Perhitungan dan Keberanian Mengambil Resiko

Desember 2019. Seorang remaja akan segera mengakhiri masa-masa SMA dan beranjak ke dunia baru yang belum dikenal sebelumnya. Remaja tersebut sedang memikirkan bagaimana kelanjutan dari cerita hidup yang akan dilaluinya. Dan ya, remaja tersebut adalah saya, dan dari situlah semuanya dimulai. Saya hanya seorang sederhana yang lahir di keluarga yang sederhana pula, ayah saya sudah tiada sejak saya kecil, dan semua beban dilimpahkan ke ibu saya. Beliau bekerja sebagai petani di lahan miliknya sendiri, meskipun begitu beliau mampu untuk menghidupi anak-anaknya yang sebagian besar telah lulus sarjana, bekerja, dan menikah.

Kembali ke cerita awal tadi, saya waktu itu sedang berada di kelas 3 semester 2.
Seperti biasanya, kesibukan yang dihadapi pasti adalah ujian dan ujian. Tapi ada beberapa hal yang membuat saya berpikir lebih keras lagi, itu adalah keharusan untuk kuliah atau tidak. Sebenarnya saya sangat ingin melanjutkan kuliah sembari melihat betapa luasnya dunia, tapi di sisi lain ada hal-hal yang tidak bisa mengimbangi itu semua. Dan yang paling utama adalah masalah biaya. Maka dari itu, kesempatan saya untuk kuliah seharusnya ada pada jalur SNMPTN saja, tapi sayangnya takdir berkata lain. Entah saya yang kurang serius saat memilihnya atau memang pilihan saya yang terlalu ketinggian istilahnya. Apapun itu, yang jelas keberuntungan tidak berpihak pada saya waktu itu. Untungnya saya telah mempersiapkan diri sedari awal untuk kegagalan semacam ini, jadi saya tidak terlalu terkejut dengan apa yang terjadi.

Masalah selanjutnya adalah dimana dan bagaimana cara saya agar dapat berkuliah. Jauh sebelum pelaksanaan SBMPTN saya telah mempersiapkan banyak pilihan. Selanjutnya mulai saya eliminasi satu per satu untuk melihat mana pilihan yang paling memungkinkan. Tidak terlalu mahal, tapi tetap berkualitas dan tentunya dapat saya imbangi dengan kemampuan berpikir saya yang tidak terlalu mumpuni. Maka dari itu, saya terus mengumpulkan data-data yang ada seperti peluang diterima dan kuota penerimaan di jurusan yang telah saya pilih sebelumnya sesuai dengan selera dan minat saya. Dan pilihan tersebut akhirnya jatuh di Statistika Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Seperti kata orang, harapan yang besar membutuhkan pengorbanan yang besar pula. Bagi saya hal tersebut memang sudah sewajarnya. Tapi yang paling penting adalah restu ibu saya yang mengizinkan saya untuk memilih ke sana. Meski keadaan memang kurang berpihak, tapi ibu saya selalu menyerahkan pilihannya kembali ke saya dan selalu mendukung saya sepenuh hati. Dengan izin dari Tuhan Yang Maha Kuasa, saya lolos dan diterima di kampus yang berdomisili di Solo tersebut.

Dari sebagian pengalaman saya tadi, yang terpenting menurut saya adalah bagaimana cara kita untuk menetapkan tujuan kita selanjutnya, tidak hanya dengan satu rencana tapi dengan berbagai rencana yang nantinya akan membawa kita ke hasil yang terbaik. Dan tidak kalah penting adalah untuk berani melangkah lebih jauh dan keluar dari zona nyaman, meskipun hal tersebut selalu diiringi dengan resiko yang besar pula. Terakhir, semua keputusan yang telah saya ambil sebelumnya itu sesuai dengan motto hidup yang selalu saya pegang yaitu “Sometimes we need to take a risk, to make our dream come true”. Yang artinya terkadang kita harus berani mengambil resiko untuk membuat mimpi kita menjadi kenyataan.

1 Like