Menjahit Mimpi Setinggi Langit

0001-6891954066_20210830_183113_0000

Halo para pembaca Mijil yang budiman!
Perkenalkan aku seorang Puan! Kini, aku sedang mengenyam bangku perkuliahan pada program studi S1 pendidikan matematika di salah satu perguruan tinggi negeri di Jawa Tengah.
Dulu, tidak serta merta aku langsung merasa yakin akan pilihanku ini. Banyak ketakutan, juga keraguan yang menyergap. Sebenarnya, terbersit pula keinginanku untuk memilih prodi sastra, tapi karena aku dari MIPA sungguh disayangkan tiga tahun perjuangan SMA-ku kalau harus banting setir ke soshum, lagi pula aku juga tidak sungguhan berminat hingga bisa menumpukan masa depanku pada sastra.
Saat itu, sekitar akhir bulan Januari 2021, tersiar pengumuman bahwa aku mendapat kesempatan menjadi siswa yang termasuk ke dalam golongan eligible (bisa mendaftar SNMPTN). Kemudian, aku kembali menelisik lebih jauh mengenai prodi-prodi yang ada di rumpun saintek. Menggulir satu laman ke laman lain, guna mencari detail informasi mengenai program studi, matkul, hingga prospek kerja.
Kebingungan sungguhan melanda. Aku hampir putus asa, sebab pandemi makin merajalela membuat aku kurang cukup berkonsultasi dengan guru BK bahkan dengan teman-teman. Di puncak titik jenuh, aku mulai memantapkan hati. Meminta jawaban pada Tuhan, sebab kedua orang tuaku pun menaruh semua harapan mereka padaku.
Jika ditanya mengapa aku memilih prodi ini? Yang pertama karena inilah jawaban dari Tuhan, jika Tuhan sudah menempatkanku di sini, maka Tuhan tahu jika aku mampu. Kemudian, karena aku suka dengan matematika, meski aku akui aku tidak terlalu ahli dan kerap kali salah menemukan jawaban akhir dari persoalan-persoalan matematika, apalagi kalau apa yang diajarkan guru berbeda sekali tingkat kesulitannya ketika keluar di ulangan. Namun, aku menemukan perasaan yang begitu senang ketika aku bisa menemukan solusi dari persoalan matematika tadi.
Lalu, mengapa bukan matematika murni? Matematika murni yang terintegrasi dengan FMIPA pastilah punya banyak matkul fisika di dalamnya—yang berusaha ku hindari setengah mati. Aku juga ingin menjadi guru yang baik, karena sekecil apa pun ilmu yang bermanfaat maka akan mendatangkan kebaikan pula kepadaku. Selain itu, orang tuaku juga mendukung pilihanku, rasanya lega sekali saat itu, saat aku mampu mengutarakan keinginan demi masa depanku.
Tibalah tanggal 22 Maret 2021, hari di mana hasil penerimaan SNMPTN diumumkan, tetapi waktu itu aku belum bilang kepada keluargaku bahwa hari itu adalah hari pengumuman SNMPTN, karena aku terlampau takut dan ragu-ragu. Sekitar pukul 16.00 WIB, sepulang dari les dan membersihkan diri—aku berharap itu menjadi hari les terakhirku—, aku memberanikan diri membuka salah satu laman mirror LTMPT, degup jantungku tergesa sambil terus melantunkan doa, hingga kemudian muncullah hasil pencarian yang menggantikan tampilan putih di layar ponselku. BIRU. Aku berhasil! Aku diterima! Hari itu sungguhan menjadi hari les terakhirku! Dengan tangan yang tidak berhenti gemetar, aku memberi tahu keluargaku. Kami semua mengucap syukur atas terkabulnya doa-doa kami. Maka, aku tidak akan menyerah demi air mata bahagia bapak waktu itu. Itulah curahan hatiku mengapa aku memilih pendidikan matematika, terima kasih sudah berkenan membaca.
Sampai jumpa di lain kesempatan, para pembaca Mijil yang budiman!