Sekuat Apapun Usaha, Takdir Punya Jalannya Sendiri

Halo teman-teman penikmat mijil.id! Disini aku ingin berbagi sebuah pengalaman penting di hidupku yang penuh dengan kejutan. Mengapa aku menyebutnya kejutan? Jawabannya karena menjadi mahasiswa Statistika bukanlah hal yang terlintas di pikiranku. Tidak tidak, ini tidak seperti yang kalian pikir bahwa aku tidak menyukai jurusan ini. Satu semester sudah berlalu dan aku cukup menikmatinya. Aku bersyukur karena bertemu dengan orang-orang baru yang sangat baik dan mau berproses bersama tanpa membedakan apapun.

Cerita ini berawal dari bangku akhir masa aliyah yang kujalani. Iya, aku dulu seorang siswi aliyah di salah satu kota di Jawa Timur. Semenjak memasuki ajaran baru di kelas akhir, aku mulai mencari informasi-informasi penting tentang perguruan tinggi. Sejujurnya, saat itu aku masih awam dan baru paham betul apa itu SNMPTN, SBMPTN, UTBK, maupun UM saat pertengahan kelas 12. Aku bersyukur karena saat itu berhasil lolos pemeringkatan untuk mendaftarkan diri ke perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN. Dari situ, aku mulai lebih aktif untuk mencari segala informasi mengenai prodi-prodi saintek yang kedepannya memiliki prospek kerja bagus dan berpeluang besar untuk siswa-siswi aliyah. Pasti saat itu tidak hanya aku yang bimbang memikirkan perihal jurusan apa dan universitas mana yang akan dipilih saat SNMPTN, mengingat daya tampung siswa aliyah lebih sedikit daripada siswa SMA.

Sejak dulu, aku sangat tertarik terjun di bidang kesehatan. Singkat cerita, aku pernah bercita-cita menjadi dokter anak yang kerjanya setiap hari dikelilingi anak-anak kecil yang menggemaskan. Ah, membayangkan saja rasanya sangat menyenangkan, apalagi kalau terwujud. Namun, semakin dewasa aku mulai sadar bahwa masih banyak hal lain yang harus dipertimbangkan untuk menjadi seorang dokter. Selain itu, ada banyak jurusan di bidang kesehatan yang tidak kalah menarik, seperti Farmasi. Hal tersebut menjadi salah satu alasan kenapa aku menyebut hidupku penuh dengan kejutan. Aku yang awalnya tertarik di bidang kesehatan justru diterima di jurusan Statistika, di mana mata kuliah biologi hanya ada di semester pertama.

Di SNMPTN, aku memantapkan hati untuk memilih Farmasi di pilihan pertama dan Kesehatan Masyarakat di pilihan berikutnya. Selama menunggu hari pengumuman tiba, aku banyak belajar untuk tes perguruan tinggi dan mencoba mempersiapkan diri apapun hasilnya nanti. Hari demi hari berlalu, aku semakin yakin pada pilihan pertama yang kupilih di SNMPTN. Saat penat mengerjakan soal mulai menyerang, aku memanfaatkannya untuk mencari tau segala hal tentang jurusan Farmasi, baik universitas, daya tampung, dan keketatan untuk SBMPTN. Bukannya merasa pesimis dengan hasil SNMPTN nanti, tetapi lebih baik berjaga-jaga daripada menyesal, kan?

Takdir benar-benar tidak berada dipihakku saat itu. Pengumuman yang seharusnya berwarna hijau bertuliskan selamat, tidak muncul sesuai yang diharapkan. Iya, aku gagal di SNMPTN. Bohong, jika dibilang tidak kecewa dan sedih, apalagi aku sudah berharap lebih di pilihan pertama. Butuh waktu tiga hari bagiku untuk memulihkan semuanya dan membangkitkan semangat untuk kembali memperjuangkan jurusan impian.

Beberapa bulan berlalu begitu cepat, kesempatanku untuk menjelajahi perguruan tinggi juga semakin ketat, apalagi jalur masuk STAN tahun 2020 sempat ditutup karena pandemi. Dengan segala persiapan yang ada, aku yakin untuk memilih jurusan Farmasi di dua pilihan SBMPTN. Awalnya, kedua orang tuaku menyetujui apapun pilihan yang kubuat. Namun, semakin mendekati tanggal akhir pendaftaran SBMPTN, ibuku mulai cemas terhadapku. Ia mulai takut akan kemungkinan buruk yang ada jika aku tetap memilih Farmasi di dua pilihan. Saat itu aku merasa terpukul. Bagaimana bisa hal seperti ini terjadi saat mendekati hari-H penutupan? Dengan berat hati, aku mencoba ikhlas dan mengikuti saran ibu. Akhirnya, aku memutuskan untuk memilih jurusan Statistika di pIlihan keduaku. Aku tidak mengerti, mengapa tiba-tiba aku bisa memilihnya sebagai pilihan keduaku. Padahal, aku bisa mengambil jurusan lain yang masih dalam lingkup kesehatan. Semuanya terjadi begitu saja.

Saat ini aku paham, bahwa hasil dari segala usaha yang telah kita lakukan tidak lepas dari takdir Allah SWT. Beberapa hal yang menurut kita baik, belum tentu baik juga di hadapan Sang Pencipta. Mungkin Allah menciptakan rasa cemas melalui ibu untuk memberikan petunjuk atas doa-doaku selama ini. Jika dulu aku tetap mempertahankan pilihanku dan tidak mengikuti saran ibu, kemungkinan terburuknya aku tidak akan lolos SBMPTN 2020. Pasti ada hikmah yang dapat kita ambil dari sebuah kegagalan. Allah lebih tau segala hal dibanding makhluk-Nya. Sejatinya, kita sebagai manusia hanya bisa berencana dan berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan satu persatu impian kita. Sisanya bergantung pada takdir Sang Kuasa.

1 Like