Mengenal Teori Medan Makna J. Trier, Yuk!

Gambar 1

Tahukah kamu apa itu medan makna?

Sebelum menuju inti pembahasan, kita akan ulas lebih dulu bagaimana awal mula munculnya medan makna dan teori medan makna yang berkembang, khususnya teori medan makna Jost Trier.

Semua kegiatan manusia dari zaman dahulu hingga sekarang selalu dipermudah dengan adanya bahasa. Penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari mengandung makna. Menurut Kridalaksana, bahasa sebagai sistem lambang bunyi digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Berkenaan dengan itu, bahasa dipahami sebagai lambang yang diterima oleh pemakainya karena berisikan makna. Kehadiran makna itulah yang membuat kita memahami maksud dan tujuan lawan bicara, begitu juga sebaliknya. Seperti uraian sebelumnya, bahasa memiliki hubungan dengan beberapa unsur di dalamnya, salah satunya makna.

Pada ilmu semantik, makna bahasa, lebih khususnya makna kata dapat dikelompokkan menurut bagian-bagian penyusunnya. Pada teori makna, kata-kata dalam bahasa tersusun dari frasa-frasa yang merujuk pada suatu makna yang sama. Pembahasan makna dibedah lebih rinci karena begitu beragamnya bentuk dan teori makna yang berkembang. Salah satu teori makna yang berkembang ialah medan makna. Medan makna didefinisikan oleh Kridalaksana sebagai bagian dari sistem makna bahasa yang menggambarkan hal tertentu atau unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan. Abdul Chaer dalam buku Pengantar Semantik Bahasa Indonesia mengemukakan medan makna dibentuk berdasarkan nama-nama warna tertentu, perabot rumah tangga, istilah pelayaran, istilah olahraga, istilah kekerabatan, istilah alat pertukangan, dan sebagainya.

Lebih lanjut, medan makna mengelompokkan kata-kata berdasarkan hubungan yang sama. Salah satu teori medan makna yang terkenal adalah teori medan makna oleh Jost Trier. Pengembangan Medan makna oleh J. Trier terinspirasi oleh teori medan makna yang sebelumnya sudah dikembangkan oleh F. De Saussure dan C. Bally, kemudian juga W. Von Humaboldt, Weisgerber, dan R. M. Meyer. Trier mengemas buah pikirannya tersebut dalam bentuk kamus bahasa yang berisi susunan medan-medan makna. Penyusunan setiap medan dalam setiap unsur yang berbeda diberi batasan yang jelas sehingga tidak tumpang tindih antar sesama makna.

Trier memetakan medan makan tersebut dalam satu mosaik. Sehingga, setiap medan makna tersebut tersusun dan tercocokkan dengan medan lain. Dari pola susunan yang dibentuknya, dihasilkan medan-medan yang membentuk satu keutuhan bahasa yang maknanya tidak tumpang tindih. Dalam buku Teori Semantik oleh J.D. Parera, dicontohkan pengelompokan medan makna kata pandai dengan kata cerdik, terpelajar, terdidik, bijak, berpengalaman, dan cendekiawan. Pengelompokan tersebut didasarkan pada hubungan kesamaan antar medan maknanya. Contoh lainnya ketika kita mendengar seseorang menyebut kata pergi, tentu kita akan membayangkan segala macamnya. Pergi dalam hal ini bisa merujuk pada kepergian seseorang, meninggal, wafat, mati, dan bisa saja merujuk pada berangkat menuju ke suatu tempat.

Sayangnya, teori yang dikembangkan oleh Trier ini bertentangan dengan pendekatan medan asosiatif makna. Medan asosiatif makna menuntut asosiasi antara kata yang menjadi pusat dan beberapa kemungkinan kolokasinya. Misalnya dengan menyebutkan kata hitam seseorang akan mengasosiasikannya dengan putih, Negro, kotor, manis, keriting, dan lain sebagainya. Sebaliknya pendekatan medan makna J. Trier memandang bahasa sebagai satu keseluruhan yang tertata dan dapat dipenggal atas bagian-bagian, yang mana tetap saling berhubungan secara teratur. Dengan begitu, bila kita amati dengan seksama pendekatan asosiatif dalam medan makna bergerak naik ke atas sedangkan pendekatan medan makna bergerak dari atas ke bawah. Walaupun perkembangan medan makna J. Trier ini mengalami kendala dan penolakan karena perbedaan tersebut, namun tidak habis sia-sia saja sampai di situ, justru dari pengembangan medan makna itu melahirkan beberapa pendekatan yang lebih luas terhadap medan makna.

Dengan demikian, Medan makna dapat dilakukan pada kelompok makna yang berkaitan dengan semua hal yang memiliki ukuran, urutan, dan silsilah. Pendekatan medan makna sesuai dengan rumpun bidang masing-masing dan bermanfaat dalam ilmu sosiolinguistik. Dapat kita ketahui bahwa medan makna ialah sekumpulan kata yang disatukan karena kesamaan hubungannya. Teori medan makna yang dikembangkan oleh Jost Trier secara keilmuan membedah pendekatan medan makna juga!. Menarik bukan?

Referensi:
Chaer, Abdul. (1994). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia Edisi Revisi. Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. (1993). Kamus Linguistik. PT Gramedia.
Parera, J., D. (2004). Teori Semantik Edisi Kedua. Penerbit Erlangga

1 Like