang diliput oleh sebuah kata.
Misalnya, thesaurus Roget sekarang ini telat memuat 250.000 kata dan frase dengan kata – kata mutakhir. Kamus ini telah mengkategorikan ide – ide dalam 1042 kelompok. Ini berarti ada 1042 medan makna.