Membaca Cerpen 'Israelisme': Antara Imajinasi dan Realitas


Sumber: JawaPos

Artikel ini ditulis dengan tujuan menganalisis tema, pemplotan, penokohan,
pelataran, dan penyudut pandangan yang terdapat dalam cerpen Israelisme karya Benny Arnas yang bersumber dari koran JawaPos 7 September 2024. Cerpen ini berisi tentang eksplorasi hubungan antara teknologi dan identitas manusia. Di dalamnya membahas tentang bagaimana perkembangan dalam bidang kecerdasan buatan dan robotika dapat mengubah cara kita memahami kemanusiaan dan keberadaan kita di dunia modern. Cerpen ini menyoroti kemajuan yang terjadi dibidang teknologi, terutama dalam menciptakan mesin
yang semakin mirip dengan manusia. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang apa itu manusia dan bagaimana kita membedakan antara manusia dan mesin.Terdapat pula dampak sosial dari kemajuan ini.

Sebuah cerpen dibangun oleh beberapa elemen penting, yaitu tema, plot, penokohan, latar, dan sudut pandang. Tema menjadi inti atau gagasan utama dalam cerita. Plot menggambarkan rangkaian peristiwa yang terjadi dalam cerita, mulai dari awal hingga akhir. Penokohan mencakup karakter-karakter yang ada dalam cerita, baik protagonis maupun antagonis, serta sifat dan perkembangan mereka. Latar mencakup waktu, tempat, dan suasana yang melatarbelakangi peristiwa dalam cerita. Sedangkan sudut pandang menentukan perspektif narator dalam menyampaikan cerita kepada pembaca.

  • Tema

Secara Dikotomis tema dari cerpen Israelisme karya Benny Arnas ini tergolong dalam jenis tema Non-tradisional. Hal tersebut dapat dilihat dari penjelasan yang telah dipaparkan oleh tokoh ‘Aku’ bahwa dalam cerpen tersebut menceritakan kehidupan robot di Israel pada tahun 2040. Secara pengalaman jiwa tema dari cerpen ini terdapat dua penggolongan yaitu tingkat fisik dan tingkat egoik.

Tingkat fisik dari cerpen ini dapat dilihat dari perbedaan perlakuan antara manusia dengan robot. Dalam cerpen tersebut sang tokoh utama yaitu ‘Aku’ bimbang mengenai identitasnya. Dia menganggap bahwa dirinya adalah manusia, tetapi sebenarnya dia adalah robot.

Tingkat egoik dari cerpen ini dapat dilihat dari tokoh ‘Aku’ yang tidak terima
mengenai identitasnya yang sebenarnya seorang robot. Dia tetap mempercayai bahwa dirinya adalah manusia dan terus memberontak. Akhirnya tokoh ‘Aku’ dimusnahkan karena telah melawan konsorsium. Tingkat keutamaan dari cerpen ini adalah tema mayor, karena cerpen ini menceritakan seorang makhluk atau benda yang krisis identitas.

  • Pemplotan

Cerpen berjudul Israelisme yang ditulis Benny Arnas berdasarkan urutan waktunya menggunakan plot sorot balik. Dikatakan plot sorot balik karena dalam cerpen ini terdapat adegan di mana karakter utama mengingat kejadian penting di masa lalu. Hal ini dapat dilihat dari dialog yang mengatakan “Ah, aku teringat ucapan Profesor Antelove pada pertama aku ditunjuknya menulis kisah hidupnya sepuluh tahun yang lalu.”

Berdasarkan kriteria jumlahnya cerpen israelisme menggunakan plot tunggal dan juga plot sub-subplot. Cerpen ini memiliki plot tunggal yang berkisar pada pertanyaan identitas protagonis “apakah dia manusia atau robot humanoid (versis)”. Konflik ini menjadi pusat cerita dan membawa alur menuju puncak klimaks. Plot tunggal ini mendominasi alur dengan memperlihatkan perjalanan emosional dan intelektual tokoh utama, Fillia Killick, dalam meragukan keberadaan dirinya. Ini menunjukkan bahwa cerpen lebih condong ke plot tunggal karena seluruh peristiwa terkait dengan pencarian identitas Fillia. Cerpen ini juga mengandung subplot yang berfungsi melengkapi alur utama, seperti hubungan protagonis dengan Profesor Antelove dan diskusi mengenai mitologi Yunani yang menghubungkan tema kecerdasan buatan dengan sejarah. Subplot ini memberikan lapisan intelektual pada cerita dengan menggambarkan bagaimana mitologi Yunani Kuno menjadi cerminan awal konsep kecerdasan buatan. Meskipun subplot ini signifikan, ia tetap mendukung alur utama mengenai identitas Fillia.

Selain itu berdasarkan kriteria kepadatan cerpen ini menggunakan plot padat dan juga longgar. Dikatakan plot padat karena pada bagian tertentu dari cerpen ini memperlihatkan kepadatan narasi, terutama ketika berfokus pada konflik internal Fillia mengenai identitasnya sebagai manusia atau robot. “Aku mencoba mengingat banyak hal. Makin banyak yang kuingat, makin kuyakin bahwa semuanya adalah rekayasa sensorik. Aku meragukan diriku, meragukan muasalku.” dan “Kalaupun hasil pemeriksaan Badan Kesehatan Sibernetika nanti memvonis aku robot humanoid, aku ikhlas. Ikhlas karena tak ada pilihan.” Bagian ini menunjukkan perkembangan konflik internal Fillia yang intens dan langsung menuju klimaks. Tidak ada ruang untuk penyimpangan atau alur yang melambat, menjadikannya bagian yang padat. Cerpen ini juga memiliki elemen plot longgar, terutama ketika menggambarkan latar belakang dunia futuristik, diskusi mitologi Yunani, dan hubungan dengan Profesor Antelove. Hal ini dapat dilihat pada dialog yang menyatakan "Bagaimana mungkin di zaman ultradigital ini, masih ada barter?” dan “Automata sang dewa bahkan terbuat dari emas, Prof.” serta "Sejak Society 5.0 meletus di Jepang, eksistensi polimatik adalah mitos. "Bagian itu memberikan detail tambahan tentang dunia yang dibangun oleh cerpen, menciptakan atmosfer yang lebih mendalam.

  • Penokohan

Pada cerpen ini, terdapat 4 tokoh yaitu tokoh ‘Aku’ atau Fillia Killick, Profesor
Antelove, Dokter dari Badan Kesehatan Sibernetika, dan Asisten dokter. Di sini ‘Fillia Killick’ atau tokoh ‘Aku’ menjadi tokoh utama, hal ini dibuktikan dengan tokoh ‘Aku’ yang sering muncul pada setiap bagian cerita dan juga selalu berhubungan dengan masalah yang ada pada cerita. Tokoh ‘Aku’ memiliki karakter yang mudah percaya dengan tokoh lain, seperti yang ditunjukkan pada salah satu kutipan dimana tokoh ‘Aku’ sudah menyadari bahwa dirinya merupakan sebuah robot yang dibuat oleh Profesor Antelove, tokoh ‘Aku’
pada awalnya tidak sedikitpun curiga kepada Profesor Antelove yang menyembunyikan identitas aslinya dan juga rekayasa riwayat serta memori tokoh ‘Aku’ ini.

Selanjutnya, Profesor Antelove, Dokter Badan Kesehatan Sibernetika dan Asisten dokter merupakan tokoh tambahan pada cerpen. Mengapa demikian? karena pada cerpen terlihat bahwa ketiga tokoh ini tidak sering muncul. Ketiga tokoh ini hanya muncul pada beberapa bagian cerpen saja, seperti Profesor Antelove yang hanya muncul pada bagian awal cerpen, lalu Dokter dan juga Asisten dokter yang muncul pada bagian akhir cerpen. Selain itu, ketiga
tokoh ini yang merupakan tokoh tambahan juga dianggap menghidupkan cerita, sehingga isi cerita pada cerpen ini lebih menarik pembaca.

Pada cerpen ini, Profesor Antelove memiliki karakter yang selalu menghargai orang lain. Hal tersebut terlihat pada kutipan cerpen ketika Profesor Antelove sangat menghargai pengetahuan yang dimiliki oleh tokoh ‘Aku’, dimana tokoh ‘Aku’ sedang memberi penjelasan kepada Profesor Antelove mengenai metologi naga. Lalu, terdapat juga tokoh Asisten dokter yang memiliki sifat tegas yang dimana ketika Asisten dokter ini meyakinkan tokoh ‘Aku’ yang masih belum percaya dengan kebenaran bahwa tokoh ‘Aku’ sebenarnya merupakan sebuah robot. Selain itu Asisten dokter juga memiliki sifat bertanggung jawab atas tugasnya, hal ini ditunjukkan ketika tokoh ‘Aku’ yang masih saja melawan sehingga tokoh ‘Aku’ ditahan akibat perlawanannya terhadap Asisten dokter itu. Pada bagian tersebut sudah terlihat bahwa Asisten dokter telah menjalankan tugasnya dengan profesional dan juga mengikuti aturan yang ada.

  • Latar

Latar adalah salah satu elemen penting dalam cerita pendek yang membantu
membangun suasana, mendukung alur cerita, dan memperjelas tokoh. Latar merujuk pada waktu, tempat, serta sosial yang melingkupi cerita. Latar memberikan konteks cerita pendek tersebut, membantu pembaca memahami situasi yang dialami tokoh, serta menciptakan gambaran yang lebih hidup dalam imajinasi pembaca.

Latar tempat menggambarkan lokasi cerita berlangsung. Pemilihan latar tempat pada cerita pendek ini secara keseluruhan berada di Israel karena dikenal sebagai salah satu negara terdepan dalam pengembangan teknologi robotik. Hal itu semakin menggambarkan masa depan robotik yang realistis dan penuh potensi. Selain itu, penulis juga memberikan latar tempat rumah sebagai tempat tinggal si tokoh ‘Aku’ sang versis atau robot humanoid. Rumah sebagai latar tempat di cerita pendek ini memberikan suasana akrab, sehingga pembaca dapat mengetahui bahwa sang versis juga berinteraksi dan berada di lingkungan yang dekat dengan manusia.

Latar waktu merujuk pada kapan cerita pendek terjadi. Penulis memilih latar waktu di tahun 2040 atau masa depan. Pada tahun itu, manusia sudah banyak menciptakan inovasi dalam teknologi yang sangat maju. Pemilihan latar waktu di tahun 2040 memberikan pandangan kepada pembaca bahwa di masa itu sudah banyak robot ciptaan manusia yang berkembang pesat dan menghidupkan cerita pendek ‘Israelisme’ yang bertema masa depan.

Latar sosial memberikan gambaran kehidupan tokoh dalam cerita pendek tersebut. Dalam cerita pendek ini, penulis menggambarkan kehidupan di masa depan. Seperti pada penggalan, ‘Ya, versis. Sejak robot-robot humanoid membuat petisi kepada negara tentang penggunaan istilah atau nama dalam menyebut nama sibernetika, para robot humanoid keberatan setelah karya-karya Karl Capek diproduksi ulang. Dalam drama Rossum’s Universal Robots yang legendaris, Cepek menyebut robot sebagai budak. Keadaan itu makin parah ketika Profesor Antelove Sumargo menguji sensitivitas emosi Jamlock, robot humanoid dengan kapasitas memori panoramik bergerak hingga 2789 supermega ultrabite, dengan mewajibkan mereka membaca Cadmus.’ Penggalan tersebut menjelaskan bahwa cerita pendek ‘Israelisme’ berlatar waktu masa depan dengan banyak inovasi yang diciptakan seperti robot humanoid atau versis. Terdapat juga istilah-istilah asing seperti Jamlock dan sibernetika yang menggambarkan bahwa cerita pendek tersebut seluruhnya membahas tentang inovasi masa depan berupa robot.

  • Sudut Pandang

Cerpen Israelisme menggunakan sudut pandang orang pertama, di mana tokoh “Aku” menjadi narator utama dalam cerita. Perspektif ini menghadirkan pengalaman yang sangat personal, sehingga pembaca diajak masuk ke dalam konflik batin dan perjalanan emosional tokoh utama, Fillia Killick. Dengan sudut pandang ini, cerita menjadi lebih subjektif, menampilkan pengalaman langsung tokoh dalam menghadapi dilema identitasnya sebagai robot humanoid atau versis. Pendekatan ini memberikan ruang eksplorasi yang mendalam terhadap tema utama cerpen, yakni krisis identitas dan perbedaan mendasar antara manusia dan mesin. Sudut pandang ini membawa pembaca untuk tidak hanya memahami alur cerita, tetapi juga menyelami proses introspeksi Fillia, seperti pada bagian, “Aku mencoba mengingat banyak hal. Makin banyak yang kuingat, makin kuyakin bahwa semuanya adalah rekayasa sensorik. Aku meragukan diriku, meragukan muasalku.”

Selain itu, sudut pandang orang pertama juga menciptakan ketegangan emosional yang terasa nyata, terutama ketika Fillia berhadapan dengan ancaman sistem Konsorsium Versis. Melalui narasi langsung ini, pembaca bisa merasakan ketidakadilan dan tekanan yang dialami tokoh utama, misalnya ketika ia berinteraksi dengan asisten holografis yang bersikap dingin dan otoriter. Namun, sudut pandang ini juga memiliki keterbatasan, karena cerita hanya difokuskan pada perspektif Fillia. Pemikiran dan motivasi tokoh lain, seperti Profesor Antelove atau petugas Konsorsium, tidak dijelaskan secara rinci. Hal ini menciptakan elemen misteri sekaligus bias, yang membuat pembaca harus menafsirkan sendiri motif di balik tindakan para tokoh lain.

Dengan pendekatan narasi orang pertama, cerpen ini mampu membangun kedalaman emosional, memperkuat hubungan pembaca dengan tokoh utama, serta menekankan kompleksitas krisis identitas di tengah dunia futuristik yang diwarnai oleh kecanggihan teknologi.

Kesimpulan dari artikel ini adalah tema yang digunakan dalam menulis cerpen
Israelisme karya Benny Arnas tergolong dalam tema Non-tradisional dengan fokus pada krisis identitas dan kesenjangan sosial antara manusia dengan robot. Dalam pengalaman jiwa, cerpen ini tergolong dalam tingkat fisik dan tingkat egoik. Penokohan pada cerpen ini lebih berfokus pada tokoh ‘Aku’ sebagai robot humanoid yang menanyakan identitas aslinya. Lalu, terdapat Profesor Antelove, petugas hologramik, dan asisten Profesor Antelove sebagai tokoh tambahan. Cerpen ini menceritakan tentang inovasi masa depan berupa robot, karena dilihat dari latar waktu, cerpen tersebut mengambil tahun 2040, latar tempat di Israel dan latar sosialnya yang berkaitan dengan istilah-istilah ilmiah mengarah ke robot yaitu Jamlock dan sibernetika.

Penulis: Fitria, Cinta, Meyra, Bintang, Marsha

1 Like