Pelamunan Duniawi (2): Sebuah Seni Menulis Receh

Tahun 2021, salah satu tulisan saya berjudul ‘Prospek Kerja Bangsa Sparta di Indonesia’ tayang di Terminal Mojok. Waduh, untuk ukuran orang yang nggak jago-jago amat dalam menulis bisa tayang di Terminal itu sudah menjadi kebahagiaan kecil. Oh iya sekilas info, tulisan itu bukan tulisan ilmiah atau tulisan serius. Itu hanyalah tulisan yang sifatnya humor dan sebatas menghibur saja.

Ketika saya menunjukkan tulisan itu ke ibu, beliau tertawa dan berkata, ‘’Ah, ini mah tulisan receh.’’

Jadi menurut beliau tulisan yang saya buat itu ya tulisan yang ngasal dan bebas saja. Tidak ada intisarinya, tidak ada sisi keilmiahanna, bahkan sangat jauh dari kata bagus. Bahasa kasarnya, ngarang bebas!

Saya waktu itu cuma senyum dan bilang, ‘’Besok pasti tulisanku yang ilmiah dimuat juga!’’

Eh sekarang tulisan saya yang dimuat di Terminal mayoritas tulisan receh semua. Serius, dikit banget yang tulisan ilmiah atau tulisan serius. Benar-benar suatu tulisan yang nggak ada manfaatnya untuk umat, selain menghibur dan kadang nggak masuk akal. Beberapa kayak ‘Cara Menghindari Sandal Dicuri’, ‘Dosa Makan Nasi Padang’, hingga ‘Hidangan Favorit di Nikahan Orang’.

Asli, saya malah agak malu kalau misalnya ada yang membaca tulisan receh itu. Ternyata memang benar, kata-kata seorang ibu itu sangat powerful sekali. Nah, izinkan saya jelaskan dikit tentang tulisan receh ini.

Tulisan receh ini adalah gaya menulis yang benar-benar bebas. Mau formal, mau nggak, bebas! Topik yang diangkat pun juga bebas. Anda mau mengangkat gaya kucing dalam berkelahi, tutorial diusir dari rumah, hingga manfaat tidak mandi dua hari pun juga tak apa. Intinya satu, menghibur saja.

Sebuah tulisan receh ini bisa menjadi sarana guyon atau humor, tapi harap digarisbawahi bahwa humor tiap orang itu berbeda. Apa yang anda anggap lucu, belum tentu lucu di mata orang lain. Mungkin anda melihat tulisan receh anda seru, tapi belum tentu masyarakat menganggapnya demikian. Itulah hal yang harus dipersiapkan ketika hendak menulis ke media, yaitu akan selalu ada orang yang tidak setuju dengan apa yang kita tulis dan kita harus besar hati untuk menerima itu.

Nggak mungkin toh kita paksakan tulisan kita untuk disukai?

Nah, jadi jika anda yang membaca ingin belajar menulis receh, silahkan! Lumayan, setidaknya saya tidak malu sendiri kalau membaca tulisan receh. Cobalah buka sosmed, cari topik yang sedang hangat diperbincangkan masyarakat. Lalu cobalah untuk mencari sisi humor atau sisi lain yang bisa diangkat menjadi sebuah candaan. Setelah itu tinggal nulis deh!

Tapi tetaplah belajar untuk menulis serius. Karena kalau terus-terusan menulis receh, kapan bisanya menulis sesuatu yang ilmiah?

3 Likes

Ibunya hebat.

Menulis itu ada hubungannya dengan literasi membaca, hobi baca. Semakin banyak asupan bacaan, semakin banyak pula keinginan untuk mengeluarkannya. Salah satunya dengan menulis.

Receh dan Komedi

Faktanya, orang lebih suka dengan yang receh-receh. Lihat saja di TV waktu jam sibuk, magrib. Komedi yang lebih banyak. Acara berpendidikan “ilmiah” ndak laku di jam mahal TV.

Saat sudah paham menulis ilmiah dan sampai di titik mampu menulis ilmiah, saat itu pula menulis receh bisa menjadi sebuah kenikmatan pribadi. Kayak ngurusin sepeda motor kemarin.

Receh Rasa Ilmiah

Jadi ingat dengan salah satu Instagram pejabat yang awal bulan ini selama seminggu masuk di pemberitaan. Profil Instagram bapak dengan 18 juta pengikut, tulisannya “The Visual journal of Governor of …”

ini komentar apa tulisan :face_with_spiral_eyes: :woozy_face: :dizzy_face: :sleeping:

oh ya, izin nambahin label #menulis

1 Like

bener pak hehehe, mantap :grin: :pray:

1 Like